JANGAN MENGUCAPKAN SAKSI DUSTA
TENTANG SESAMAMU!
Terminologi
Kalimat
perintah yang merupakan Hukum Taurat ke IX ini diberikan ALLAH kepada bangsa
Israel dan tercatat dalam Keluaran 20 : 16.
Kata utama
yang membangun kalimat tersebut adalah Dusta. Dalam bahasa Ibrani kata dusta
yang digunakan adalah “SHEQER” yang juga berarti Palsu,
Bohong, Tidak Benar, Salah atau Keliru. Bisa juga berarti Tidak Sah atau
Pura-pura.
Sedangkan kata Yunani yang digunakan untuk Dusta adalah “Pseudomartureo” yang juga berarti Bohong, Tidak Benar, Khianat, Tidak Setia ataupun Palsu.
Berdasarkan
terminologi di atas maka kalimat jangan mengucapkan saksi dusta dapat diartikan
juga Jangan Berbohong.
Tujuan Hukum
Hukum
Taurat ke-IX diberikan dalam bentuk perintah oleh ALLAH yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya fitnah, ketidak jujuran, dan ketidakbenaran dalam kehidupan
umat ALLAH.
Substansi Hukum
Perintah
ini mengandung substansi bahwa manusia harus mengatakan yang benar dan jujur
terhadap sesamanya.
Bohong Disengaja
Pada umumnya
seseorang sengaja berbohong dikarena beberapa alasan :
1. Takut akibatnya
bila jujur
2. Mengamankan
diri
3. Tidak
adanya kebebasan bicara
Tindakan-tindakan
lain yang dikategorikan juga sebagai berdusta sekalipun tidak
melakukan/mengatakan sesuatu, antara lain: Tutup mulut, membisu, tidak mau
terlibat persoalan orang lain meski tahu yang benar. Sikap berbohong seperti
ini dapat mengakibatkan penderitaan dan kerugian bagi orang yang tidak
bersalah.
Bersaksi Dusta adalah Kekejian bagi Tuhan
Salomo
dalam Amsal 6 : 16-19 menuliskan:
Enam
perkara ini yang dibenci Tuhan, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian
bagi hatiNYA: Mata sombong, LIDAH DUSTA, tangan yang menumpahkan darah orang
yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera
lari menuju kejahatan, SEORANG SAKSI DUSTA yang menyembur-nyemburkan kebohongan
dan yang menimbulkan pertengkaran saudara.
Ayat
lainnya yang berkaitan dengan kesaksian dusta antara lain: Amsal 10 : 31; 18 :
21, Mazmur 52 : 7; 141 : 3 dan Matius 12 : 37.
Bohong Terpaksa
Prinsipnya
kesaksian dusta atau berbohong adalah perbuatan pelanggaran terhadap perintah
ALLAH, artinya siapapun yang melakukannya maka berdosa.
Matius 5 :
37 lebih menegaskan akan pentingnya kejujuran, bahkan di ayat tersebut
ditegaskan “lebih daripada itu berasal dari si jahat”. Jika demikian adanya
bagaimana dengan kisah kesaksian Rahab dalam Yosua 2?
Bukankah
dia berkata yang tidak sebenarnya mengenai keberadaan kedua pengintai?
Dalam kasus
tertentu, kesaksian Rahab dapat dibenarkan karena dia sedang
melindungi/menyelamatkan nyawa kedua pengintai yang memang diperintahkan ALLAH
melalui Yosua. Penting kita perhatikan, bahwa orang suruhan Raja Yerikho adalah
dari bangsa yang tidak mengenal/percaya kepada ALLAH dengan kata lain pertanyaan
yang diajukan oleh orang-orang suruhan raja tersebut adalah pertanyaan dari si
jahat.
Selain itu,
Rahab menyatakan yang bukan sebenarnya juga dikarenakan motivasi kasih. 1
Petrus 4 : 8 menegaskan bahwa Kasih menutupi banyak sekali dosa!
Di bagian
lain Firman Tuhan juga menegaskan akan kasus Rahab ini. Ibrani 11 : 31
menyatakan karena imanlah, Rahab dengan kesaksiannya tersebut tidak turut
binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka. Penyambutannya yang baik kepada
kedua pengintai serta kesaksiannya yang menyelamatkan nyawa keduanya dipandang
sebagai bagian dari implementasi iman sekalipun saat itu resiko kematian bagi
Rahab sangat besar.
Yakobus 2 :
25 kembali menjelaskan bohong terpaksa yang dilakukan Rahab. Ayat tersebut
tanpa tedeng aling bahkan menyebutkan profesi pelacur dari Rahab si berdosa
yang mendapatkan pembenaran atas perbuatan iman yang tanpa takut dilakukannya.
Pembenaran dari Sumber Kebenaran sejati tentunya memposisikan Rahab kedalam
kebenaran perkataan dan tindakan sekalipun ada hal yang kontradiktif dari
kejadian yang sebenarnya. Otoritas pembenaran ini hanya berlaku jika dilakukan
oleh Yang Maha Benar yang berkuasa menghapus/mengampuni dosa manusia.
Bohong Demi Kebaikan
Standar
penilaian dari makna pembenaran yang dilakukan oleh ALLAH juga penting dipakai
sebagai rambu ataupun filter ketika manusia menyatakan berbohong untuk
kebaikan.
Terkadang
kita terjebak dengan argumen berbohong demi kebaikan. Persoalannya adalah
apakah kebaikan tersebut adalah kebaikan dalam rangka untuk kemuliaan ALLAH,
komprehensif dan universal serta terutama tidak bertentangan dengan kebenaran
firman ALLAH?
Kebaikan
bukanlah kebaikan jika hanya berlaku untuk satu atau segelintir orang sementara
merupakan kepahitan dan penderitaan bagi orang lainnya. Standar kebaikan
berdasarkan logika ataupun perasaan manusia dapat menjerumuskan manusia ketika
diperhadapkan dengan bohong demi kebaikan. Standar penilaian harus mengacu
kepada kebenaran sejati di dalam tuntunan hikmat dari Roh Kudus dan Firman
Tuhan!
Si pembohong
melakukan perbuatannya biasanya demi kepentingan/ keuntungan diri yang egois,
ketidak pedulian akan kebenaran dan penderitaan dari korban dusta, dan itu
adalah perbuatan dari si jahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar