KEKEKALAN: KAYA Vs. MISKIN
LUKAS 16 : 19 - 31
Saor R.S.S.S. Panjaitan
PENDAHULUAN
Kitab Lukas banyak mencatat perumpamaan (Parabole,
Yun.) yang disampaikan Kristus dalam pelayanannya. Begitu efektifnya
suatu perumpamaan dalam menguraikan suatu pokok bahasan sampai-sampai lebih
dari 50 perumpamaan yang Kristus sampaikan selama pelayanannya dalam rupa
manusia di tengah-tengah dunia ini.
Mulai dari perumpamaan tentang orang yang
hendak membangun rumah (Matius 7:24-27), benih yang tumbuh (Markus 4: 26-29),
Gembala yang baik (Yohanes 10: 1-6) dan demikian juga dengan perumpamaan tentang
orang kaya dan Lazarus yang diuraikan dalam Lukas 16: 19-31, menunjukkan bahwa
keempat kitab Injil semuanya mencantumkan tentang perumpamaan.
MAKSUD
DAN TUJUAN PERUMPAMAAN
Perumpamaan orang kaya dan Lazarus, saat itu
Yesus sampaikan dengan maksud untuk mengingatkan mereka para pengejek dan
pencari kesalahan supaya berhati-hati karena mereka mengolok-olok pengajaran
Kristus yang menentang hal-hal duniawi yang menjadi gaya hidup dan
menyelewengkan nilai nilai rohaniah dalam Firman Tuhan untuk kepentingan
duniawi mereka. Para pengejek itu terdiri dari para imam, rabbi, kalangan
Farisi dan Saduki, tua-tua, orang-orang Herodian yang merupakan anggota-anggota
dari suatu partai Yahudi yang kukuh menghendaki agar keturunan Herodes Agung
saja yang memerintah atas kaum mereka dan bukan gubernur Romawi.
Dalam konteks kontemporer, perumpamaan ini juga dimaksudkan mengingatkan para
pecinta dunia, kaum Hedonis, penggila jabatan, para ambisius yang menghalalkan
segala cara dan mereka yang mengabaikan atau bahkan tidak mempercayai adanya
kehidupan kekal setelah kematian.
Tujuan yang hendak dicapai dari perumpamaan
ini adalah untuk membantu tiap orang agar siap menerima kemiskinan dan
penderitaan apapun bentuknya serta menjadi tameng bahkan senjata untuk melawan
godaan duniawi dan berbagai kesenangan atau kenikmatan jasmani yang bersifat
sementara namun melemahkan bahkan mematikan kehidupan rohani.
Dari maksud dan tujuan di atas menunjukkan betapa pentingnya perumpamaan ini dihayati oleh
tiap orang karena imbasnya adalah penderitaan atau kebahagiaan kekal.
Jika dibandingkan dengan
perumpamaan-perumpamaan lainnya seperti penabur dan benih gandum, anak yang
hilang dll., jelas yang hendak disampaikan adalah hal-hal rohani digambarkan
melalui kemiripan dengan hal-hal duniawi. Sebaliknya dalam perumpamaan ini
penggambaran hal-hal rohani dalam bentuk cerita atau uraian yang
memperbandingkan keadaan baik dan buruk baik di dunia ini dan di dunia lainnya.
Dalam realita kehidupan sehari-hari, jelas
kita melihat bahkan merasakan sendiri bahwa biasanya yang miskin namun saleh
sering kali diabaikan, diperlakukan tidak adil, disakiti bahkan mati sengsara,
sementara bagi yang kaya, begitu dimuliakan, disanjung, ditakuti bahkan dijilat
sedemikian rupa dan ketika mati dilakukan prosesi yang menampilkan kemewahan
walaupun di dalam kekekalan pada akhirnya adalah kebalikannya.
ORANG
KAYA DAN LAZARUS
Perumpamaan ini diawali dengan pengisahan
subyek yang dinyatakan tegas sebagai orang kaya dengan tampilan diri dan
kehidupan kesehariannya.
Orang kaya (Dives, Lat;
Plousios,
Yun) dalam ayat 19 digambarkan selalu berpenampilan dengan pakaian jubah ungu
dan kain halus dan hari-harinya adalah kesuka-riaan karena mampu menyajikan
kemewahan yang hanya sedikit orang mampu melakukannya.
Bagi orang kaya selain berpakaian mahal
tentunya tubuh dan lingkungannya bersih, harum dan indah. Selain itu di
rumahnya tentu tersedia banyak makanan yang dikelola dan dilayani oleh banyak
pelayan. Tidak hanya di rumah, dimanapun tempat yang dikehendaki untuk
mendapatkan makanan enak dan mahal tentunya mudah didapatkannya. Seringkali
orang kaya mengadakan jamuan makan di rumahnya bukan karena kemurahan hatinya
namun sebenarnya untuk menunjukkan eksistensi diri demi mendapatkan
penghormatan dan kemuliaan dari yang
diundang.
Jika kita menghadiri undangan makan dari orang
kaya, dari begitu banyaknya makanan biasanya banyak yang tersisa karena
tentunya prestise pengundang akan jatuh jika makanan yang disajikan pas-pasan
atau bahkan kurang. Saat penyajian sampai pemberesan jamuan makan tentunya
tidak dikerjakan sendiri oleh si kaya, melainkan menggunakan pelayan. Semakin
banyak pelayan yang melayani semakin jelas bagi para undangan betapa kayanya
dia.
Sekali waktu saya diundang jamuan makan di
rumah seorang teman yang kaya raya di kawasan Tangerang. Undangan dalam rangka
ulang tahun anaknya itu dihadiri banyak orang. Makanan yang disajikan dipesan
melalui perusahaan penyedia jasa katering dan dilayani oleh beberapa
petugasnya. Berbagai jenis makanan baik sekedar kudapan sampai makanan berat
seperti steak dengan daging sapi impor
langsung dari Australia tersedia saat itu. Minuman dan buahpun beraneka macam.
Saking banyaknya saya bingung memilih mana yang harus dimakan karena seandainya
satu-satupun dicicipi tentunya akan sangat mengenyangkan dan tidak semua bisa
dinikmati. Selesai jamuan makan, para tamupun masih dibekali makanan untuk
dibawa pulang karena memang masih banyak yang tersisa.
Dilain waktu sayapun pernah diundang ikut
makan di sebuah restoran besar di kawasan Serpong Tangerang. Saat itu yang
diajak makan siang lebih dari 40 orang. Semua makan dengan kenyang bahkan ada
yang membawa makanan untuk dibawa pulang. Saya perkirakan saat itu sekali makan,
pengundang menghabiskan dana lebih dari tujuh juta rupiah! Kekayaan memang
membuat seseorang lebih leluasa menentukan pilihannya.
Perjanjian lama dan baru menegaskan bahwa
kekayaan merupakan berkat atau berasal dari Tuhan (Ulangan 8 : 17-18; 1
Tawarikh 29:12). Tokoh Perjanjian
Lama yaitu Abraham digambarkan kaya raya. Kejadian 24:35 merinci kekayaannya
terdiri dari kambing, domba, lembu, sapi, unta
dan keledai dalam jumlah besar juga memiliki emas dan perak serta budak-budak
baik lelaki maupun perempuan. Tentunya di luar itu masih ada kepemilikan atas
tanah yang luas.
Berkat kekayaan yang diyakini dari ALLAH
diberikan agar dapat membantu yang miskin dan menghidupi keluarga besar serta
abdi-abdinya. Ada suatu tanggung jawab yang berupa penyaluran berkat bagi orang
orang disekelilingnya.
Perjanjian barupun menegaskan bahwa kekayaan
diberikan untuk membantu yang miskin, namun demikian tentang kekayaan banyak
diulas negatif karena dapat menjadi pameran kesombongan, menimbulkan ketidak
adilan, dan menjauhkan manusia dari tujuan dasar kehidupannya yaitu memuliakan
Allah.
Mari kita perhatikan dengan detil ayat demi
ayat dalam perumpamaan ini khususnya tentang si kaya.
Ayat 19 tidak memberitahukan bagaimana orang
kaya tersebut mendapatkan kekayaannya. Apakah dari menipu, memeras ataupun
merampas. Tidak dicantumkan juga apa pekerjaan dari orang kaya tersebut. Di
bagian akhir ayat 19 sekalipun digambarkan dia selalu bersukaria dalam
kemewahannya setiap hari namun tidak ada disebutkan dalam kesukariaan tersebut
dia mabuk-mabukan atau membuat orang lain mabuk.
Ayat 20 memperlihatkan sekalipun kaya raya
namun dia tidak mengusir ataupun menyuruh mengusir bahkan melakukan kekerasan
kepada pengemis yang berbaring dekat pintu rumahnya. Tentunya dia mengetahui
jika ada pengemis di dekat pintu rumahnya. Kita bisa menduga bahwa orang kaya
ini mungkin mengenal Lazarus atau sering melihatnya di depan rumahnya sehingga
dia tidak mengusir Lazarus apalagi kondisinya yang menjijikan itu.
Pada ayat 21 disebutkan ada anjing-anjing datang
dan menjilati borok Lazarus. Jika anjing-anjing tersebut bukan milik si kaya,
tentunya dia akan segera menyuruh pelayan pelayannya untuk mengusir
anjing-anjing tersebut karena selain mengganggu juga merupakan binatang yang
najis bagi orang Israel. Anjing-anjing ini tentunya hewan peliharaan si kaya
demi memperlihatkan prestisenya
ataupun juga digunakan sebagai binatang pemburu untuk menyalurkan hobi atau
kesenangannya.
Bayangkan, anjing yang adalah hewan najis,
diberi makan dan dirawat dengan baik namun ironinya adalah anjing sendiri masih
bisa meringankan borok Lazarus yang berdarah dan bernanah dengan menjilatinya!
Hal lain yang dapat kita lihat dari si kaya
ini adalah bahwa tentunya dia bukanlah seorang ateis yang tidak percaya sama
sekali akan adanya Allah karena pada ayat 24 dia memanggil Abraham dengan
panggilan Bapa. Bagi orang Israel Abraham adalah Bapa leluhur bangsa Yahudi
(Kejadian 11 – 25). Melalui Abrahamlah diturunkan bangsa Israel dan lewat Musa
hukum Taurat diturunkan. Artinya si kaya mengetahui, mengakui dan besar
kemungkinan juga mempelajari hukum taurat atau Firman Allah.
Selain itu, tentunya si kaya ini bukanlah dari
kalangan Saduki, karena dalam pengisahan perumpamaan ini disebutkan kehidupan
setelah kematian, sesuatu yang sangat ditentang oleh kaum ini. Orang Saduki
tidak mengakui adanya kebangkitan dan keadaan yang akan datang setelah
kematian.
Rincian tentang si kaya
tentunya menimbulkan polemik bagi kita. Apakah Kekristenan melarang seseorang
menjadi kaya?
Kaya bukanlah dosa karena
Tuhan sendiri yang menyatakan bahwa kekayaan adalah berkat yang berasal
dariNYA. Jika memang berasal dari Tuhan tentunya bukanlah dosa.
Berpenampilan kaya karena
memang kaya seperti memakai baju mahal, perhiasan, memiliki rumah mewah atau
beberapa rumah, menggunakan mobil mahal bahkan mungkin pesawat pribadi,
deposito gemuk di beberapa bank, liburan ke luar negeri dan bentuk aktifitas
yang mampu dilakukan karena memiliki kekayaan yang melimpah juga bukanlah dosa.
Demikian pula bila kita bisa makan enak setiap hari baik di rumah maupun di
restoran mahal bahkan sambil mengajak teman dan saudara juga bukanlah dosa.
Jangan apriori terhadap kekayaan sebelum kita tahu darimana dan untuk apa
kekayaan tersebut dimanfaatkan.
Bukankah jika kita kaya maka
akan lebih mudah untuk bisa menjadi saluran berkat bagi orang lain? Pelayanan
gereja juga akan lebih variatif dan leluasa jika tersedia dana yang dikumpulkan
dari anggota-anggota jemaatnya yang kaya dan mengerti dengan baik bahwa
kekayaannya didapatkan untuk kemudian menjadi alat kemuliaan Tuhan?
Sekarang mari kita lihat
tentang si miskin Lazarus. Subyek dalam perikop ini bukanlah Lazarus saudara
dari Maria dan Marta yang dibangkitkan oleh Yesus dalam Yohanes 11 dan 12.
Tidak ada kaitan sama sekali antara kedua orang tersebut.
Nama Lazarus berasal dari kata
Ibrani El Azar yang artinya God
has helped atau Allah telah menolong. Suatu nama yang tepat sekali
jika kita merenungkan kisah perumpamaan ini secara utuh sampai akhirnya.
Lazarus dikisahkan adalah
seorang pengemis (Beggar). Saking
miskinnya, dia tidak memiliki apapun sehingga harus meminta-minta demi
mempertahankan hidupnya dari hari ke hari.
Kata miskin dalam perikop ini
menggunakan kata Yunani: Ptochos
yaitu miskin yang sama sekali tidak memiliki apapun. Jika kita bandingkan
dengan janda miskin pada Lukas 21 : 1-4, maka pada ayat 2 kata miskin yang
digunakan adalah Penes karena dia
masih memiliki 2 peser, namun ketika kedua peser tersebut sudah diserahkan maka
pada ayat 3 digunakan kata Ptochos
artinya miskin yang sudah tidak punya apa-apa lagi.
Miskinnya Lazarus adalah
miskin yang sangat menderita karena selain tidak memiliki apapun, tubuhnya
sakit bahkan disebutkan penuh borok terbuka yang bernanah. Jangankan untuk
berobat, menyediakan perban untuk membalut boroknya saja dia tidak mampu,
sedangkan untuk makan saja, dia mengandalkan remah-remah yang jatuh dari meja
makan si kaya. Kelihatan di sini Yesus menggambarkan suatu penderitaan yang
luarbiasa dalam kehidupan fana Lazarus. Tapi kisah tidak berhenti disini (ayat
23a)
Ayat 19 sampai 23a adalah
pengisahan dalam kehidupan di dunia yang fana. Mulai ayat 23b kisah dilanjutkan
pada kehidupan sesudah kematian. Proses memang penting namun hasil akhir adalah
segalanya. Jauh lebih banyak ayat yang mengisahkan dalam kehidupan kekekalan
dibandingkan saat di dunia. Begitu pentingnya untuk kita perhatikan, agar hidup
ini diarahkan dan dijalani dengan fokus pada kehidupan abadi.
DIALOG DI ALAM SANA
Kisah di alam sana dimulai
dari ayat 23b. Kristus menegaskan pada ayat ini bahwa ketika si kaya itu mati,
maka serta merta atau langsung tanpa ada prosesi lainnya dia mengalami
penderitaan yang luarbiasa sebagai akibat dari pilihan hidup semasa di dunia.
Bagian ini harus dicermati
karena mengandung konsekuensi dogmatika yang sensitif berkaitan dengan dunia
orang mati. Kristus menyatakan bahwa mereka yang mati dalam dosa segera
langsung dihukum, tidak istirahat sejenak di alam kubur ataupun menunggu di
suatu tempat tanpa terjadi apapun. Bagian ini tentunya merontokkan argumen para
ateis yang tidak mempercayai adanya Tuhan, kaum Saduki yang menyatakan tidak ada kehidupan setelah kematian ataupun
dogma yang mengajarkan bahwa karena Allah itu kasih maka tidak ada penghukuman
kekal di alam sana. 2 Petrus 2:4 memang menyebutkan adanya hari penghakiman,
dan malaikat-malaikat yang berdosa serta para pendosa akan dilemparkan ke dalam
gua-gua yang gelap untuk disimpan sampai hari penghakiman. Perhatikan,
penyimpanan ini bukan berarti belum dilakukannya penghukuman. Penyiksaan sudah
langsung dilakukan saat pendosa mati dan hidup dalam penderitaan kekal.
Demikian juga mereka yang diselamatkan, ketika mati langsung dibawa oleh para
malaikat ke sorga. Artinya langsung mendapatkan penghiburan dan kebahagiaan
kekal.
Matius 5:22, 29, 30; 8:12; 10:28; 18:9; 23:15, 33;
Lukas 12:5; Yakobus 3:6 menyatakan bahwa tempat penghukuman tersebut adalah
neraka (Hades), berada di bawah,
sangat gelap, penuh dengan ratapan dan kertakan gigi dan tidak
terseberangi/terhubung dengan tempat dimana Abraham digambarkan memangku
Lazarus dan tempat tersebut adalah tempat penghiburan yang membahagiakan
(sorga).
Menariknya adalah bahwa dari tempat penghukuman kekal
tersebut, si kaya bisa melihat Lazarus dari kejauhan namun ditegaskan tidak
terseberangi sehingga tidak mungkin yang berada di neraka untuk mendatangi
sorga demikian pula sebaliknya. Bahkan Abraham sendiripun tidak dapat
menyeberangi atau mendatangi tempat si kaya.
Dialog di alam sana dibuka dengan panggilan Bapa
kepada Abraham oleh si kaya. Dari panggilan ini jelas membuktikan bahwa si kaya
adalah dari keturunan Abraham walaupn tidak disebutkan dari suku apa. Sebagai
keturungan Abraham tentunya dia pernah mendapatkan firman Tuhan. Abraham pun
memanggil dia dengan sebutan Anak. Jika dia adalah anak Abraham, suatu ironi
yang menyakitkan ketika seorang Bapa pun tidak bisa sama sekali untuk menolong
anaknya yang sedang menderita kesakitan, bahkan hanya untuk sekedar memberikan
setetes air!
Abraham melanjutkan, bahwa si
kaya sudah menerima segala yang baik.
Artinya segala yang enak, menyenangkan, membahagiakan, membanggakan dalam versi
dunia. Tidak ada disebutkan secara signifikan
tentang perbuatan jahat atau perlakuan jahat kepada sesamanya. Bagian
dialog ini seharusnya membuat kita waspada dan instropeksi diri khususnya dalam
hal menikmati dan mengelola segala berkat yang telah Tuhan berikan.
Bagian ini juga mengingatkan
kita pada Matius 25:31-46 tentang penghakiman terakhir. Kristus memposisikan
dirinya sebagai seorang lapar, haus, asing, telanjang, sakit dan dipenjara.
Respon atau perlakuan terhadap orang-orang yang demikian menentukan kita
sebagai domba atau kambing, ke sebelah kiri atau kanan, ke sorga atau neraka.
Dialog berikutnya adalah
permintaan dalam rangka penyelamatan anggota keluarga si kaya yang masih hidup
di dunia. Setelah gagal meminta tetesan air, disampaikan apa masalahnya
sehingga ada di neraka, penegasan tidak adanya kemungkinan untuk menyeberang
dari neraka ke sorga maka si kaya mencoba upaya terakhir yaitu meminta Abraham
menyuruh Lazarus kembali ke dunia untuk mengingatkan saudara-saudaranya yang
lain agar jangan dihukum seperti dirinya. Ini mengesankan suatu kebaikan dalam
rangka penyelamatan. Sayangnya, niat baik inipun juga ternyata hanyalah
kesia-siaan.
Dari dialog terakhir ini (ayat
27-31), ada beberapa hal yang sangat menarik dan perlu kita renungkan dengan
mendalam karena merupakan pengajaran langsung oleh Kristus tentang dunia orang
mati yaitu:
1.
Pengharapan atau permintaan apapun dari seorang terhukum tidak mungkin
lagi akan dikabulkan. Ketika gerbang kematian datang, maka segala sesuatu yang
menjadi permintaan dan pengharapan manusia baik bagi dirinya sendiri maupun
orang lain tidak dapat lagi dilakukan. Sekaya apapun seseorang, pilihan
bebasnya akan segala sesuatu yang sebelumnya dapat dilakukan karena
kekayaannya, akan sia-sia dan lenyap (Lihat Yakobus 1:11).
2.
Tidak ada lagi hubungan apapun
bentuknya antara yang hidup dengan yang mati. Dunia dipenuhi dengan berbagai
agama dan aliran kepercayaan bahkan sinkretisme antara keduanya. Kebanyakan
dari agama dan kepercayaan tersebut meyakini bahwa masih ada hubungan aktif
maupun pasif antara yang hidup dan mati. Implementasi atas hal tersebut
dilakukan berupa pengiriman doa bagi yang sudah mati, berbuat saleh agar orang
tua yang sudah mati bisa terimbas atas pahala-pahala yang didapatkan oleh
keturunannya yang masih hidup dan saleh, meminta berkat dari orang tua maupun
nenek moyang yang sudah mati, menyediakan bangku khusus bagi orang tua yang
sudah mati saat perjamuan makan, bahkan sampai ritual pemanggilan arwah dari
keluarga yang sudah mati. Perikop ini telah tegas mengajarkan bahwa tidak ada
lagi hubungan apapun bentuknya antara yang hidup dan yang mati, waspadalah,
jangan tersesat dan disesatkan!
3.
Peringatan akan hukuman kekal, pekabaran Injil, penobatan seseorang
tidak dapat dilakukan oleh mereka yang sudah mati. Siapapun yang menyatakan
bahwa dia dibangkitkan dan diutus dari neraka atau sorga untuk mengingatkan
yang hidup adalah kebohongan belaka. Hanya Tuhan sendiri yang karena kasihNYA datang
dalam rupa manusia, disiksa, mati dan dikuburkan lalu bangkit pada hari ketiga
dan berinteraksi dengan orang-orang yang dikehendakiNYA untuk menggenapkan
kasih Allah bagi manusia dengan pengorbanan Kristus yang telah bangkit
mengalahkan maut. Karena DIA Tuhan maka hanya DIA yang bisa melakukan ini, dan
bagi yang percaya dan bertobat dan hidup sesuai dengan Firman Tuhan, maka dia
akan mendapatkan keselamatan yang kekal.
4.
Klaim seseorang yang menyatakan dia pernah mati dan hidup kembali atau
bahkan bolak-balik dari dunia ke alam sana, haruslah diwaspadai dan meminta
hikmat dari Roh Kudus apakan hal semacam itu sesuai atau tidak dengan Firman
Tuhan. Otoritas kebenaran sejati hanyalah milik Tuhan, termasuk juga dalam
menilai pengajaran yang berkaitan dengan orang yang mati hidup kembali atau
mengisahkan tentang perjalanannya ke alam sana. Ayat 29 menyatakan bahwa
kesaksian Musa dan para Nabi serta Firman Tuhan dalam Alkitab serta tuntunan
Roh Kudus sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk mengingatkan yang hidup akan
adanya hukuman kekal.
Begitu penting dan sensitifnya
tentang kehidupan setelah kematian, maka mari kita belajar kebenaran Firman
Tuhan dan hidup didalam kebenaran itu.
APA MASALAHNYA DENGAN KEKAYAAN?
Sudah ditandaskan bahwa
menjadi kaya bukanlah dosa. Namun bagaimana menikmati dan mengelola kekayaan
itulah yang menjadi masalahnya. Masalah dengan kekayaan biasanya menimbulkan
hal-hal berikut ini:
Kekayaan memberikan godaan
yang kuat dan besar kepada yang memilikinya karena kehidupan si kaya yang dalam
kemewahan dan kenikmatan jasmaniah sering membuat lupa akan Allah dan kehidupan
setelah kematian. Kekayaan membuat upaya peningkatan gaya hidup yang sehat
ataupun penyembuhan atas sakit lebih leluasa untuk dilakukan. Sejatinya memang
kesembuhan itu berasal dari Tuhan. Tiap kesembuhan ataupun umur panjang adalah
dari Tuhan, namun logika sering pada akhirnya menjerat manusia pada cara
pandang bahwa karena kemampuan menyediakan segala sesuatu demi menunjang
kesehatan dan penyembuhan medis yang terbaik karena keleluasaan memilih
pengobatan yang berbayar membuat manusia lupa akan Allah. Kekayaan membuat si
kaya meletakkan kepercayaannya pada usaha sendiri maupun manusia lainnya (Amsal
11:28).
Kekayaanpun dapat menjadi
sumber kesombongan. Bukankah ketika kita mempertontonkan kesuksesan hidup atau
gaya hidup dengan benda-benda yang melambangkan kekayaan dan kemewahan
merupakan kesombongan? Disaat disekeliling kita banyak orang miskin atau
sederhana namun kita mempertontonkan kemewahan, sebenarnya kita sudah melakukan
pemisahan atau pembedaan terhadap
manusia berdasarkan kekayaan dan ini
adalah kesombongan. Tuhan mengingatkan dalam Yeremia 9:23 agar orang kaya
jangan bermegah karena kekayaannya, sedangkan Yehezkiel 28 : 1 – 10
mengingatkan bahwa kesombongan karena kekayaan akan berakhir dengan kematian.
Kekayaan identik dengan pesta
pora. Berpesta berarti merayakan sesuatu dengan sukaria dan makan minum, sedang
kan berpesta pora adalah suatu pesta yang besar dan meriah. Dalam pesta yang
seperti ini yang diundang adalah kalangan tertentu yang memenuhi kriteria dan
biasanya dikategorikan sama atau lebih statusnya dari pengundang. Pesta pora
adalah prestise. Segala hal yang disiapkan, dirayakan dan dinikmati dalam pesta
tersebut diupayakan menunjukkan status sosial si pengundang. Hanya orang-orang
kaya atau yang berlagak kaya lah yang dapat melakukan pesta pora. Ketika pesta
berlangsung biasanya segala sesuatu akan berlimpah-limpah. Jarang sekali mereka
yang sedang berpesta pora ingat pada yang miskin dan menderita, sehingga tidak
mungkin saat suatu pesta pora dilakukan, didalamnya juga diundang para gembel,
anak jalanan, penyakitan, penghuni panti jompo dan panti asuhan bahkan pembantu
rumah tangga pun mungkin hanya bisa di belakang dan tidak boleh nampak di hadapan
para tamu. Kekayaan mengakomodir pesta pora dan anti pada keprihatinan,
kemiskinan dan penderitaan! Lukas 21:34 mengingatkan supaya kita menjaga diri
supaya hati ini jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta
kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba
jatuh ke atas kita seperti suatu jerat.
Kekayaan memperbesar peluang
seseorang melakukan percabulan, kecemaran, penyembahan berhala, perseteruan,
perselisihan, roh pemecah, kedengkian, pembunuhan, menghalalkan segala cara, suap,
dan perilaku manipulatif lainnya (Galatia 5 : 19 – 21).
Kekayaan pada akhirnya dapat menghimpit
dan mengecilkan peluang manusia untuk berbuah bagi Tuhan. Perumpamaan tentang
seorang penabur dalam Lukas 8 : 14 menyatakan bahwa kekuatiran, kekayaan dan
kenikmatan hidup bagaikan semak duri yang menghimpit benih yang jatuh di
dalamnya. Si kaya sudah mendapatkan benih dan benih itu tumbuh tapi tidak
berbuah karena kekayaannya itu. Bagaimana akan memasuki kerajaan sorga ketika
kekayaan itu tidak menjadi berkat atau tidak berbuah dalam kehidupannya di
dunia ini.
Setelah diuraikan apa yang
menjadi masalah dari kekayaan itu, maka pelajaran dan peringatan yang Tuhan
Yesus ajarkan dari perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus adalah:
1.
Si kaya TIDAK PEDULI pada Lazarus. Ayat demi ayat tidak ada secara rinci
dan tegas menyatakan jenis kejahatan yang dilakukan oleh si kaya. Persoalan
utamanya hanyalah ketidakpeduliannya kepada si miskin.
2.
Si kaya TIDAK PERNAH SERIUS terhadap Firman Tuhan. Dia pernah mendengar,
mempelajari bahkan hidup beragama namun dia melakukannya dengan serius dan
benar.
Hal lainnya yang bisa kita
dapatkan dari perumpamaan ini adalah:
1.
Kekayaan atau kemakmuran bukanlah tanda atau jaminan bahwa kita sudah
diberkati dan berkenan di hadapan Tuhan, demikian pula kemiskinan bukanlah
indikator yang membuktikan bahwa si miskin ditolak atau tidak diberkati Allah.
2.
Bagi yang kaya, akan kaya atau merasa kaya harus lebih waspada karena
hidupnya dipenuhi oleh godaan yang mematikan.
3.
Jalanilah kehidupan ini dengan apapun kondisinya baik kaya atau miskin,
sehat atau sakit, dengan berpegang teguh pada Firman Tuhan dan iman yang kokoh
karena keselamatan kekal tidak ada di luar Tuhan Yesus Kristus.
Tuhan Yesus Memberkati, Amin.
*SP*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar