MAKANAN YANG DIPERSEMBAHKAN KEPADA BERHALA
1 KORINTUS 10 : 23 – 11 : 1
SAOR
R.S.S.S. PANJAITAN
PENDAHULUAN
Pada Rabu 6 April
2016, penulis ditugaskan untuk menjadi pembicara pada cell group Gereja kami di
kediaman Keluarga Djami Rihidara, S.H. di wilayah Parung Panjang – Bogor.
Bahan yang
digunakan dari buku berjudul Melengkapi ke Dalam dan Menjangkau ke Luar, Class Meeting III-II, yang diterbitkan
oleh Lembaga Misi dan Pendidikan Institute Wesley Jakarta. Materi bahasan pada
saat cell group tersebut adalah dari pelajaran 6: Hidup untuk Kemuliaan.
Ketika hendak
menyiapkan lebih dalam akan materi tersebut, ternyata Penulis sebelumnya sudah
memberikan materi yang saling berkaitan saat menjadi pembicara pada Ibadah
Persekutuan Doa Legok Permai di dalam komplek perumahan Legok Permai Tangerang
di Sabtu, 19 Maret 2014, namun saat itu judul renungan yang disampaikan adalah
Pemenang Sejati dan Perikop yang dibahas diambil dari 1 Korintus 9 : 19 – 27.
Kedua perikop
bahasan memang masih berkutat seputar kebebasan orang-orang percaya dan
batas-batasnya yang dalam pokok bahasannya mengacu kepada 1 Korintus 8. Ajaran
yang disampaikan Paulus kepada jemaat di Korintus ini begitu penting dan
mendasar khususnya bagi pengikut Kristus yang hidup ditengah-tengah masyarakat
yang pluralistis baik agama maupun kebudayaannya.
Untuk itulah,
penulis dengan memohon pertolongan hikmat dan marifat dari Roh Kudus tergerak
untuk menjabarkannya dengan menggunakan perikop dari 1 Korintus 10 : 23 – 11 : 1.
TENTANG KOTA DAN JEMAAT KORINTUS
Untuk mempelajari 1
Korintus 8 – 10 harus benar-benar mengerti dengan baik seluk beluk keadaan kota
Korintus saat surat Paulus ini disampaikan. Karena berbagai masalah yang timbul
dalam kehidupan orang percaya di sana, disebabkan oleh latar belakang posisi
geografis, sejarah, budaya, sosiologis, ekonomi, dan spiritualitas yang dianut
masyarakatnya
Nama Korintus sebagai
kota diberikan oleh Homer lebih kurang seribu tahun sebelum Kristus. Kota ini terletak
di atas tanah genting di Yunani selatan dan termasuk ke dalam provinsi Akhaya
yang dibentuk oleh pemerintahan Yunani pada 27 SM. Ketika Paulus mengunjungi
Korintus wilayah ini dipimpin oleh gubernur Yunius Galio[1].
Masyarakatnya sebagian besar berbicara dengan bahasa Yunani. Sebagai kota
industri (khususnya keramik) dan perdagangan, Korintus memiliki dua pelabuhan
yaitu Lekheum di sebelah barat dan Kengkrea di sebelah timur. Kehidupan
spiritualitas Korintus didominasi oleh para pengagum dan penyembah dewi cinta
yang disebut Venus atau Aphrodite dalam bahasa Yunani. Ritual penyembahan kepada dewi
Aphrodite dilakukan melalui ribuan wanita yang disebut Hierodouloi (Yun.), yang
bertugas sebagai budak-budak kuil. Para Hierodouloi ini ditetapkan sebagai
nyonya rumah, dan penyembahan kepada Aphrodite dilakukan melalui mereka berupa
pesta seks yang gila dan mengerikan[2]. Oleh karena itu tidak mengherankan
bila penduduk Korintus lainnya biasa melakukan pesta pora seksual dengan
berbagai penyimpangannya sebagai internalisasi dan implementasi kehidupan
spiritualitas, yang dilakukan di kuil tempat penyembahan dewi cinta mereka[3] bahkan
merangsek masuk ke dalam jemaat Kristen di Korintus.
Surat 1 Korintus
ditulis sekitar 55 M atau 25 tahun pasca pertemuan Paulus dengan Tuhan Yesus
dalam perjalanannya ke Damsyik (Kisah Para Rasul 9 : 1 – 18) atau 14 tahun
sejak pertama kalinya Paulus diutus untuk melayani sebagai rasul di wilayah non
Yahudi yang ditandai dengan tibanya Paulus di pelabuhan Salamis, Siprus (Kisah
Para Rasul 13 : 1 – 5).
Khusus untuk
pelayanan di Korintus, Kisah para rasul 18 mencatat tentang pelayanan Paulus
pertama kali di kota ini dalam perjalanan misinya yang kedua. Dialah yang
mendirikan jemaat di sana dan pertemuan ibadah pertama kali dilakukan di rumah
pasangan suami istri Yahudi yaitu Priskila dan Akwila yang telah menjadi
Kristen dan terusir dari Roma di masa
Kaisar Klaudius sekitar 49 M (Kisah Para Rasul 18 : 2). Keberadaan Paulus di
Korintus cukup lama yaitu 18 bulan dan merupakan pelayanan menetap yang terlama
di suatu kota dalam perjalanan misinya.
Anggota jemaat
mula-mula adalah beberapa orang Yahudi namun kebanyakan non Yahudi yang dulunya
para penyembah berhala.
Setelah Paulus
meninggalkan Korintus, berbagai masalah mengguncang gereja muda tersebut dan
terancam pecah. Masalah-masalah yang dihadapi dan perlu mendapatkan ajaran dan
nasihat yaitu:
a. Jemaat
yang mengkotakkan diri kedalam empat golongan: Paulus, Apolos, Kefas dan
Kristus;
b. Pengertian yang salah mengenai hikmat dan pelayanan Kristen;
c. Selibat, Perkawinan, Perzinaan dan kebejatan seksual;
d. Persoalan hukum sekuler diantara orang-orang Kristen;
e. Kemerdekaan Kristen yang berkaitan dengan penyembahan berhala, makanan, dan kepercayaan diri yang berlebihan;
f. Mengenai ibadah bersama: tudung kepala wanita, sikap mengikuti perjamuan Tuhan, karunia rohani;
g. Masalah kebangkitan orang mati; dan
h. Pengumpulan uang untuk mendukung pelayanan orang kudus.
b. Pengertian yang salah mengenai hikmat dan pelayanan Kristen;
c. Selibat, Perkawinan, Perzinaan dan kebejatan seksual;
d. Persoalan hukum sekuler diantara orang-orang Kristen;
e. Kemerdekaan Kristen yang berkaitan dengan penyembahan berhala, makanan, dan kepercayaan diri yang berlebihan;
f. Mengenai ibadah bersama: tudung kepala wanita, sikap mengikuti perjamuan Tuhan, karunia rohani;
g. Masalah kebangkitan orang mati; dan
h. Pengumpulan uang untuk mendukung pelayanan orang kudus.
Apa yang Allah
kehendaki untuk diajarkan dan dipedomani oleh umat manusia sampai Maranatha,
sungguh banyak disampaikan dalam Surat Korintus. Pengajaran yang menyempurnakan
topik-topik terkait yang sudah diatur dalam Perjanjian Lama dan mencegah
terjadinya kontaminasi pengajaran duniawi ataupun sinkretisme yang justru
merusak kemurnian ajaran sorgawi.
Thema utama yang
disampaikan dalam 1 Korintus 10 : 23 – 11 : 1 adalah perihal penggunaan kemerdekaan
Kristen. Thema ini dijabarkan mulai dari 1 Korintus 8 : 1 sampai 1 Korintus 11
: 1.
William Barclay
menguraikan pasal-pasal ini menjadi[4] :
Pasal
8 : Nasihat bagi orang bijak
Pasal 9 : 1 – 14 : Hak-hak istimewa yang tidak dituntut
Pasal 9 : 15 – 23 : Hak istimewa dan kewajiban
Pasal 9 : 24 – 27 : Pertandingan yang sesungguhnya
Pasal 10 : 1 – 13 : Bahaya dari rasa percaya diri yang berlebihan
Pasal 10 : 14 – 22 : Kewajiban terhadap Sakramen
Pasal 10 : 23 – 11 : 1 : Batas-batas kebebasan orang Kristen
Pasal 9 : 1 – 14 : Hak-hak istimewa yang tidak dituntut
Pasal 9 : 15 – 23 : Hak istimewa dan kewajiban
Pasal 9 : 24 – 27 : Pertandingan yang sesungguhnya
Pasal 10 : 1 – 13 : Bahaya dari rasa percaya diri yang berlebihan
Pasal 10 : 14 – 22 : Kewajiban terhadap Sakramen
Pasal 10 : 23 – 11 : 1 : Batas-batas kebebasan orang Kristen
Paulus menekankan
mengenai kemerdekaan Kristen dengan mencontohkan dirinya terlebih dahulu selaku
rasul atau pemberita Injil dengan berbagai hak yang semestinya dia peroleh. Namun
demi kasih kepada sesama dan menghindari diri menjadi batu sandungan bagi
orang-orang Kristen yang masih lemah pemahamannya, maka dia mengeyampingkan
hak-hak yang seharusnya diterima tersebut.
Hak yang dimaksud
adalah “upah” sebagai pemberita Injil dari mereka yang dilayaninya (1 Korintus
9 : 14). Tanpa sungkan Paulus menjelaskan bahwa mereka yang menabur benih
rohani bagi jemaat mempunyai upah untuk menuai hasil duniawi dari padanya (1
Korintus 9 : 11), karena bukankah para Penabur Firman inipun perlu makan, minum
dan akomodasi lainnya untuk kehidupan sehari-hari? Lebih tegas Paulus
memberikan perbandingan dengan tentara yang maju dalam perang, petani kebun
anggur atau peternak yang memelihara domba. Bukankah semua pekerjaan itu
mendapatkan upahnya? (1 Korintus 9 : 7).
Akan tetapi hak
atas upah tersebut dia kesampingkan demi tercapainya pemberitaan Injil.
Andaikanpun mendapatkan upah, maka upah yang dimaksud oleh Paulus atas hasil
pekerjaannya adalah: bahwa dia boleh memberitakan Injil tanpa upah (1 Korintus
9 : 18)! Luar biasa sekali komitmen dan idealisme dari Paulus. Sikap ini
membuatnya merdeka terhadap semua orang, karena tidak ada pamrih sama sekali
atau dengan perkataan lain, Paulus tidak bergantung kepada siapapun dalam
segala hal.
Konsekuensi dari
sikap tersebut adalah kerelaan untuk hidup berkekurangan dan disiplin pribadi
yang kuat. Ini adalah suatu penyangkalan diri yang luar biasa yang diharapkan
juga diteladani oleh jemaat di Korintus terhadap masalah makan daging yang
dipersembahkan kepada berhala.
BERHALA DAN PENYEMBAHAN BERHALA
Sebelum masuk
kepada pokok bahasan utama tulisan ini yaitu Pasal 10 : 23 – 11 : 1, maka mari
terlebih dahulu kita membahas tentang Berhala.
Berhala (Eidolon, Yun) adalah benda-benda
(patung, dan sejenisnya) baik dari kayu, batu atau logam yang disembah dan
dipuja oleh manusia. Untuk berhala tersebut, penyembahnya mau melakukan apa
saja demi menyenangkan dan mengagungkan oknum/roh dibelakang berhala tersebut.
- Masseka
- Pesel
- Khammanim
- Terafim
- Tselem
Patung logam besar yang dimimpikan Raja
Nebukadnezar (Daniel 2), diartikan juga sebagai patung berhala emas (Daniel 3).
Bangsa Israel
pernah memberontak kepada Allah dan hambaNYA Musa dalam peristiwa “Anak Lembu
Emas” di Keluaran 32 : 1 – 35.
Berhala (Masseka) buatan bangsa Israel ini
diminta sendiri oleh mereka, dari bahan terbaik (emas) yang mereka miliki,
dibentuk menjadi anak lembu, dibuatkan mezbah, ditetapkan hari perayaannya,
diberikan persembahan korban bakaran dan keselamatan, dan sebagai tanda
sukacita mereka melakukan perjamuan besar karena meyakini telah memiliki allah
penuntun kehidupan. Atas berhala dan penyembahan berhala ini, Musa memerintahkan
bani Lewi yang masih tetap setia kepada Allah untuk membunuh orang-orang Israel
tersebut dan tercatat hari itu tiga ribu orang tewas!
Berhala tidak hanya
berupa benda sesembahan yang dapat disembah. Dalam Kolose 3 : 5, Paulus
mengatakan bahwa keserakahan adalah sama dengan penyembahan berhala. Lebih luas lagi: Segala sesuatu yang diutamakan baik material maupun spiritual menyamai ataupun melebihi kepada Tuhan adalah sikap pemberhalaan atau memposisikannya sebagai berhala.
Salah satu
kebiasaan dalam penyembahan berhala adalah dengan mempersembahkan korban berupa
hewan di kuil atau tempat berhala tersebut berada. Makanan berupa daging hewan yang
telah dikurbankan untuk dipersembahkan kepada berhala inilah yang menjadi pangkal masalah utama,
yang kemudian membangun pembahasan pengajaran yang disampaikan Paulus dalam
Pasal 8 sampai 10. Khusus pasal 10, Paulus menghubungkan sikap dan perbuatan
dosa jemaat Korintus dengan mengingatkan mereka atas apa yang juga dilakukan
oleh bangsa Israel saat dalam perjalanan menuju tanah perjanjian.
1 KORINTUS 10 : 23 – 11 : 1
Perikop ini dimulai
dengan kalimat filsafatis sebagai penekanan atau pedoman untuk ayat-ayat
berikutnya.
“Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi
bukan segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan
segala sesuatu untuk membangun.”
Kalimat ini
digunakan Paulus sebagai panduan (kaidah emas) sekaligus kesaksian dirinya
sebagai teladan mengenai prinsip penyangkalan diri demi memperkuat yang lemah
rohaninya, dan pemberitaan keselamatan Kristus kepada yang belum percaya.
Masalah utama yang
diuraikan pada perikop ini adalah mengenai sisa-sisa daging persembahan
berhala. Biasanya persembahan kurban kepada dewa-dewi kafir orang Korintus
datangnya dari dua pihak yaitu sebagai kurban pribadi dan kurban umum.
Setelah hewan
dikurbankan maka bagian-bagian tertentu dari daging yang tersisa, diperuntukkan
bagi pihak yang memberikan kurban tersebut.
Untuk kurban
pribadi, daging sisanya diolah dan dikonsumsi sendiri maupun sebagai menu
hidangan pesta dengan mengundang sanak saudara pihak yang mempersembahkan
kurban tersebut.
Sedangkan daging
yang berasal dari persembahan umum, setelah bagian-bagian tertentu diambil
sebagai jatah para pejabat maupun pelaksana kurban di kuil-kuil, sisanya bisa
dijual ke pasar untuk kemudian dijual kembali kepada penduduk kota Korintus.
Dari dua perlakuan
atas sisa-sisa daging kurban tersebutlah muncul masalah yang menjadi pertanyaan
dan perdebatan jemaat di Korintus:
- Apakah boleh seorang Kristen (selanjutnya disebut “Orang Percaya”) ikut memakan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala tersebut di dalam undangan pesta orang kafir?
- Bolehkah orang percaya membeli daging yang telah dipersembahkan kepada berhala tersebut dari pasar? Bagaimana jika tidak diketahui asal-usul dari daging tersebut?
- Pada saat seorang teman ataupun mereka yang memiliki hubungan kekerabatan mengundang orang percaya ke rumahnya, bolehkah dia memakan daging kurban yang diolah dan dihidangkan tuan rumah kepadanya?
Ketiga pertanyaan
ini dijawab sekaligus oleh Paulus dengan memberikan ayat 26 yang berbunyi:
“bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan.” Kalimat yang dikutip dari Mazmur
24 : 1 ini menegaskan bahwa semua makanan di dunia ini boleh dimakan, termasuk
yang telah dipersembahkan kepada berhala dan tidak akan mengakibatkan
keuntungan maupun kerugian apapun baik secara jasmani dan rohani, karena Allah
kita lebih besar dari segala macam berhala di dunia ini. Namun demikian Paulus
mengingatkan pada ayat 28 dan 32, yaitu jika ada orang-orang yang karena
keberatan-keberatan hati nurani memberitahu bahwa makanan itu telah dipersembahkan
kepada berhala, maka janganlah memakannya, karena jika diabaikan dapat menjadi
batu sandungan bagi orang yang ada di sekitarnya. Inilah dia bentuk
penyangkalan diri yang bertujuan agar tiap orang percaya tidak mementingkan
diri sendiri (egois) karena merasa sudah tahu banyak perihal makanan yang
dipersembahkan kepada berhala, tetapi lebih mengutamakan kepentingan orang lain
yang masih lemah imannya ataupun memiliki pengetahuan minim akan hal itu.
Secara eksegesis dikaitkan dengan 1 Korintus 8 : 1 – 13, Paulus menasihati orang percaya di Korintus untuk tidak makan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala.
Menurut Martus A. Maleachi[6] ada tiga prinsip yang menjadi pertimbangan mengenai hal ini, yaitu:
- Pertimbangan Motivasi: dengan menerapkan kasih sebagai prinsip tertinggi. Paulus menasihati mereka yang “kuat pengetahuan”-nya (merasa banyak tahu) soal makanan yang dipersembahkan kepada berhala untuk tidak jatuh dalam kesombongan dan sebaiknya mengedepankan kasih demi mereka yang “lemah pengetahuan”-nya dan sebagai implementasinya yaitu menahan diri (melepas hak) untuk tidak makan di kuil penyembahan berhala;
- Pertimbangan Teologis: yang menekankan hanya ada satu Allah. Sekalipun ada begitu banyak berhala di dunia ini, kita memiliki Allah yang sesungguhnya sebagai sumber segala sesuatu, tujuan dan pengantara kehidupan yang lebih berkuasa daripada allah-allah (dewa-dewi) dan oknum-oknum spiritualitas di balik keberadaan berhala;
- Pertimbangan Praktis: Apapun yang dilakukan oleh orang percaya, khususnya yang berkaitan dengan makan daging yang dipersembahkan kepada berhala, jangan sampai menjadi batu sandungan bagi yang masih lemah atau petobat baru.
Nasihat ini
berpuncak pada ajakan kepada jemaat Korintus dan kita yang hidup di masa kini dalam
kaitannya dengan kehidupan sosial yang pluralistis, untuk melakukan apapun juga
hanya untuk kemuliaan Allah. Dengan demikian setiap orang yang berada di
sekeliling kita juga beroleh keselamatan karena kesaksian hidup yang kita
pancarkan dan beritakan (1 Korintus 10 : 31-32).
Pada bagian akhir
di Ibrani 11 : 1, Paulus memberikan kalimat imperative agar orang percaya
mengikuti nasihat, ajaran dan keteladanan hidupnya, sebagaimana yang dia Imani
dan lakukan yaitu sebagai pengikut Kristus. Tuhan Yesus Memberkati.
*SP*
[1] Browning, W.R.F., 2008, Kamus Alkitab: A Dictionary of
the Bible. Panduan dasar Ke dalam Kitab-Kitab, Tema, Tempat, Tokoh dan Istilah
Alkitabiah, Cet. 3, Gunung
Mulia, Jakarta.
[2] Criswell, W.A., 1955, Jemaat Allah Di Korintus (The
Church of God At Corinth), Alih Bahasa: Wisma Pandia, Th.M.
[3] SABDA dan Tim Alkitab, Kamus Alkitab,
android,sabda,org. Versi 1.2.1,
[4] Barclay, William, 2008, Pemahaman Alkitab Setiap Hari:
Surat 1 dan 2 Korintus, Cet.1, Gunung Mulia, Jakarta.
[6] Maleachi, Martus A., 2001, Daging Yang Dipersembahkan Kepada
Berhala-Berhala: Suatu Eksegese Terhadap 1 Korintus 8 : 1-13, Veritas
2/1: Jurnal Teologi Dan Pelayanan, Halaman 123 – 140.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar