JANGAN MEMBUNUH
Pendahuluan
Peristiwa
penghilangan nyawa (pembunuhan) pertama yang terjadi dalam sejarah keberadaan
manusia adalah ketika Kain karena cemburu dan marahnya (panas hati),
membunuh Habel,
adiknya sendiri (Kejadian 4 : 1-16).
Sejak itu sampai
dunia berakhir, tindakan pembunuhan menjadi cara yang dipandang biasa oleh
manusia untuk menyelesaikan masalah.
Allah tidak
menghendaki manusia ciptaanNYA saling membinasakan. Oleh karena itu Allah
memberikan perintah yang merupakan hokum, dan tertulis sebagai Hukum Taurat ke
VI dengan bunyi “Jangan Membunuh” (Keluaran 20 : 13).
Konsep pemikiran hukum ini adalah bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan,
sehingga yang berhak atas hidupnya adalah Tuhan. Hukum ini juga bermakna bahwa
manusia harus menghargai usaha memperjuangkan hidup/hak hidup.
Terminologi
Kata Ibrani yang
digunakan untuk Membunuh adalah Ratsach sedangkan kata Yunaninya
adalah Phoneuo.
Dalam bahasa
Inggris digunakan kata Kill, Murder, Slay,
ataupun Put to Death.
Selain kata
Membunuh, dalam bahasa Indonesia kata yang dipersamakan dengan itu adalah Mematikan,
Membinasakan,
termasuk juga pengertian Membunuh karena terpaksa.
Makna Membunuh
Membunuh adalah
melanggar atau “merampas” hak asasi setiap pribadi untuk hidup di dunia. Karena
kesempatan hidup hanya dialami sekali saja oleh seseorang dalam hidupnya di
muka bumi.
Perintah jangan
membunuh berarti larangan menghilangkan nyawa atau hidup seseorang.
Macam-macam Perbuatan Membunuh
Berdasarkan
perbuatan yang dilakukan tindakan membunuh dapat dibagi dalam beberapa macam,
yaitu :
1.
Membunuh Orang Lain
a. Membunuh sebagai
tujuan
Perbuatan ini
dilakukan secara sengaja, direncanakan dan langsung terhadap korban. Firman
Tuhan mengidentifikasi penyebab pembunuhan ini adalah : Kemarahan, iri hati,
dendam, kebencian, permusuhan, dll (Bandingkan dengan 1 Yohanes 3 : 15).
b. Membunuh sebagai
akibat
Kematian yang
terjadi diakibatkan dari perbuatan dimana korban tidak menjadi sasaran langsung
atau tidak disengaja.
Contohnya adalah
terdesak dalam perampokan, menabrak karena rem blong, dll.
2.
Bunuh Diri
Kata Yunani untuk bunuh
diri adalah Apancho yang artinya menahan (nafas
sampai mati), menyebabkan kematian dirinya sendiri dengan menggantung diri (Apanchomai), menggantung
dirinya sendiri atau melakukan bunuh diri (Mat. 27:5).
Menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia, bunuh diri adalah “sengaja mematikan diri sendiri.
Jadi, di dalam praktek bunuh diri yang berinisiatif dan yang mengambil tindakan
adalah dirinya sendiri.
Menurut kamus
Wikipedia, bunuh diri adalah : “the act of intentionally terminating
one’s own life.”
Sedangkan
menurut Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary bunuh diri adalah “the
act or an instance of taking one’s own life voluntarily and intentionally
especially by a person of years of discretion and of sound mind.”
Tindakan secara
sadar menghilangkan nyawa sendiri adalah perbuatan dosa, karena hanya Allah
Sang Khalik yang berhak mengambil nyawa hidup seseorang, bukan si ciptaan yang
diberi kehidupan tersebut dengan kata lain hanya pemberi hidup yang dapat
mengambil kembali pemberian tersebut, bukan yang diberi. Alkitab menyatakan bunuh diri adalah pembunuhan dan perbuatan itu selalu salah.
Alkitab secara khusus mencatat empat orang yang bunuh diri :
a. Saul (1 Samuel 31);
b. Akhitofel,
penasehat Daud yang memihak Absalom (2 Samuel 17 : 23);
c. Zimri
(1 Raja raja 16 :18);
d. Yudas Iskariot yang
menggantung dirinya sebagai puncak rasa bersalah setelah mengkhianati Tuhan
Yesus (Matius 27 : 5).
Seorang Kristen sejati dipanggil untuk hidup bagi Tuhan, sangat diragukan
kesejatian iman seseorang, jika ia melakukan bunuh diri karena perbuatan ini
adalah dosa yang serius.
3.
Euthanasia
Istilah ini berasal
dari kata Yunani Eu dan Thanasia yang artinya “Kematian yang
baik.”
“Pematian” terjadi
karena alasan belas kasihan terhadap penderitaan seseorang yang berstatus
sebagai pasien. Tindakan ini tentunya terjadi dalam lingkup kedokteran.
Euthanasia dapat dilakukan karena faktor “sukarela” dan “keterpaksaan.”
Ada dua jenis
Euthanasia :
a. Euthanasia Aktif
Tindakan mencabut
nyawa pasien oleh dokter (biasanya dengan suntikan) atas permintaan pasien
(secara sadar) atau keluarganya karena kesimpulan diagnosis menyatakan penyakit
yang diderita tidak dapat disembuhkan (mati untuk menghentikan penderitaan).
b. Euthanasia Pasif
Tindakan
mengijinkan kematian melalui penghentian atau penolakan dengan sengaja semua
bantuan medis.
4.
Aborsi
Aborsi (Abortion,
Inggris) berarti pengguguran kandungan, keguguran, abortus dan keluron.
Pembunuhan yang
dilakukan terhadap bakal bayi atau janin yang masih berada di dalam kandungan.
Ada 2 macam aborsi
yaitu :
a. Abortus spontaneous
Aborsi yang terjadi
dengan sendirinya atau keguguran. Dalam kasus seperti ini tidak ada niat dari
yang keguguran untuk menggugurkan janinnya.
b. Abortus Provocatus
Abortus inilah yang
terkategorikan sebagai tindakan mengakhiri kehidupan janin dalam kandungan yang
dilakukan dengan sengaja, dan terbagi lagi menjadi dua jenis yaitu :
b.1. Hasil
keputusan dokter dengan alasan medis yang tidak melanggar hukum
dengan pertimbangan demi menyelamatkan nyawa sang ibu sementara janinnya memang
sudah tidak mungkin untuk diselamatkan.
b.2. Aborsi
kriminalis yang dilakukan tanpa alasan medis, baik atas kehendak si ibu yang
mengandung, orang lain maupun kesepakatan bersama. Dalam keadaan ini,
baik si ibu maupun janin tidak bermasalah secara medis. Perbuatan biasanya
dilakukan untuk menutupi rasa malu ataupun kekhawatiran ketidakmampuan secara
ekonomi jika bayi tersebut dilahirkan dan dibesarkan.
Aborsi kriminalis
merupakan tindakan pembunuhan yang tidak bermoral dan kejam. Kebanyakan para pelaku baik si wanita yang mengandung, pasangannya atau
yang menyuruh melakukan, tidak mengetahu detail proses yang dilakukan terhadap
janin..
Metode Aborsi
a. Dilatation and
Curettage
(Dilatasi dan kuret)
Leher rahim diperbesar, lalu dimasukkan alat yang tajam untuk
mencabik-cabik tubuh janin, lalu dilepaskan dari dinding rahim untuk kemudian
dibuang keluar. Biasanya banyak terjadi pendarahan dan mudah terinfeksi bahkan
komplikasi hebat.
b.
Sunction (Tehnik penyedotan)
Leher rahim diperbesar, dimasukkan alat penyedot berkekuatan tinggi ke
rahim, lalu janin disedot sehingga tercabik-cabik jadi potongan kecil dan masuk
kedalam botol. Cara ini tidak banyak mengakibatkan pendarahan.
c.
Hysteronomy
Dilakukan dengan pembedahan kecil, janin dievakuasi melalui dinding rahim,
setelah pembedahan janin yang masih bernyawa dibiarkan mati.
d.
Salt Poisoned (Peracunan dengan garam)
Prosesnya dimulai dengan memasukkan jarum panjang ke rahim untuk menyedot
cairan yang ada, kemudian disuntikkan larutan garam pekat sehingga janin
menelan larutan garam beracun. Janin seolah dibakar hidup dan mati dengan kulit
hangus terbakar. Tindakan ini biasanya dilakukan jika janin sudah berusia 4
bulan.
e.
Prostaglandin
Menyuntikkan hormon prostaglandin ke rahim sehingga terjadi kontraksi
uterus dan bayi akan keluar prematur.
Lima cara aborsi di atas dijabarkan agar kita semua tahu betapa brutal dan
mengerikannya proses aborsi dimana para pelaku kebanyakan tidak tahu detail
proses yang biadab ini.
Biasanya faktor-faktor penyebab aborsi adalah masalah ekonomi, sosial,
kepentingan karir, jenis kelamin, penyakit, dan tentunya alasan untuk
menyelamatkan nyawa si ibu.
Firman Tuhan sebenarnya ada mengatur tentang hal ini. Di dalam Keluaran 21
: 22-23 diatur mengenai keguguran. Pada ayat 23 jelas disebutkan bahwa jika
perempuan yang sedang mengandung tertumbuk oleh seseorang yang melakukan
perkelahian, sekalipun tidak sengaja, namun jika tumbukan tersebut
mengakibatkan kematian pada janin dalam kandungan maupun si ibu, maka
berlakulah nyawa ganti nyawa, dengan kata lain hukuman mati!
Manusia/Janin Baru
Menurut Kekristenan
Saat terjadi konsepsi sel ovum oleh spermatozoon atau pembuahan sel telur
oleh sperma, maka dapat dikatakan telah tercipta manusia baru yang hidup.
Kepribadian sudah mulai terbentuk saat mulai dikandung karena Zigot
(ovum yang terbuahi) telah memiliki kehidupan, dimana ciri manusia dan
identitas genetiknya sudah dapat ditentukan dalam saat usia zigot.
Di tengah dunia yang begitu permisif terhadap free sex saat ini, kerusakan
hakikat eksistensi manusia dalam perannya sebagai penguasa yang bertanggung
jawab atas seluruh ciptaan Allah (Kejadian 1 : 26), membuat manusia tidak lagi
menghargai hidup yang telah diberikan. Demikian pula perannya sebagai pelaku
utama peradaban akan rusak ketika keluarga yang menjadi inti dari masyarakat
dan negara tidak dibentuk ataupun jika telah terbentuk namun rusak karena
ketidaksetiaan perkawinan, maka proses pendidikan dan pengajaran baik rohaniah
maupun sekuler tidak akan dapat dilakukan pada generasi penerus.
Fenomena sex untuk kesenangan, orang tua tunggal karena perceraian,
disorientasi figur ayah dan ibu serta solusi instan melalui aborsi atas
perbuatan seksuil yang tidak bertanggung jawab, bagaikan kanker mematikan yang
menggerogoti manusia sebagai mahkluk ciptaan Allah (hilangnya tujuan sebagai
alat kemuliaanNYA) sekaligus sebagai mahkluk sosial yang memiliki
ketergantungan dengan sesamanya.
5. Hukuman Mati (Capital Punishment)
Bagaimanakah legitimasi hukuman mati menurut Alkitab?
Ada beberapa pandangan mengenai hukuman mati :
a. Setuju hukuman mati
Perjanjian Lama mengatur tentang hukuman mati.
Hal ini dapat kita lihat dalam Bilangan 35 : 31 dan Kejadian 9 : 6.
Hukuman mati berlaku pada kriminal dan pelanggar
hukum taurat seperti : membunuh (Kel 12:12; Bil
35:16-31), menculik (Kel 21:16), bekerja pada hari Sabat (Kel 35:2), mengutuk ayah atau ibu (Im
20:9), berzinah (Im 20:10-12),
homoseksual (Im
20:13-16), bernubuat palsu (Ul 13:1-10)
penyembah berhala (Ul 17:2-7), anak yang durhaka (Ul 21:18-21), memperkosa (Ul 22:25), dan lain-lain.
Cara
untuk penghukuman mati ialah dengan dibakar
atau dilempari batu.
Alkitab mengakui bahwa tidak semua pemerintahan
itu baik, dimana di pengadilanpun terdapat ketidak adilan (Pengkhotbah 3 : 16).
Dalam Perjanjian Baru, Allah memberi kuasa kepada
pemerintah untuk membuat peraturan perundang-undangan demi menjaga
keamanan, ketertiban dan keadilan bagi
rakyatnya. Salah satu kewenangan pemerintah adalah menerapkan sanksi/hukuman terberat bagi para
pelaku tindak pidana tertentu, yaitu hukuman mati (Roma 13 : 1 – 4).
b. Menolak hukuman mati
Dalam etika Kristen idealnya hukuman mati tidak
dilakukan lagi karena Tuhanlah yang memberikan hidup dan yang berhak mencabut kehidupan.
Namun faktor ideal dapat menimbulkan aspek
kekecualian dalam perkara khusus. Kasih pengampunan Allah yang melampaui segala
akal dan pikiran dapat dijadikan barometer bagi pemerintah khususnya para
penegak hukum untuk tidak menjatuhkan hukuman mati .
Dikaitkan dengan hukum, ilmu pidana modern lebih
menekankan kepada rehabilitasi dari pada retribusi. Uraian di atas banyak
dianut oleh penganut Teologi Liberal, sebab mereka lebih mementingkan penebusan
sosial daripada penebusan pribadi.
Markus 3 : 29 dan Lukas 12 : 10 menegaskan bahwa
dosa yang tak terampunkan adalah penghujatan terhadap Roh Kudus.
Sejahat-jahatnya manusia, selama hidupnya, kasih anugerah pengampunan berlaku
atas dirinya. Persoalannya adalah apakah yang bersangkutan mau melakukan
pertobatan. Dengan pemahaman ini, maka seorang terpidana yang diputuskan
hukuman mati, sesungguhnya masih memiliki kesempatan untuk melakukan
pertobatan. Kesempatan tersebut terenggut jika hukuman mati segera dilaksanakan.
Dapat dipahami bagi mereka yang menolak hukuman mati dengan penjelasan sebagaimana
yang diuraikan di atas.
6.
Membunuh dalam
Peperangan
Mari kita simak kata Ibrani untuk perang. Kata
yang digunakan adalah Milkhama,
akar katanya adalah Lakham yang
artinya Berperang, merapatkan barisan atau serdadu dalam kesatuan tempur.
Dalam konteks Perjanjian Lama yang Teokrasi,
perang dilakukan harus sesuai dengan kehendak/perintah ataupun pimpinan Allah.
Sedangkan dalam konteks Perjanjian Baru dan etika
kontemporer, perang tidak dapat dibenarkan, karena perintah Yesus telah jelas bahwa
umat Allah wajib mengasihi sesama termasuk mengasihi musuh.
Timbul pertanyaan, bagaimana jika perang terpaksa
harus dilakukan karena terlebih dahulu diserang (defensif)?
Berikut beberapa hal yang dapat dijadikan rambu
sebagai respon atas keterpaksaan karena diserang tersebut :
1. Pemerintah mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk senantiasa melindungi
rakyatnya.
2. Perang bukanlah solusi. Sekalipun telah diserang namun dialog/
perundingan harus terus menerus diupayakan. Melibatkan negara ketiga yang
netral sebagai penengah dan ataupun membawa masalah sebagai pemicu perang ke
persidangan mahkamah internasional juga dapat menjadi alternatif menghentikan
perang.
3. Perang sebagai keterpaksaan dilakukan hanya demi memperjuangkan
perlingungan dan keamanan bagi rakyat. Pendapat ini bagi sebagian pakar etika
Kristen dijadikan dasar bahwa perang masih dapat dibenarkan.
Pandangan mendasar tentang etika kristen
khususnya mengenai perang ini memang masih menjadi perdebatan serius. Namun
pedoman dasar sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan harus disampaikan sehingga
pembunuhan dalam peperangan setidaknya dapat diminimalisir. Apapun alasannya,
peperangan dalam sejarah dunia melahirkan penderitaan yang berkepanjangan dan
pembunuhan memegang peran utama di dalamnya. Melalui peranglah, pembunuhan
terhadap sesama terjadi secara masif.
Sikap Umat Kristen dalam Berperang
Pelanggaran terhadap hukum Taurat ke-VI dapat
dicegah jika umat Tuhan mempunyai prinsip yang benar terhadap perang.
Umat Tuhan terikat dalam dua kerajaan :
a.
Kerajaan Allah
b.
Kerajaan dunia (Republik, kerajaan, dll)
Norman L. Geiger membagi dalam 3 kategori persoalan membunuh dalam
berperang yang disebabkan adanya perintah dari penguasa :
a.
Aktivisme
Tentara Kristen wajib berpartisipasi. Perintah dari pemerintah wajib
ditaati.
b.
Pasifisme
Tentara Kristen tidak boleh berpartisipasi dalam perang untuk membunuh,
sebab Allah melarang membunuh orang lain.
c.
Selektivisme
Tentara Kristen bersikap selektif dalam menanggapi perintah untuk
berperang. Ukurannya tergantung pada apa yang menjadi motivasi penguasa untuk
berperang.
Hukum Taurat ke VI banyak dilanggar dan menimbulkan banyak korban pada
kasus peperangan. Penting bagi kita untuk memahami apa kata firman Tuhan
tentang peperangan.
Dapat disimpulkan, jika tindakan militer adalah satu-satunya jalan untuk
melindungi dan menyelamatkan rakyat lemah, adalah dapat dibenarkan secara etika
Kristen.
Kesimpulan
Jangan membunuh adalah perintah Tuhan yang sakral yang menegaskan bahwa
hidup itu berharga, kudus dan karenanya harus dipelihara dan jangan dihancurkan.
Hidup berasal dari Tuhan dan manusia harus menghargai kehidupan yang telah
diberikan.
Daftar Bacaan
Horst Balz dan
Gerhard Schneider, Ed., Grand Rapids: William B. Eerdmans Exegetical
Dictionary of The New Testament Volume 1, 1990.
Johannes P.
Louw dan Eugene A. Nida, Greek-English
Lexicon of the New Testament Volume 1, New York: United
Bible Societies, 1989.
J. Verkuyl, Etika Kristen Kapita Selekta, Badan Penerbit
Kristen, Jakarta, 1966.
Lembaga Alkitab
Indonesia, Alkitab
K. Bertens, Perspektif Etika, Kanisius, Yogyakarta, 2001.
Kamus Sabda
Louis Berkhof, Introduction To The New Testament,
2004.
Merriam-Webster, Merriam-Webster’s Collegiate
Dictionary, 2000.
Norman L.
Geisler, Etika Kristen: Pilihan dan
Isu.
W.J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar