FILOSOFI MOTOR 1: SEBUAH PENGANTAR
SAOR R.S.S.S. PANJAITAN
Saya paling senang
menggunakan motor untuk transportasi sehari hari. Selain cepat dan lincah
karena bisa selap-selip di jalan yang macet, hal lain yang patut diperhitungkan
adalah biaya yang murah. Bayangkan, hanya dengan mengeluarkan rata-rata Rp.
30.000.- saya sudah bisa kemana-mana untuk jangka waktu 1 minggu. Memang
biasanya motor saya gunakan untuk berangkat dan pulang kerja serta ke gereja
baik pada minggu maupun hari lainnya yang berkaitan dengan pelayanan.
Selama
bertahun-tahun menggunakan motor, banyak hal yang saya dapatkan sebagai bagian
dari pembelajaran hidup. Bukan hanya saat di atas motor, namun ketika menunggu
jatuh dalam lelapnya tidur saya sering merenungkan banyak hal tentang kehidupan
yang berkaitan dengan motor. Nilai-nilai kehidupan tersebut biasanya dominan
terkait dengan kehidupan rohani. Banyak pelajaran yang berharga yang saya
dapatkan sampai-sampai suatu ketika saya tergelitik untuk menuangkannya dengan
tulisan-tulisan yang dimaksudkan untuk menjadi berkat bagi sesama, minimal para
pemotor.
Saya mencoba
mencari kata-kata yang tepat untuk digunakan sebagai thema sentral atau pedoman
dalam menceritakan berbagai pelajaran berharga yang saya dapatkan dari
bermotor.
Akhirnya
saya memutuskan memilih thema sentral yaitu “Filosofi Motor” dengan
pertimbangan bahwa hasil perenungan dari bermotor sesungguhnya adalah
berfilsafat karena menggunakan akal sehat, baik di dalam menerima hikmat maupun
membagikannya kepada para pembaca, setelah melalui proses mengompas pada firman
Tuhan sebagai pondasi dari hikmat marifat yang didapat yang saya yakini Tuhan
limpahkan untuk pendewasaan kehidupan rohani.
Ada
3 kata yang perlu terlebih dahulu saya uraikan sebelum serial filosofi motor
ini dibagikan yaitu FILOSOFI, HIKMAT dan MOTOR.
Kata
filosofi atau filsafat berasal dari kata Arab yaitu Falsafah atau dalam bahasa
Yunani di sebut Philosophia. Kata ini sebenarnya terdiri dari 2 kata yaitu
Philen dan Sophia. Philen artinya mencari dan atau mencintai, sedangkan Sophia
bermakna kebenaran atau kebijaksanaan. Dengan demikian secara etimologis
philosophia berarti daya upaya pemikiran manusia untuk mencari kebenaran atau
kebijaksanaan.
Plato
(427 – 348 SM) memberikan definisi filsafat sebagai: ilmu pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran asli. Sedangkan Al Farabi (870 – 950) menandaskan
bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakekat
yang sebenarnya.
Lebih
luas lagi kita bisa melihat definisi yang disampaikan oleh Immanuel Kant (1724
– 1804) yang menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi
pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya mencakup empat
persoalan yang dimulai dengan pertanyaan: Apa yang dapat diketahui? Dijawab oleh Metafisika, Apa yang
seharusnya dikerjakan? Dijawab oleh Etika, sampai dimana harapan kita? Agamalah
jawabannya, dan Apa yang dinamakan manusia? Dijawab oleh Antropologi.
Untuk Filsuf Indonesia, bisa diketengahkan antara lain:
Driyakarya yang menyatakan Filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya
tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang
sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan”. Filsuf lainnya Prof.
Notonegoro mendefinisikan bahwa Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan
objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah, yang disebut
hakekat.
Berfilsafat
adalah berfikir tetapi secara mendalam, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya
dan dengan sungguh-sungguh tentang hakikat atau keberadaan sesuatu. Berpikir
sampai ke akar-akarnya hanya dapat dilakukan oleh manusia sebagai subyek dari
berfilsafat, karena manusia dianugerahi akal budi sehingga mampu melihat,
mengamati, berhipotesis, melakukan pengujian untuk mencari obyektifitas dan
memberi kesimpulan.
Manusia
berfilsafat berarti manusia yang mencintai kebenaran atau mencari kebenaran
namun bukan pemilik kebenaran sejati! Mengapa bukan pemilik kebenaran sejati?
Kebenaran
sejati dan mutlak yang komprehensif hanyalah dimiliki pencipta langit dan bumi yang
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu yang cakupannya adalah keabadian. Kita
memanggilnya Tuhan karena DIA memang adalah Tuan diatas segala tuan. Sebagai
Tuhan, sumber kebenaran sejati hanya milikNYA. Kebenaran parsial dan periodik
adalah capaian tertinggi yang bisa dijangkau manusia, karena itu memiliki
kebenaran sejati bukan bagian kita, andaikanpun kita mendapatkannya, semata
karena kita dicerahkan dan dititipkan untuk dihidupi dan dibagikan kepada
sesama.
Meminta
kebenaran sebagai pedoman kehidupan tidak serta merta menjadi klaim bahwa
kitalah pemilik kebenaran, sehingga jika ada subyek lain yang hendak menyatakan
atau mengenalkan kebenaran di luar yang kita yakini, sesungguhnya bukan sesuatu
yang haram lalu meresponnya dengan penolakan, bahkan dilakukan tindakan
represif untuk mempertahankan kebenaran sendiri. Kebenaran sejati yang didapat
bisa disampaikan atau ditawarkan kepada orang lain, masalah diterima atau tidak
adalah persoalan lain. Pada tahap ini tentunya kita sepakat dengan motto
“Toleransi dan Dialog Yes, Kompromi No!”
Kembali
kepada definisi filsafat, secara umum filsafat berarti: “Usaha pemikiran
manusia yang sungguh-sungguh, secara sistematis dan radikal untuk mencari
kebenaran sesuai dengan ruang dan waktu.”
Melalui
definisi umum ini saya mau menekankan bahwa berfilsafat sesungguhnya suatu
usaha berpikir yang mendalam, bertahap, tidak tercerai berai yang dimaksudkan
untuk mencari kebenaran dan andaikanpun kebenaran itu sudah didapatkan ternyata
masih dibatasi oleh ruang dan waktu.
Contoh
nyata pembatasan kebenaran sejati adalah ketika Gereja Roma Katolik yang memegang teguh teori Geosentris (bumi sebagai pusat alam semesta) dan menegaskan bahwa
teori tersebut alkitabiah dan merupakan doktrin yang resmi sehingga merupakan kebenaran
sejati. Namun ternyata kebenaran sejati yang diklaim di dasarkan atas kitab
suci tersebut ternyata patah saat Nicolaus
Copernicus
dengan teori Heliosentrisme,
menimbulkan kontroversial dalam sains dan theologia. Berdasarkan penelitiannya
yang mendalam Copernicus menandaskan bahwa matahari adalah pusat tata surya. Bukan hanya Gereja Roma
Katolik, kaum Yesuit yang diwakili
oleh seorang imamnya yaitu Christoph Clavius mengatakan bahwa teori Copernicus
adalah tidak masuk akal bahkan salah. Bahkan, teolog Jerman Marthin Luther-pun menyayangkan teori itu
dengan menyatakan: “Si dungu itu mengacaukan seluruh ilmu astronomi”. Puncak dari mempertahankan kebenaran versi gereja
tersebut diimplementasikan dengan menyatakan bahwa buku karya Copernicus yang
berjudul De revolutionibus orbium
coelestium (Mengenai Perputaran Bola-Bola Langit) adalah buku yang
terlarang pada 1616. Diperlukan waktu 212 tahun untuk mencabut karya Copernicus
dari daftar buku terlarang oleh Gereja Roma Katolik.
Bukti lainnya bahwa kebenaran sejati tidak dimiliki
manusia karena dapat berubah berdasarkan ruang dan waktu adalah ironi kehidupan
astronom, filsuf dan juga seorang fisikawan Italia yaitu Galileo Galilei.
Penemu teleskop pendukung Copernicus ini bersikukuh dengan menyatakan bahwa
bumi adalah bulat dan matahari sebagai pusat tata surya. Pendapat ini
bertentangan dengan ajaran Aristoteles dan keyakinan gereja. Konsekuensinya
Galileo dituntut ke pengadilan pada 22 Juni 1633 dan dihukum dengan pengucilan
(tahanan rumah) sampai meninggalnya di tahun 1642!
Jauh lebih lama lagi dari Copernicus yang dicabut
pelarangan bukunya, Galileo Galilei membutuhkan waktu 359 tahun untuk
merehabilitasi namanya melalui pernyataan resmi Paus Yohanes Paulus II yang menyatakan bahwa keputusan hukum atas
Galileo adalah salah, sedangkan rehabilitasi namanya sebagai ilmuwan baru dilakukan oleh Gereja
Katolik Roma melalui pidato resmi Paus Benediktus XVI pada 21 Desember 2008.
Mengapa
saya harus sampaikan soal kebenaran sejati di atas? Hal ini semata untuk
membatasi maksud dari tulisan serial Filosofi Motor ini sendiri. Saya harus
mengakui bahwa tulisan ini diambil dari pengalaman selama bermotor, dan benak
saya diingatkan (inspirasi?) oleh kebenaran firman Tuhan, sehingga menjadi
hikmat marifat yang bermanfaat buat kehidupan jasmani dan rohani, namun tidak
mengklaim bahwa ini adalah kebenaran sejati milik saya dan berlaku untuk semua
manusia. Perbedaan pandangan tentang topik demi topik yang saya bagikan ini
tidak berkonsekuensi pada penerimaan mutlak atau mengikuti dengan sepenuhnya
apa yang telah disampaikan kepada pembaca. Diterima ok, Ditolak ok, Direvisipun
ok. Sehingga andaikanpun muncul “take and
give” argumentasi (lebih sejuk dibandingkan kata debat) maka semata untuk
memperkaya materi tiap topik dan memudahkan dalam internalisasi serta
implementasinya.
Pembaca yang
terhormat, perlu saya umumkan, bahwa dalam meramu kata demi kata dalam rangka
berfilsafat ini, saya tetap berpedoman pada rambu-rambu kalimat Illahi demi
menegaskan motivasi dan tujuan disebarkannya Filosofi Motor ini. Saya akan
terus berusaha memegang teguh peringatan yang diteriakkan kitab suci yang
berbunyi: “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya
yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak
menurut Kristus (Kolose 2 : 8).
Maafkan saya jika untaian
kalimat demi kalimat dan judul demi judul dalam bingkai Filosofi Motor ini terkesan
eksklusif dengan menggunakan pedoman pokok keyakinan yang dianut, karena saya
khawatir terjebak dalam pusaran maupun aliran keberagaman hikmat dan pengajaran
tanpa kompas yang dapat meng-abu-abukan tujuan semula. Namun dalam hal
pembagian materi kepada pembaca, saya tetap akan inklusif toleratif.
Kata
kedua yang hendak saya sampaikan adalah Hikmat atau Hikmah (Wisdom,
Inggris). Kata Yunani untuk hikmat adalah Sophia, Sophos atau Phronimos yang artinya: pandai,
bijaksana, terlatih, berpengalaman dan cerdik. Lawan dari hikmat adalah
kebodohan atau kebebalan (Foolishness, Folly).
Secara definitif Hikmat diuraikan sebagai kemampuan rohani untuk melihat dan
menilai kehidupan dan kelakuan dari sudut pandang Allah. Kemampuan yang
semestinya tidak serta merta didapatkan tetapi melalui proses pengenalan akan
Allah yang baik dan berkelanjutan diiringi kemauan untuk menyelami
titah-titahNYA pada kitab suci dan dengan merendahkan hati memintanya dalam doa
yang dilandasi iman.
Hikmat hanya dapat diterima jika kita menghampiriNYA dan
memohon dengan iman yang teguh bukan hanya untuk mengerti firmanNYA namun juga
sebagai acuan dalam menjalani kehidupan. Dengan demikian hikmat didapatkan
karena kasih dan kemurahanNYA kepada mereka yang berkenan kepadaNYA. Hikmat
tidak dapat dimintakan dengan paksa ataupun diberikan tanpa alasan dan tujuan, namun hikmat digunakan untuk memahami didikan dan ajaran
dengan baik dan membagikannya sebagai berkat bagi sesama.
Hikmat yang diharapkan untuk menjadi berkat bagi sesama
ini, diaminkan sebagai hikmat sorgawi. Dibutuhkan pemikiran
yang mendalam dan doa serta penelusuran kitab suci agar tulisan-tulisan ini
tidak terjebak sebagai hikmat duniawi yang kebanyakan adalah pepesan kosong dan
mengarah kepada pemuliaan diri dari pencetusnya.
Untuk itulah tulisan filosofi motor dituliskan dan
dibagikan dengan tujuan dapat menjadi manfaat atau setidaknya menginspirasi
banyak orang dan pada akhirnya setiap pembaca mengerti dengan baik dan benar
bahwa kebenaran sejati dan hikmat dilimpahkanNYA untuk mendatangkan kebaikan
bagi banyak orang dan bermuara kepada pengembalian pujian dan hormat kepada
Sang Pemberi Hikmat.
Penulis mengakui bahwa ada track record panjang dalam
penyusunan tulisan-tulisan filosofi motor ini. Perjalanan panjang itu harus
melewati jalan-jalan kotor, berbatu, berlobang bahkan tembok penghalang.
Terkadang berjalan di tempat, namun sering juga berjalan mundur. Percepatan pertumbuhan rohani hanya
dapat terjadi ketika ada keseriusan dan pengorbanan serta evaluasi diri yang
diwujudkan dalam pertobatan, ucapan syukur dan pengharapan pengasihan Tuhan
yang menolong setiap saat karena kasih dan keadilannya.
Dibutuhkan hati yang bergantung total agar kuasa Tuhan
bekerja nyata dalam kehidupan penulis.
Sampai disini
tentunya benak anda akan tergelitik dan serta merta mengajukan pertanyaan
sebagai koreksi. Jika saya sudah membahas etimologis filosofi, mengapa saya
menguraikan lagi kata hikmat yang jelas-jelas berasal dari kata Sophia yang merupakan pembangun utama
kata filosofi? Bukankah ini extravaganza kata-kata?
Tepat sekali jika
anda menganalisis hal tersebut. Saya memang menguraikan kembali kata hikmat
untuk menegaskan dan membatasi cakupan bahasan kepada pembaca bahwa hikmat yang
ingin saya sampaikan adalah hikmat sorgawi. Hikmat yang diseru-serukan oleh
kitab suci. Hikmat yang dilimpahkan kepada Salomo dan dituangkan dalam ayat
demi ayat pada kitab suci. Hikmat yang juga dilimpahkan bagi yang meminta
dengan ketulusan hati dan motivasi yang diluruskan. Hikmat yang dilimpahkan
karena kemurahanNYA sehingga manusia kecil seperti saya diijinkan untuk
mendapatkannya. Hikmat yang saya harapkan dapat menjadi kacamata pelihat dan
alat penilai segala pikiran, perkataan dan perilaku dengan standarisasi
kebenaran dan tuntunan Illahi. Hikmat yang hanya dapat dimulai dengan
penaklukan diri dan takut akan Tuhan sehingga akal budi yang ditemukanNYA pada
saya dinyatakanNYA adalah baik. Hikmat yang pada akhirnya menuntun saya kepada
pernyataan: “Bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus
Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya!”(Roma 16 : 27).
Kata terakhir yang
ingin saya kupas untuk menegaskan arah dan tujuan Filosofi Motor ini adalah
tentang Motor. Mungkin anda berpikir, untuk apa dijelaskan, toh semua sudah
tahu apa itu motor? Sekali lagi bukan hendak meng-extravaganza-kan sebuah kata,
namun terkadang pengertian satu kata di satu tempat, berbeda jauh artinya jika
digunakan di tempat lainnya.
Contohnya kata
PASAR, untuk di hampir semua wilayah di Indonesia, kata ini bermakna tempat
orang berjual beli atau sinonimnya: Pekan. Namun di Sumatera Utara khususnya di
kota Medan, kata ini bermakna Jalan (Street,
Inggris). Nah, jauh sekali bedanya kan?
Motor yang hendak
saya maksudkan dalam Filosofi Motor ini adalah Sepeda Motor, yaitu kendaraan
beroda dua yang digerakkan oleh sebuah mesin. Kedua roda yang membuat benda ini
bisa bergerak maju letaknya sebaris lurus dan penggunaannya bergantung kepada
pengaturan setang oleh pengendara. Bahan bakar yang digunakan saat ini biasanya
premium atau publik menyebutnya bensin ataupun juga bahan bakar Pertamax yang
sedikit lebih mahal namun bertimbal lebih rendah.
Ada banyak jenis
sepeda motor, antara lain: Sepeda motor sport untuk balapan berkecepatan
tinggi, Sepeda motor road bike sport/Standard
yang berkopling dan memiliki jarak bodi dari tanah agak tinggi yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari dan dapat dikendarai pada jalan yang
berbatu/berkerikil. Jenis yang lainnya lagi adalah Sepeda motor Cruiser yang memiliki torsi mesin yang
besar dan mampu menarik beban besar, Motor Trail/Off-Road yang biasa digunakan di medan berat yang berbatu dan
berlumpur, Moped/Bebek/Cub dan Motor Skuter Matik yang tidak menggunakan operan
gigi manual, cukup dengan satu akselerasi sehingga nyaman digunakan para wanita.
Untuk penggunaan sehari-hari, saya biasanya menggunakan yang berjenis
Moped/Bebek/Cub. Jenis ini tanpa kopling dan kapasitas silindernya kecil. Jadi
jelaslah bahwa motor yang digunakan adalah kendaraan beroda dua dan bukan motor
dalam arti mobil sebagaimana istilah yang digunakan di Sumatera Utara.
Terimalah Filosofi
Motor ini sebagai persembahan kecil dan sederhana dari saya. Kritiklah dan
bangunkan dengan argumentasi anda yang berseberangan, atau tambahkan dengan
hikmat yang ada pada anda. Segera abaikan jika anda bosan atau bahkan muak
dengannya. Harapan saya, kiranya tulisan-tulisan ini memberi setitik warna pada
akal budi dan logika pembaca, syukur-syukur jika bisa mencapai pintu ruangan
spiritualitas anda.
Akhirnya, ijinkan
saya mengakhiri bagian pengantar ini dengan kalimat Illahi: “Sebab segala
sesuatu adalah dari DIA, dan oleh DIA, dan kepada DIA: Bagi DIAlah kemuliaan
sampai selama-lamanya! (Roma 11 : 36), Tuhan Yesus Memberkati.
*SP*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar