Translate

Selasa, 05 April 2016

MAKANAN YANG DIPERSEMBAHKAN KEPADA BERHALA 1 KORINTUS 10:23 - 11:1 SAOR R.S.S.S. PANJAITAN


MAKANAN YANG DIPERSEMBAHKAN KEPADA BERHALA
1 KORINTUS 10 : 23 – 11 : 1
SAOR R.S.S.S. PANJAITAN

PENDAHULUAN
Pada Rabu 6 April 2016, penulis ditugaskan untuk menjadi pembicara pada cell group Gereja kami di kediaman Keluarga Djami Rihidara, S.H. di wilayah Parung Panjang – Bogor.
Bahan yang digunakan dari buku berjudul Melengkapi ke Dalam dan Menjangkau ke Luar, Class Meeting III-II, yang diterbitkan oleh Lembaga Misi dan Pendidikan Institute Wesley Jakarta. Materi bahasan pada saat cell group tersebut adalah dari pelajaran 6: Hidup untuk Kemuliaan.
Ketika hendak menyiapkan lebih dalam akan materi tersebut, ternyata Penulis sebelumnya sudah memberikan materi yang saling berkaitan saat menjadi pembicara pada Ibadah Persekutuan Doa Legok Permai di dalam komplek perumahan Legok Permai Tangerang di Sabtu, 19 Maret 2014, namun saat itu judul renungan yang disampaikan adalah Pemenang Sejati dan Perikop yang dibahas diambil dari 1 Korintus 9 : 19 – 27.
Kedua perikop bahasan memang masih berkutat seputar kebebasan orang-orang percaya dan batas-batasnya yang dalam pokok bahasannya mengacu kepada 1 Korintus 8. Ajaran yang disampaikan Paulus kepada jemaat di Korintus ini begitu penting dan mendasar khususnya bagi pengikut Kristus yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang pluralistis baik agama maupun kebudayaannya.
Untuk itulah, penulis dengan memohon pertolongan hikmat dan marifat dari Roh Kudus tergerak untuk menjabarkannya dengan menggunakan perikop dari 1 Korintus 10 : 23 – 11 : 1.
TENTANG KOTA DAN JEMAAT KORINTUS
Untuk mempelajari 1 Korintus 8 – 10 harus benar-benar mengerti dengan baik seluk beluk keadaan kota Korintus saat surat Paulus ini disampaikan. Karena berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan orang percaya di sana, disebabkan oleh latar belakang posisi geografis, sejarah, budaya, sosiologis, ekonomi, dan spiritualitas yang dianut masyarakatnya
Nama Korintus sebagai kota diberikan oleh Homer lebih kurang seribu tahun sebelum Kristus. Kota ini terletak di atas tanah genting di Yunani selatan dan termasuk ke dalam provinsi Akhaya yang dibentuk oleh pemerintahan Yunani pada 27 SM. Ketika Paulus mengunjungi Korintus wilayah ini dipimpin oleh gubernur Yunius Galio[1]. Masyarakatnya sebagian besar berbicara dengan bahasa Yunani. Sebagai kota industri (khususnya keramik) dan perdagangan, Korintus memiliki dua pelabuhan yaitu Lekheum di sebelah barat dan Kengkrea di sebelah timur. Kehidupan spiritualitas Korintus didominasi oleh para pengagum dan penyembah dewi cinta yang disebut Venus atau Aphrodite dalam bahasa Yunani. Ritual penyembahan kepada dewi Aphrodite dilakukan melalui ribuan wanita yang disebut Hierodouloi (Yun.), yang bertugas sebagai budak-budak kuil. Para Hierodouloi ini ditetapkan sebagai nyonya rumah, dan penyembahan kepada Aphrodite dilakukan melalui mereka berupa pesta seks yang gila dan mengerikan[2]. Oleh karena itu tidak mengherankan bila penduduk Korintus lainnya biasa melakukan pesta pora seksual dengan berbagai penyimpangannya sebagai internalisasi dan implementasi kehidupan spiritualitas, yang dilakukan di kuil tempat penyembahan dewi cinta mereka[3] bahkan merangsek masuk ke dalam jemaat Kristen di Korintus.
Surat 1 Korintus ditulis sekitar 55 M atau 25 tahun pasca pertemuan Paulus dengan Tuhan Yesus dalam perjalanannya ke Damsyik (Kisah Para Rasul 9 : 1 – 18) atau 14 tahun sejak pertama kalinya Paulus diutus untuk melayani sebagai rasul di wilayah non Yahudi yang ditandai dengan tibanya Paulus di pelabuhan Salamis, Siprus (Kisah Para Rasul 13 : 1 – 5).
Khusus untuk pelayanan di Korintus, Kisah para rasul 18 mencatat tentang pelayanan Paulus pertama kali di kota ini dalam perjalanan misinya yang kedua. Dialah yang mendirikan jemaat di sana dan pertemuan ibadah pertama kali dilakukan di rumah pasangan suami istri Yahudi yaitu Priskila dan Akwila yang telah menjadi Kristen  dan terusir dari Roma di masa Kaisar Klaudius sekitar 49 M (Kisah Para Rasul 18 : 2). Keberadaan Paulus di Korintus cukup lama yaitu 18 bulan dan merupakan pelayanan menetap yang terlama di suatu kota dalam perjalanan misinya.
Anggota jemaat mula-mula adalah beberapa orang Yahudi namun kebanyakan non Yahudi yang dulunya para penyembah berhala.
Setelah Paulus meninggalkan Korintus, berbagai masalah mengguncang gereja muda tersebut dan terancam pecah. Masalah-masalah yang dihadapi dan perlu mendapatkan ajaran dan nasihat yaitu:
a. Jemaat yang mengkotakkan diri kedalam empat golongan: Paulus, Apolos, Kefas dan Kristus;
b.  Pengertian yang salah mengenai hikmat dan pelayanan Kristen;
c.  Selibat, Perkawinan, Perzinaan dan kebejatan seksual;
d.  Persoalan hukum sekuler diantara orang-orang Kristen;
e. Kemerdekaan Kristen yang berkaitan dengan penyembahan berhala, makanan, dan kepercayaan diri yang berlebihan;
f.  Mengenai ibadah bersama: tudung kepala wanita, sikap mengikuti perjamuan Tuhan, karunia rohani;
g.  Masalah kebangkitan orang mati; dan
h.  Pengumpulan uang untuk mendukung pelayanan orang kudus.
Apa yang Allah kehendaki untuk diajarkan dan dipedomani oleh umat manusia sampai Maranatha, sungguh banyak disampaikan dalam Surat Korintus. Pengajaran yang menyempurnakan topik-topik terkait yang sudah diatur dalam Perjanjian Lama dan mencegah terjadinya kontaminasi pengajaran duniawi ataupun sinkretisme yang justru merusak kemurnian ajaran sorgawi.
Thema utama yang disampaikan dalam 1 Korintus 10 : 23 – 11 : 1 adalah perihal penggunaan kemerdekaan Kristen. Thema ini dijabarkan mulai dari 1 Korintus 8 : 1 sampai 1 Korintus 11 : 1.
William Barclay menguraikan pasal-pasal ini menjadi[4] :
Pasal 8                      : Nasihat bagi orang bijak
Pasal 9 : 1 – 14          : Hak-hak istimewa yang tidak dituntut
Pasal 9 : 15 – 23        : Hak istimewa dan kewajiban
Pasal 9 : 24 – 27        : Pertandingan yang sesungguhnya
Pasal 10 : 1 – 13        : Bahaya dari rasa percaya diri yang berlebihan
Pasal 10 : 14 – 22      : Kewajiban terhadap Sakramen
Pasal 10 : 23 – 11 : 1 : Batas-batas kebebasan orang Kristen
KEMERDEKAAN KRISTEN
Paulus menekankan mengenai kemerdekaan Kristen dengan mencontohkan dirinya terlebih dahulu selaku rasul atau pemberita Injil dengan berbagai hak yang semestinya dia peroleh. Namun demi kasih kepada sesama dan menghindari diri menjadi batu sandungan bagi orang-orang Kristen yang masih lemah pemahamannya, maka dia mengeyampingkan hak-hak yang seharusnya diterima tersebut.


Hak yang dimaksud adalah “upah” sebagai pemberita Injil dari mereka yang dilayaninya (1 Korintus 9 : 14). Tanpa sungkan Paulus menjelaskan bahwa mereka yang menabur benih rohani bagi jemaat mempunyai upah untuk menuai hasil duniawi dari padanya (1 Korintus 9 : 11), karena bukankah para Penabur Firman inipun perlu makan, minum dan akomodasi lainnya untuk kehidupan sehari-hari? Lebih tegas Paulus memberikan perbandingan dengan tentara yang maju dalam perang, petani kebun anggur atau peternak yang memelihara domba. Bukankah semua pekerjaan itu mendapatkan upahnya? (1 Korintus 9 : 7).


Akan tetapi hak atas upah tersebut dia kesampingkan demi tercapainya pemberitaan Injil. Andaikanpun mendapatkan upah, maka upah yang dimaksud oleh Paulus atas hasil pekerjaannya adalah: bahwa dia boleh memberitakan Injil tanpa upah (1 Korintus 9 : 18)! Luar biasa sekali komitmen dan idealisme dari Paulus. Sikap ini membuatnya merdeka terhadap semua orang, karena tidak ada pamrih sama sekali atau dengan perkataan lain, Paulus tidak bergantung kepada siapapun dalam segala hal.


Konsekuensi dari sikap tersebut adalah kerelaan untuk hidup berkekurangan dan disiplin pribadi yang kuat. Ini adalah suatu penyangkalan diri yang luar biasa yang diharapkan juga diteladani oleh jemaat di Korintus terhadap masalah makan daging yang dipersembahkan kepada berhala.

BERHALA DAN PENYEMBAHAN BERHALA
Sebelum masuk kepada pokok bahasan utama tulisan ini yaitu Pasal 10 : 23 – 11 : 1, maka mari terlebih dahulu kita membahas tentang Berhala.
Berhala (Eidolon, Yun) adalah benda-benda (patung, dan sejenisnya) baik dari kayu, batu atau logam yang disembah dan dipuja oleh manusia. Untuk berhala tersebut, penyembahnya mau melakukan apa saja demi menyenangkan dan mengagungkan oknum/roh dibelakang berhala tersebut.

Dr. Karel Sosipater menguraikan pengertian patung berdasarkan bahasa aslinya di Perjanjian Lama dalam beberapa jenis[5]:

  1. Masseka
Patung tuangan yang dalam pembuatannya dilakukan dalam cetakan tembaga, perak ataupun emas (Keluaran 32 : 4; 1 Raja-raja 14 : 9).

  1. Pesel
Patung yang dibuat dari kayu atau batu yang diukir kemudian diberhalakan atau disembah (Ulangan 4 : 28; 5 : 8; Yesaya 44 : 15).

  1. Khammanim
Mezbah-mezbah pedupaan (Imamat 26 : 30; Yesaya 17 : 8).

  1. Terafim
Patung kecil (Kejadian 31 : 34) atau patung besar (1 Samuel 19 : 13 – 16) disebut juga sebagai patung sembahan Mikha (Hakim-Hakim 17, 18) dan dianggap pula sebagai berhala dewa rumah tangga (Kejadian 31 : 19, 30).

  1. Tselem
Patung logam besar yang dimimpikan Raja Nebukadnezar (Daniel 2), diartikan juga sebagai patung berhala emas (Daniel 3).

Bangsa Israel pernah memberontak kepada Allah dan hambaNYA Musa dalam peristiwa “Anak Lembu Emas” di Keluaran 32 : 1 – 35.
Berhala (Masseka) buatan bangsa Israel ini diminta sendiri oleh mereka, dari bahan terbaik (emas) yang mereka miliki, dibentuk menjadi anak lembu, dibuatkan mezbah, ditetapkan hari perayaannya, diberikan persembahan korban bakaran dan keselamatan, dan sebagai tanda sukacita mereka melakukan perjamuan besar karena meyakini telah memiliki allah penuntun kehidupan. Atas berhala dan penyembahan berhala ini, Musa memerintahkan bani Lewi yang masih tetap setia kepada Allah untuk membunuh orang-orang Israel tersebut dan tercatat hari itu tiga ribu orang tewas!

Berhala tidak hanya berupa benda sesembahan yang dapat disembah. Dalam Kolose 3 : 5, Paulus mengatakan bahwa keserakahan adalah sama dengan penyembahan berhala. Lebih luas lagi: Segala sesuatu yang diutamakan baik material maupun spiritual menyamai ataupun melebihi kepada Tuhan adalah sikap pemberhalaan atau memposisikannya sebagai berhala.

Salah satu kebiasaan dalam penyembahan berhala adalah dengan mempersembahkan korban berupa hewan di kuil atau tempat berhala tersebut berada. Makanan berupa daging hewan yang telah dikurbankan untuk dipersembahkan kepada berhala  inilah yang menjadi pangkal masalah utama, yang kemudian membangun pembahasan pengajaran yang disampaikan Paulus dalam Pasal 8 sampai 10. Khusus pasal 10, Paulus menghubungkan sikap dan perbuatan dosa jemaat Korintus dengan mengingatkan mereka atas apa yang juga dilakukan oleh bangsa Israel saat dalam perjalanan menuju tanah perjanjian.

1 KORINTUS 10 : 23 – 11 : 1


Perikop ini dimulai dengan kalimat filsafatis sebagai penekanan atau pedoman untuk ayat-ayat berikutnya.
Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu untuk membangun.”

Kalimat ini digunakan Paulus sebagai panduan (kaidah emas) sekaligus kesaksian dirinya sebagai teladan mengenai prinsip penyangkalan diri demi memperkuat yang lemah rohaninya, dan pemberitaan keselamatan Kristus kepada yang belum percaya.

Masalah utama yang diuraikan pada perikop ini adalah mengenai sisa-sisa daging persembahan berhala. Biasanya persembahan kurban kepada dewa-dewi kafir orang Korintus datangnya dari dua pihak yaitu sebagai kurban pribadi dan kurban umum.

Setelah hewan dikurbankan maka bagian-bagian tertentu dari daging yang tersisa, diperuntukkan bagi pihak yang memberikan kurban tersebut.

Untuk kurban pribadi, daging sisanya diolah dan dikonsumsi sendiri maupun sebagai menu hidangan pesta dengan mengundang sanak saudara pihak yang mempersembahkan kurban tersebut.
Sedangkan daging yang berasal dari persembahan umum, setelah bagian-bagian tertentu diambil sebagai jatah para pejabat maupun pelaksana kurban di kuil-kuil, sisanya bisa dijual ke pasar untuk kemudian dijual kembali kepada penduduk kota Korintus.

Dari dua perlakuan atas sisa-sisa daging kurban tersebutlah muncul masalah yang menjadi pertanyaan dan perdebatan jemaat di Korintus:

  1. Apakah boleh seorang Kristen (selanjutnya disebut “Orang Percaya”) ikut memakan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala tersebut di dalam undangan pesta orang kafir?
  2. Bolehkah orang percaya membeli daging yang telah dipersembahkan kepada berhala tersebut dari pasar? Bagaimana jika tidak diketahui asal-usul dari daging tersebut?
  3. Pada saat seorang teman ataupun mereka yang memiliki hubungan kekerabatan mengundang orang percaya ke rumahnya, bolehkah dia memakan daging kurban yang diolah dan dihidangkan tuan rumah kepadanya?
Ketiga pertanyaan ini dijawab sekaligus oleh Paulus dengan memberikan ayat 26 yang berbunyi: “bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan.” Kalimat yang dikutip dari Mazmur 24 : 1 ini menegaskan bahwa semua makanan di dunia ini boleh dimakan, termasuk yang telah dipersembahkan kepada berhala dan tidak akan mengakibatkan keuntungan maupun kerugian apapun baik secara jasmani dan rohani, karena Allah kita lebih besar dari segala macam berhala di dunia ini. Namun demikian Paulus mengingatkan pada ayat 28 dan 32, yaitu jika ada orang-orang yang karena keberatan-keberatan hati nurani memberitahu bahwa makanan itu telah dipersembahkan kepada berhala, maka janganlah memakannya, karena jika diabaikan dapat menjadi batu sandungan bagi orang yang ada di sekitarnya. Inilah dia bentuk penyangkalan diri yang bertujuan agar tiap orang percaya tidak mementingkan diri sendiri (egois) karena merasa sudah tahu banyak perihal makanan yang dipersembahkan kepada berhala, tetapi lebih mengutamakan kepentingan orang lain yang masih lemah imannya ataupun memiliki pengetahuan minim akan hal itu.

Secara eksegesis dikaitkan dengan 1 Korintus 8 : 1 – 13, Paulus menasihati orang percaya di Korintus untuk tidak makan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala.

Menurut Martus A. Maleachi[6] ada tiga prinsip yang menjadi pertimbangan mengenai hal ini, yaitu:

  1. Pertimbangan Motivasi: dengan menerapkan kasih sebagai prinsip tertinggi. Paulus menasihati mereka yang “kuat pengetahuan”-nya (merasa banyak tahu) soal makanan yang dipersembahkan kepada berhala untuk tidak jatuh dalam kesombongan dan sebaiknya mengedepankan kasih demi mereka yang “lemah pengetahuan”-nya dan sebagai implementasinya yaitu menahan diri (melepas hak) untuk tidak makan di kuil penyembahan berhala;
  2. Pertimbangan Teologis: yang menekankan hanya ada satu Allah. Sekalipun ada begitu banyak berhala di dunia ini, kita memiliki Allah yang sesungguhnya sebagai sumber segala sesuatu, tujuan dan pengantara kehidupan yang lebih berkuasa daripada allah-allah (dewa-dewi) dan oknum-oknum spiritualitas di balik keberadaan berhala;
  3. Pertimbangan Praktis: Apapun yang dilakukan oleh orang percaya, khususnya yang berkaitan dengan makan daging yang dipersembahkan kepada berhala, jangan sampai menjadi batu sandungan bagi yang masih lemah atau petobat baru.
Nasihat ini berpuncak pada ajakan kepada jemaat Korintus dan kita yang hidup di masa kini dalam kaitannya dengan kehidupan sosial yang pluralistis, untuk melakukan apapun juga hanya untuk kemuliaan Allah. Dengan demikian setiap orang yang berada di sekeliling kita juga beroleh keselamatan karena kesaksian hidup yang kita pancarkan dan beritakan (1 Korintus 10 : 31-32).

Pada bagian akhir di Ibrani 11 : 1, Paulus memberikan kalimat imperative agar orang percaya mengikuti nasihat, ajaran dan keteladanan hidupnya, sebagaimana yang dia Imani dan lakukan yaitu sebagai pengikut Kristus. Tuhan Yesus Memberkati.

*SP*





[1]  Browning, W.R.F., 2008, Kamus Alkitab: A Dictionary of the Bible. Panduan dasar Ke dalam Kitab-Kitab, Tema, Tempat, Tokoh dan Istilah Alkitabiah, Cet. 3,  Gunung Mulia, Jakarta.
[2]  Criswell, W.A., 1955, Jemaat Allah Di Korintus (The Church of God At Corinth), Alih Bahasa: Wisma Pandia, Th.M.
[3]  SABDA dan Tim Alkitab, Kamus Alkitab, android,sabda,org. Versi 1.2.1,
[4]  Barclay, William, 2008, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat 1 dan 2 Korintus, Cet.1, Gunung Mulia, Jakarta.
[5]  Sosipater, Karel, 2010,  Etika Perjanjian Lama, Cet. 1, Suara Harapan Bangsa, Jakarta.
[6]  Maleachi, Martus A., 2001,  Daging Yang Dipersembahkan Kepada Berhala-Berhala: Suatu Eksegese Terhadap 1 Korintus 8 : 1-13, Veritas 2/1: Jurnal Teologi Dan Pelayanan, Halaman 123 – 140.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar