Translate

Rabu, 16 Maret 2016

FILOSOFI MOTOR 1: SEBUAH PENGANTAR SAOR R.S.S.S. PANJAITAN



FILOSOFI MOTOR 1: SEBUAH PENGANTAR
SAOR R.S.S.S. PANJAITAN


Saya paling senang menggunakan motor untuk transportasi sehari hari. Selain cepat dan lincah karena bisa selap-selip di jalan yang macet, hal lain yang patut diperhitungkan adalah biaya yang murah. Bayangkan, hanya dengan mengeluarkan rata-rata Rp. 30.000.- saya sudah bisa kemana-mana untuk jangka waktu 1 minggu. Memang biasanya motor saya gunakan untuk berangkat dan pulang kerja serta ke gereja baik pada minggu maupun hari lainnya yang berkaitan dengan pelayanan.

Selama bertahun-tahun menggunakan motor, banyak hal yang saya dapatkan sebagai bagian dari pembelajaran hidup. Bukan hanya saat di atas motor, namun ketika menunggu jatuh dalam lelapnya tidur saya sering merenungkan banyak hal tentang kehidupan yang berkaitan dengan motor. Nilai-nilai kehidupan tersebut biasanya dominan terkait dengan kehidupan rohani. Banyak pelajaran yang berharga yang saya dapatkan sampai-sampai suatu ketika saya tergelitik untuk menuangkannya dengan tulisan-tulisan yang dimaksudkan untuk menjadi berkat bagi sesama, minimal para pemotor.

Saya mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk digunakan sebagai thema sentral atau pedoman dalam menceritakan berbagai pelajaran berharga yang saya dapatkan dari bermotor.
Akhirnya saya memutuskan memilih thema sentral yaitu “Filosofi Motor” dengan pertimbangan bahwa hasil perenungan dari bermotor sesungguhnya adalah berfilsafat karena menggunakan akal sehat, baik di dalam menerima hikmat maupun membagikannya kepada para pembaca, setelah melalui proses mengompas pada firman Tuhan sebagai pondasi dari hikmat marifat yang didapat yang saya yakini Tuhan limpahkan untuk pendewasaan kehidupan rohani.

Ada 3 kata yang perlu terlebih dahulu saya uraikan sebelum serial filosofi motor ini dibagikan yaitu FILOSOFI, HIKMAT dan MOTOR.

Kata filosofi atau filsafat berasal dari kata Arab yaitu Falsafah atau dalam bahasa Yunani di sebut Philosophia. Kata ini sebenarnya terdiri dari 2 kata yaitu Philen dan Sophia. Philen artinya mencari dan atau mencintai, sedangkan Sophia bermakna kebenaran atau kebijaksanaan. Dengan demikian secara etimologis philosophia berarti daya upaya pemikiran manusia untuk mencari kebenaran atau kebijaksanaan.

Plato (427 – 348 SM) memberikan definisi filsafat sebagai: ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli. Sedangkan Al Farabi (870 – 950) menandaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakekat yang sebenarnya.
Lebih luas lagi kita bisa melihat definisi yang disampaikan oleh Immanuel Kant (1724 – 1804) yang menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya mencakup empat persoalan yang dimulai dengan pertanyaan: Apa yang dapat diketahui? Dijawab oleh Metafisika, Apa yang seharusnya dikerjakan? Dijawab oleh Etika, sampai dimana harapan kita? Agamalah jawabannya, dan Apa yang dinamakan manusia? Dijawab oleh Antropologi.
Untuk Filsuf Indonesia, bisa diketengahkan antara lain: Driyakarya yang menyatakan Filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan”. Filsuf lainnya Prof. Notonegoro mendefinisikan bahwa Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah, yang disebut hakekat.

Berfilsafat adalah berfikir tetapi secara mendalam, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya dan dengan sungguh-sungguh tentang hakikat atau keberadaan sesuatu. Berpikir sampai ke akar-akarnya hanya dapat dilakukan oleh manusia sebagai subyek dari berfilsafat, karena manusia dianugerahi akal budi sehingga mampu melihat, mengamati, berhipotesis, melakukan pengujian untuk mencari obyektifitas dan memberi kesimpulan.

Manusia berfilsafat berarti manusia yang mencintai kebenaran atau mencari kebenaran namun bukan pemilik kebenaran sejati! Mengapa bukan pemilik kebenaran sejati?
Kebenaran sejati dan mutlak yang komprehensif hanyalah dimiliki pencipta langit dan bumi yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu yang cakupannya adalah keabadian. Kita memanggilnya Tuhan karena DIA memang adalah Tuan diatas segala tuan. Sebagai Tuhan, sumber kebenaran sejati hanya milikNYA. Kebenaran parsial dan periodik adalah capaian tertinggi yang bisa dijangkau manusia, karena itu memiliki kebenaran sejati bukan bagian kita, andaikanpun kita mendapatkannya, semata karena kita dicerahkan dan dititipkan untuk dihidupi dan dibagikan kepada sesama.

Meminta kebenaran sebagai pedoman kehidupan tidak serta merta menjadi klaim bahwa kitalah pemilik kebenaran, sehingga jika ada subyek lain yang hendak menyatakan atau mengenalkan kebenaran di luar yang kita yakini, sesungguhnya bukan sesuatu yang haram lalu meresponnya dengan penolakan, bahkan dilakukan tindakan represif untuk mempertahankan kebenaran sendiri. Kebenaran sejati yang didapat bisa disampaikan atau ditawarkan kepada orang lain, masalah diterima atau tidak adalah persoalan lain. Pada tahap ini tentunya kita sepakat dengan motto “Toleransi dan Dialog Yes, Kompromi No!”

Kembali kepada definisi filsafat, secara umum filsafat berarti: “Usaha pemikiran manusia yang sungguh-sungguh, secara sistematis dan radikal untuk mencari kebenaran sesuai dengan ruang dan waktu.”

Melalui definisi umum ini saya mau menekankan bahwa berfilsafat sesungguhnya suatu usaha berpikir yang mendalam, bertahap, tidak tercerai berai yang dimaksudkan untuk mencari kebenaran dan andaikanpun kebenaran itu sudah didapatkan ternyata masih dibatasi oleh ruang dan waktu.

Contoh nyata pembatasan kebenaran sejati adalah ketika Gereja Roma Katolik yang memegang teguh teori Geosentris (bumi sebagai pusat alam semesta) dan menegaskan bahwa teori tersebut alkitabiah dan merupakan doktrin yang resmi sehingga merupakan kebenaran sejati. Namun ternyata kebenaran sejati yang diklaim di dasarkan atas kitab suci tersebut ternyata patah saat Nicolaus Copernicus dengan teori Heliosentrisme, menimbulkan kontroversial dalam sains dan theologia. Berdasarkan penelitiannya yang mendalam Copernicus menandaskan bahwa matahari adalah  pusat tata surya. Bukan hanya Gereja Roma Katolik, kaum Yesuit yang diwakili oleh seorang imamnya yaitu Christoph Clavius mengatakan bahwa teori Copernicus adalah tidak masuk akal bahkan salah. Bahkan, teolog Jerman Marthin Luther-pun menyayangkan teori itu dengan menyatakan: “Si dungu itu mengacaukan seluruh ilmu astronomi. Puncak dari mempertahankan kebenaran versi gereja tersebut diimplementasikan dengan menyatakan bahwa buku karya Copernicus yang berjudul De revolutionibus orbium coelestium (Mengenai Perputaran Bola-Bola Langit) adalah buku yang terlarang pada 1616. Diperlukan waktu 212 tahun untuk mencabut karya Copernicus dari daftar buku terlarang oleh Gereja Roma Katolik.

Bukti lainnya bahwa kebenaran sejati tidak dimiliki manusia karena dapat berubah berdasarkan ruang dan waktu adalah ironi kehidupan astronom, filsuf dan juga seorang fisikawan Italia yaitu Galileo Galilei. Penemu teleskop pendukung Copernicus ini bersikukuh dengan menyatakan bahwa bumi adalah bulat dan matahari sebagai pusat tata surya. Pendapat ini bertentangan dengan ajaran Aristoteles dan keyakinan gereja. Konsekuensinya Galileo dituntut ke pengadilan pada 22 Juni 1633 dan dihukum dengan pengucilan (tahanan rumah) sampai meninggalnya di tahun 1642!
Jauh lebih lama lagi dari Copernicus yang dicabut pelarangan bukunya, Galileo Galilei membutuhkan waktu 359 tahun untuk merehabilitasi namanya melalui pernyataan resmi Paus Yohanes Paulus II  yang menyatakan bahwa keputusan hukum atas Galileo adalah salah, sedangkan rehabilitasi namanya sebagai ilmuwan baru dilakukan oleh Gereja Katolik Roma melalui pidato resmi Paus Benediktus XVI pada 21 Desember 2008.

Mengapa saya harus sampaikan soal kebenaran sejati di atas? Hal ini semata untuk membatasi maksud dari tulisan serial Filosofi Motor ini sendiri. Saya harus mengakui bahwa tulisan ini diambil dari pengalaman selama bermotor, dan benak saya diingatkan (inspirasi?) oleh kebenaran firman Tuhan, sehingga menjadi hikmat marifat yang bermanfaat buat kehidupan jasmani dan rohani, namun tidak mengklaim bahwa ini adalah kebenaran sejati milik saya dan berlaku untuk semua manusia. Perbedaan pandangan tentang topik demi topik yang saya bagikan ini tidak berkonsekuensi pada penerimaan mutlak atau mengikuti dengan sepenuhnya apa yang telah disampaikan kepada pembaca. Diterima ok, Ditolak ok, Direvisipun ok. Sehingga andaikanpun muncul “take and give” argumentasi (lebih sejuk dibandingkan kata debat) maka semata untuk memperkaya materi tiap topik dan memudahkan dalam internalisasi serta implementasinya.

Pembaca yang terhormat, perlu saya umumkan, bahwa dalam meramu kata demi kata dalam rangka berfilsafat ini, saya tetap berpedoman pada rambu-rambu kalimat Illahi demi menegaskan motivasi dan tujuan disebarkannya Filosofi Motor ini. Saya akan terus berusaha memegang teguh peringatan yang diteriakkan kitab suci yang berbunyi: “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus (Kolose 2 : 8).

Maafkan saya jika untaian kalimat demi kalimat dan judul demi judul dalam bingkai Filosofi Motor ini terkesan eksklusif dengan menggunakan pedoman pokok keyakinan yang dianut, karena saya khawatir terjebak dalam pusaran maupun aliran keberagaman hikmat dan pengajaran tanpa kompas yang dapat meng-abu-abukan tujuan semula. Namun dalam hal pembagian materi kepada pembaca, saya tetap akan inklusif toleratif.

Kata kedua yang hendak saya sampaikan adalah Hikmat atau Hikmah (Wisdom, Inggris). Kata Yunani untuk hikmat adalah Sophia, Sophos atau Phronimos yang artinya: pandai, bijaksana, terlatih, berpengalaman dan cerdik. Lawan dari hikmat adalah kebodohan atau kebebalan (Foolishness, Folly). Secara definitif Hikmat diuraikan sebagai kemampuan rohani untuk melihat dan menilai kehidupan dan kelakuan dari sudut pandang Allah. Kemampuan yang semestinya tidak serta merta didapatkan tetapi melalui proses pengenalan akan Allah yang baik dan berkelanjutan diiringi kemauan untuk menyelami titah-titahNYA pada kitab suci dan dengan merendahkan hati memintanya dalam doa yang dilandasi iman.

Hikmat hanya dapat diterima jika kita menghampiriNYA dan memohon dengan iman yang teguh bukan hanya untuk mengerti firmanNYA namun juga sebagai acuan dalam menjalani kehidupan. Dengan demikian hikmat didapatkan karena kasih dan kemurahanNYA kepada mereka yang berkenan kepadaNYA. Hikmat tidak dapat dimintakan dengan paksa ataupun diberikan tanpa alasan dan tujuan, namun hikmat digunakan untuk memahami didikan dan ajaran dengan baik dan membagikannya sebagai berkat bagi sesama.

Hikmat yang diharapkan untuk menjadi berkat bagi sesama ini, diaminkan sebagai hikmat sorgawi. Dibutuhkan pemikiran yang mendalam dan doa serta penelusuran kitab suci agar tulisan-tulisan ini tidak terjebak sebagai hikmat duniawi yang kebanyakan adalah pepesan kosong dan mengarah kepada pemuliaan diri dari pencetusnya.

Untuk itulah tulisan filosofi motor dituliskan dan dibagikan dengan tujuan dapat menjadi manfaat atau setidaknya menginspirasi banyak orang dan pada akhirnya setiap pembaca mengerti dengan baik dan benar bahwa kebenaran sejati dan hikmat dilimpahkanNYA untuk mendatangkan kebaikan bagi banyak orang dan bermuara kepada pengembalian pujian dan hormat kepada Sang Pemberi Hikmat.

Penulis mengakui bahwa ada track record panjang dalam penyusunan tulisan-tulisan filosofi motor ini. Perjalanan panjang itu harus melewati jalan-jalan kotor, berbatu, berlobang bahkan tembok penghalang. Terkadang berjalan di tempat, namun sering juga berjalan mundur. Percepatan pertumbuhan rohani hanya dapat terjadi ketika ada keseriusan dan pengorbanan serta evaluasi diri yang diwujudkan dalam pertobatan, ucapan syukur dan pengharapan pengasihan Tuhan yang menolong setiap saat karena kasih dan keadilannya.
Dibutuhkan hati yang bergantung total agar kuasa Tuhan bekerja nyata dalam kehidupan penulis.

Sampai disini tentunya benak anda akan tergelitik dan serta merta mengajukan pertanyaan sebagai koreksi. Jika saya sudah membahas etimologis filosofi, mengapa saya menguraikan lagi kata hikmat yang jelas-jelas berasal dari kata Sophia yang merupakan pembangun utama kata filosofi? Bukankah ini extravaganza kata-kata?
Tepat sekali jika anda menganalisis hal tersebut. Saya memang menguraikan kembali kata hikmat untuk menegaskan dan membatasi cakupan bahasan kepada pembaca bahwa hikmat yang ingin saya sampaikan adalah hikmat sorgawi. Hikmat yang diseru-serukan oleh kitab suci. Hikmat yang dilimpahkan kepada Salomo dan dituangkan dalam ayat demi ayat pada kitab suci. Hikmat yang juga dilimpahkan bagi yang meminta dengan ketulusan hati dan motivasi yang diluruskan. Hikmat yang dilimpahkan karena kemurahanNYA sehingga manusia kecil seperti saya diijinkan untuk mendapatkannya. Hikmat yang saya harapkan dapat menjadi kacamata pelihat dan alat penilai segala pikiran, perkataan dan perilaku dengan standarisasi kebenaran dan tuntunan Illahi. Hikmat yang hanya dapat dimulai dengan penaklukan diri dan takut akan Tuhan sehingga akal budi yang ditemukanNYA pada saya dinyatakanNYA adalah baik. Hikmat yang pada akhirnya menuntun saya kepada pernyataan: “Bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya!”(Roma 16 : 27).

Kata terakhir yang ingin saya kupas untuk menegaskan arah dan tujuan Filosofi Motor ini adalah tentang Motor. Mungkin anda berpikir, untuk apa dijelaskan, toh semua sudah tahu apa itu motor? Sekali lagi bukan hendak meng-extravaganza-kan sebuah kata, namun terkadang pengertian satu kata di satu tempat, berbeda jauh artinya jika digunakan di tempat lainnya.
Contohnya kata PASAR, untuk di hampir semua wilayah di Indonesia, kata ini bermakna tempat orang berjual beli atau sinonimnya: Pekan. Namun di Sumatera Utara khususnya di kota Medan, kata ini bermakna Jalan (Street, Inggris). Nah, jauh sekali bedanya kan?

Motor yang hendak saya maksudkan dalam Filosofi Motor ini adalah Sepeda Motor, yaitu kendaraan beroda dua yang digerakkan oleh sebuah mesin. Kedua roda yang membuat benda ini bisa bergerak maju letaknya sebaris lurus dan penggunaannya bergantung kepada pengaturan setang oleh pengendara. Bahan bakar yang digunakan saat ini biasanya premium atau publik menyebutnya bensin ataupun juga bahan bakar Pertamax yang sedikit lebih mahal namun bertimbal lebih rendah.
Ada banyak jenis sepeda motor, antara lain: Sepeda motor sport untuk balapan berkecepatan tinggi, Sepeda motor road bike sport/Standard yang berkopling dan memiliki jarak bodi dari tanah agak tinggi yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan dapat dikendarai pada jalan yang berbatu/berkerikil. Jenis yang lainnya lagi adalah Sepeda motor Cruiser yang memiliki torsi mesin yang besar dan mampu menarik beban besar, Motor Trail/Off-Road yang biasa digunakan di medan berat yang berbatu dan berlumpur, Moped/Bebek/Cub dan Motor Skuter Matik yang tidak menggunakan operan gigi manual, cukup dengan satu akselerasi sehingga nyaman digunakan para wanita. Untuk penggunaan sehari-hari, saya biasanya menggunakan yang berjenis Moped/Bebek/Cub. Jenis ini tanpa kopling dan kapasitas silindernya kecil. Jadi jelaslah bahwa motor yang digunakan adalah kendaraan beroda dua dan bukan motor dalam arti mobil sebagaimana istilah yang digunakan di Sumatera Utara.

Terimalah Filosofi Motor ini sebagai persembahan kecil dan sederhana dari saya. Kritiklah dan bangunkan dengan argumentasi anda yang berseberangan, atau tambahkan dengan hikmat yang ada pada anda. Segera abaikan jika anda bosan atau bahkan muak dengannya. Harapan saya, kiranya tulisan-tulisan ini memberi setitik warna pada akal budi dan logika pembaca, syukur-syukur jika bisa mencapai pintu ruangan spiritualitas anda.

Akhirnya, ijinkan saya mengakhiri bagian pengantar ini dengan kalimat Illahi: “Sebab segala sesuatu adalah dari DIA, dan oleh DIA, dan kepada DIA: Bagi DIAlah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Roma 11 : 36), Tuhan Yesus Memberkati.
                                      
*SP*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar