Translate

Jumat, 17 Mei 2013

JANGAN MEMBUNUH



JANGAN MEMBUNUH

Pendahuluan
Peristiwa penghilangan nyawa (pembunuhan) pertama yang terjadi dalam sejarah keberadaan manusia adalah ketika Kain karena cemburu dan marahnya (panas hati), membunuh Habel, adiknya sendiri (Kejadian 4 : 1-16).
Sejak itu sampai dunia berakhir, tindakan pembunuhan menjadi cara yang dipandang biasa oleh manusia untuk menyelesaikan masalah.
Allah tidak menghendaki manusia ciptaanNYA saling membinasakan. Oleh karena itu Allah memberikan perintah yang merupakan hokum, dan tertulis sebagai Hukum Taurat ke VI dengan bunyi “Jangan Membunuh” (Keluaran 20 : 13).
Konsep pemikiran hukum ini adalah bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan, sehingga yang berhak atas hidupnya adalah Tuhan. Hukum ini juga bermakna bahwa manusia harus menghargai usaha memperjuangkan hidup/hak hidup.


Terminologi
Kata Ibrani yang digunakan untuk Membunuh adalah Ratsach sedangkan kata Yunaninya adalah Phoneuo.
Dalam bahasa Inggris digunakan kata Kill, Murder, Slay, ataupun Put to Death.
Selain kata Membunuh, dalam bahasa Indonesia kata yang dipersamakan dengan itu adalah Mematikan, Membinasakan, termasuk juga pengertian Membunuh karena terpaksa.

Makna Membunuh
Membunuh adalah melanggar atau “merampas” hak asasi setiap pribadi untuk hidup di dunia. Karena kesempatan hidup hanya dialami sekali saja oleh seseorang dalam hidupnya di muka bumi.
Perintah jangan membunuh berarti larangan menghilangkan nyawa atau hidup seseorang.


Macam-macam Perbuatan Membunuh
Berdasarkan perbuatan yang dilakukan tindakan membunuh dapat dibagi dalam beberapa macam, yaitu :

1.     Membunuh Orang Lain
a.     Membunuh sebagai tujuan
Perbuatan ini dilakukan secara sengaja, direncanakan dan langsung terhadap korban. Firman Tuhan mengidentifikasi penyebab pembunuhan ini adalah : Kemarahan, iri hati, dendam, kebencian, permusuhan, dll (Bandingkan dengan 1 Yohanes 3 : 15).

b.     Membunuh sebagai akibat
Kematian yang terjadi diakibatkan dari perbuatan dimana korban tidak menjadi sasaran langsung atau tidak disengaja.
Contohnya adalah terdesak dalam perampokan, menabrak karena rem blong, dll.

2.     Bunuh Diri
Kata Yunani untuk bunuh diri adalah Apancho yang artinya menahan (nafas sampai mati), menyebabkan kematian dirinya sendiri dengan menggantung diri (Apanchomai), menggantung dirinya sendiri atau melakukan bunuh diri (Mat. 27:5).

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, bunuh diri adalah “sengaja mematikan diri sendiri. Jadi, di dalam praktek bunuh diri yang berinisiatif dan yang mengambil tindakan adalah dirinya sendiri.

Menurut kamus Wikipedia, bunuh diri adalah :  the act of intentionally terminating one’s own life.”

Sedangkan menurut Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary bunuh diri adalah “the act or an instance of taking one’s own life voluntarily and intentionally especially by a person of years of discretion and of sound mind.

Tindakan secara sadar menghilangkan nyawa sendiri adalah perbuatan dosa, karena hanya Allah Sang Khalik yang berhak mengambil nyawa hidup seseorang, bukan si ciptaan yang diberi kehidupan tersebut dengan kata lain hanya pemberi hidup yang dapat mengambil kembali pemberian tersebut, bukan yang diberi. Alkitab menyatakan bunuh diri adalah pembunuhan dan perbuatan itu selalu salah.

Alkitab secara khusus mencatat empat orang yang bunuh diri :
a.    Saul (1 Samuel 31);
b.    Akhitofel, penasehat Daud yang memihak Absalom (2 Samuel 17 : 23);
c.     Zimri (1 Raja raja 16 :18);
d.    Yudas Iskariot yang menggantung dirinya sebagai puncak rasa bersalah setelah mengkhianati Tuhan Yesus (Matius 27 : 5).

Seorang Kristen sejati dipanggil untuk hidup bagi Tuhan, sangat diragukan kesejatian iman seseorang, jika ia melakukan bunuh diri karena perbuatan ini adalah dosa yang serius.

3.     Euthanasia
Istilah ini berasal dari kata Yunani Eu dan Thanasia yang artinya “Kematian yang baik.”
“Pematian” terjadi karena alasan belas kasihan terhadap penderitaan seseorang yang berstatus sebagai pasien. Tindakan ini tentunya terjadi dalam lingkup kedokteran. Euthanasia dapat dilakukan karena faktor “sukarela” dan “keterpaksaan.”

Ada dua jenis Euthanasia :
a.     Euthanasia Aktif
Tindakan mencabut nyawa pasien oleh dokter (biasanya dengan suntikan) atas permintaan pasien (secara sadar) atau keluarganya karena kesimpulan diagnosis menyatakan penyakit yang diderita tidak dapat disembuhkan (mati untuk menghentikan penderitaan).

b.     Euthanasia Pasif
Tindakan mengijinkan kematian melalui penghentian atau penolakan dengan sengaja semua bantuan medis.

4.    Aborsi
Aborsi (Abortion, Inggris) berarti pengguguran kandungan, keguguran, abortus dan keluron.
Pembunuhan yang dilakukan terhadap bakal bayi atau janin yang masih berada di dalam kandungan.

Ada 2 macam aborsi yaitu :
a.    Abortus spontaneous
Aborsi yang terjadi dengan sendirinya atau keguguran. Dalam kasus seperti ini tidak ada niat dari yang keguguran untuk menggugurkan janinnya.

b.   Abortus Provocatus
Abortus inilah yang terkategorikan sebagai tindakan mengakhiri kehidupan janin dalam kandungan yang dilakukan dengan sengaja, dan terbagi lagi menjadi dua jenis yaitu :

b.1. Hasil keputusan dokter dengan alasan medis yang tidak melanggar hukum dengan pertimbangan demi menyelamatkan nyawa sang ibu sementara janinnya memang sudah tidak mungkin untuk diselamatkan.

b.2. Aborsi kriminalis yang dilakukan tanpa alasan medis, baik atas kehendak si ibu yang mengandung, orang lain maupun kesepakatan bersama. Dalam keadaan ini, baik si ibu maupun janin tidak bermasalah secara medis. Perbuatan biasanya dilakukan untuk menutupi rasa malu ataupun kekhawatiran ketidakmampuan secara ekonomi jika bayi tersebut dilahirkan dan dibesarkan.

Aborsi kriminalis merupakan tindakan pembunuhan yang tidak bermoral dan kejam. Kebanyakan para pelaku baik si wanita yang mengandung, pasangannya atau yang menyuruh melakukan, tidak mengetahu detail proses yang dilakukan terhadap janin..

Metode Aborsi

a.     Dilatation and Curettage (Dilatasi dan kuret)
Leher rahim diperbesar, lalu dimasukkan alat yang tajam untuk mencabik-cabik tubuh janin, lalu dilepaskan dari dinding rahim untuk kemudian dibuang keluar. Biasanya banyak terjadi pendarahan dan mudah terinfeksi bahkan komplikasi hebat.

b.    Sunction (Tehnik penyedotan)
Leher rahim diperbesar, dimasukkan alat penyedot berkekuatan tinggi ke rahim, lalu janin disedot sehingga tercabik-cabik jadi potongan kecil dan masuk kedalam botol. Cara ini tidak banyak mengakibatkan pendarahan.

c.     Hysteronomy
Dilakukan dengan pembedahan kecil, janin dievakuasi melalui dinding rahim, setelah pembedahan janin yang masih bernyawa dibiarkan mati.

d.    Salt Poisoned (Peracunan dengan garam)
Prosesnya dimulai dengan memasukkan jarum panjang ke rahim untuk menyedot cairan yang ada, kemudian disuntikkan larutan garam pekat sehingga janin menelan larutan garam beracun. Janin seolah dibakar hidup dan mati dengan kulit hangus terbakar. Tindakan ini biasanya dilakukan jika janin sudah berusia 4 bulan.

e.    Prostaglandin
Menyuntikkan hormon prostaglandin ke rahim sehingga terjadi kontraksi uterus dan bayi akan keluar prematur.

Lima cara aborsi di atas dijabarkan agar kita semua tahu betapa brutal dan mengerikannya proses aborsi dimana para pelaku kebanyakan tidak tahu detail proses yang biadab ini.

Biasanya faktor-faktor penyebab aborsi adalah masalah ekonomi, sosial, kepentingan karir, jenis kelamin, penyakit, dan tentunya alasan untuk menyelamatkan nyawa si ibu.

Firman Tuhan sebenarnya ada mengatur tentang hal ini. Di dalam Keluaran 21 : 22-23 diatur mengenai keguguran. Pada ayat 23 jelas disebutkan bahwa jika perempuan yang sedang mengandung tertumbuk oleh seseorang yang melakukan perkelahian, sekalipun tidak sengaja, namun jika tumbukan tersebut mengakibatkan kematian pada janin dalam kandungan maupun si ibu, maka berlakulah nyawa ganti nyawa, dengan kata lain hukuman mati!

Manusia/Janin Baru Menurut Kekristenan
Saat terjadi konsepsi sel ovum oleh spermatozoon atau pembuahan sel telur oleh sperma, maka dapat dikatakan telah tercipta manusia baru yang hidup.

Kepribadian sudah mulai terbentuk saat mulai dikandung karena Zigot (ovum yang terbuahi) telah memiliki kehidupan, dimana ciri manusia dan identitas genetiknya sudah dapat ditentukan dalam saat usia zigot.

Di tengah dunia yang begitu permisif terhadap free sex saat ini, kerusakan hakikat eksistensi manusia dalam perannya sebagai penguasa yang bertanggung jawab atas seluruh ciptaan Allah (Kejadian 1 : 26), membuat manusia tidak lagi menghargai hidup yang telah diberikan. Demikian pula perannya sebagai pelaku utama peradaban akan rusak ketika keluarga yang menjadi inti dari masyarakat dan negara tidak dibentuk ataupun jika telah terbentuk namun rusak karena ketidaksetiaan perkawinan, maka proses pendidikan dan pengajaran baik rohaniah maupun sekuler tidak akan dapat dilakukan pada generasi penerus.

Fenomena sex untuk kesenangan, orang tua tunggal karena perceraian, disorientasi figur ayah dan ibu serta solusi instan melalui aborsi atas perbuatan seksuil yang tidak bertanggung jawab, bagaikan kanker mematikan yang menggerogoti manusia sebagai mahkluk ciptaan Allah (hilangnya tujuan sebagai alat kemuliaanNYA) sekaligus sebagai mahkluk sosial yang memiliki ketergantungan dengan sesamanya.

5.    Hukuman Mati (Capital Punishment)
Bagaimanakah legitimasi hukuman mati menurut Alkitab?
Ada beberapa pandangan mengenai hukuman mati :

a.    Setuju hukuman mati
Perjanjian Lama mengatur tentang hukuman mati. Hal ini dapat kita lihat dalam Bilangan 35 : 31 dan Kejadian 9 : 6.

Hukuman mati berlaku pada kriminal dan pelanggar hukum taurat seperti : membunuh (Kel 12:12; Bil 35:16-31), menculik (Kel 21:16), bekerja pada hari Sabat (Kel 35:2), mengutuk ayah atau ibu (Im 20:9), berzinah (Im 20:10-12), homoseksual (Im 20:13-16), bernubuat palsu (Ul 13:1-10) penyembah berhala (Ul 17:2-7), anak yang durhaka (Ul 21:18-21), memperkosa (Ul 22:25), dan lain-lain.


Cara untuk penghukuman mati ialah dengan dibakar atau dilempari batu.

Alkitab mengakui bahwa tidak semua pemerintahan itu baik, dimana di pengadilanpun terdapat ketidak adilan (Pengkhotbah 3 : 16).
Dalam Perjanjian Baru, Allah memberi kuasa kepada pemerintah untuk membuat peraturan perundang-undangan demi menjaga keamanan,  ketertiban dan keadilan bagi rakyatnya. Salah satu kewenangan pemerintah adalah  menerapkan sanksi/hukuman terberat bagi para pelaku tindak pidana tertentu, yaitu hukuman mati (Roma 13 : 1 – 4).

b. Menolak hukuman mati
Dalam etika Kristen idealnya hukuman mati tidak dilakukan lagi karena Tuhanlah yang memberikan hidup dan yang berhak mencabut kehidupan.
Namun faktor ideal dapat menimbulkan aspek kekecualian dalam perkara khusus. Kasih pengampunan Allah yang melampaui segala akal dan pikiran dapat dijadikan barometer bagi pemerintah khususnya para penegak hukum untuk tidak menjatuhkan hukuman mati .

Dikaitkan dengan hukum, ilmu pidana modern lebih menekankan kepada rehabilitasi dari pada retribusi. Uraian di atas banyak dianut oleh penganut Teologi Liberal, sebab mereka lebih mementingkan penebusan sosial daripada penebusan pribadi.

Markus 3 : 29 dan Lukas 12 : 10 menegaskan bahwa dosa yang tak terampunkan adalah penghujatan terhadap Roh Kudus. Sejahat-jahatnya manusia, selama hidupnya, kasih anugerah pengampunan berlaku atas dirinya. Persoalannya adalah apakah yang bersangkutan mau melakukan pertobatan. Dengan pemahaman ini, maka seorang terpidana yang diputuskan hukuman mati, sesungguhnya masih memiliki kesempatan untuk melakukan pertobatan. Kesempatan tersebut terenggut jika hukuman mati segera dilaksanakan. Dapat dipahami bagi mereka yang menolak hukuman mati dengan penjelasan sebagaimana yang diuraikan di atas.

6.    Membunuh dalam Peperangan
Mari kita simak kata Ibrani untuk perang. Kata yang digunakan adalah Milkhama, akar katanya adalah Lakham yang artinya Berperang, merapatkan barisan atau serdadu dalam kesatuan tempur.

Dalam konteks Perjanjian Lama yang Teokrasi, perang dilakukan harus sesuai dengan kehendak/perintah ataupun pimpinan Allah.

Sedangkan dalam konteks Perjanjian Baru dan etika kontemporer, perang tidak dapat dibenarkan, karena perintah Yesus telah jelas bahwa umat Allah wajib mengasihi sesama termasuk mengasihi musuh.

Timbul pertanyaan, bagaimana jika perang terpaksa harus dilakukan karena terlebih dahulu diserang (defensif)?
Berikut beberapa hal yang dapat dijadikan rambu sebagai respon atas keterpaksaan karena diserang tersebut :

1. Pemerintah mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk senantiasa melindungi rakyatnya.
2. Perang bukanlah solusi. Sekalipun telah diserang namun dialog/ perundingan harus terus menerus diupayakan. Melibatkan negara ketiga yang netral sebagai penengah dan ataupun membawa masalah sebagai pemicu perang ke persidangan mahkamah internasional juga dapat menjadi alternatif menghentikan perang.
3. Perang sebagai keterpaksaan dilakukan hanya demi memperjuangkan perlingungan dan keamanan bagi rakyat. Pendapat ini bagi sebagian pakar etika Kristen dijadikan dasar bahwa perang masih dapat dibenarkan.

Pandangan mendasar tentang etika kristen khususnya mengenai perang ini memang masih menjadi perdebatan serius. Namun pedoman dasar sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan harus disampaikan sehingga pembunuhan dalam peperangan setidaknya dapat diminimalisir. Apapun alasannya, peperangan dalam sejarah dunia melahirkan penderitaan yang berkepanjangan dan pembunuhan memegang peran utama di dalamnya. Melalui peranglah, pembunuhan terhadap sesama terjadi secara masif.

Sikap Umat Kristen dalam Berperang
Pelanggaran terhadap hukum Taurat ke-VI dapat dicegah jika umat Tuhan mempunyai prinsip yang benar terhadap perang.
Umat Tuhan terikat dalam dua kerajaan :
a.    Kerajaan Allah
b.    Kerajaan dunia (Republik, kerajaan, dll)

Norman L. Geiger membagi dalam 3 kategori persoalan membunuh dalam berperang yang disebabkan adanya perintah dari penguasa :

a.    Aktivisme
Tentara Kristen wajib berpartisipasi. Perintah dari pemerintah wajib ditaati.

b.    Pasifisme
Tentara Kristen tidak boleh berpartisipasi dalam perang untuk membunuh, sebab Allah melarang membunuh orang lain.

c.     Selektivisme
Tentara Kristen bersikap selektif dalam menanggapi perintah untuk berperang. Ukurannya tergantung pada apa yang menjadi motivasi penguasa untuk berperang.

Hukum Taurat ke VI banyak dilanggar dan menimbulkan banyak korban pada kasus peperangan. Penting bagi kita untuk memahami apa kata firman Tuhan tentang peperangan.
Dapat disimpulkan, jika tindakan militer adalah satu-satunya jalan untuk melindungi dan menyelamatkan rakyat lemah, adalah dapat dibenarkan secara etika Kristen.

Kesimpulan
Jangan membunuh adalah perintah Tuhan yang sakral yang menegaskan bahwa hidup itu berharga, kudus dan karenanya harus dipelihara dan jangan dihancurkan. Hidup berasal dari Tuhan dan manusia harus menghargai kehidupan yang telah diberikan.



Daftar Bacaan

Horst Balz dan Gerhard Schneider, Ed., Grand Rapids: William B. Eerdmans Exegetical Dictionary of The New Testament Volume 1,  1990.
Johannes P. Louw dan Eugene A. Nida, Greek-English Lexicon of the New Testament Volume 1, New York: United Bible Societies, 1989.

J. Verkuyl, Etika Kristen Kapita Selekta, Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1966.
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab

K. Bertens, Perspektif Etika, Kanisius, Yogyakarta, 2001.

Kamus Sabda

Louis Berkhof, Introduction To The New Testament, 2004.

Merriam-Webster, Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary, 2000.
Norman L. Geisler, Etika Kristen: Pilihan dan Isu.
W.J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995.

Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini II, Jakarta, 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar