Translate

Senin, 02 Juli 2018

MEMAKSA ETIKA TANPA INISIATIF OLEH: SAOR R.S.S.S. PANJAITAN


MEMAKSA ETIKA TANPA INISIATIF

Saor R.S.S.S. Panjaitan



Hari itu saya masuk ke sebuah mini market yang berada di pinggiran kawasan Gading Serpong yang tidak jauh dari akses masuk ke perumahan Medang Lestari Tangerang. Di dalam tampak sepi, hanya ada dua pelanggan yang mengantri dilayani kasir wanita (Si A) dan tiga karyawan lainnya: dua pria, dimana yang satu sibuk mengutak-atik komputer (si B) dan satunya lagi (si C) sedang memotong-motong buah naga untuk dimasukkan ke dalam kemasan plastik, sementara yang wanita (si D) terlihat sedang menggunting-gunting label harga.

Niat saya belanja adalah untuk membeli jeruk bayi Pacitan yang memang terkadang dijajakan di mini market ini. Beruntung hari itu ada stok di meja display buah-buahan. Saat sedang memilih jeruk, masuk tiga anak muda yang nampaknya adalah mahasiswa yang ingin membeli minuman ringan dan makanan cemilan.

Setelah mendapatkan tujuh buah yang lumayan baik, saya segera menuju karyawan (si C) yang sibuk memotong-motong buah tadi untuk ditimbang dan diberi label harga.


Setelah ditempel label harga saya bergegas menuju kasir wanita (si A) yang melayani kedua pelanggan yang masih juga mengantri tadi. Nampaknya pelanggan yang pertama cukup banyak belanjaannya sehingga sampai saya hendak membayar belum juga selesai. Sementara pelanggan kedua seorang pria muda (si E) yang hanya membeli beberapa minuman ringan dan makanan kecil. Saya perkirakan transaksi pembayaran yang belum juga selesai sejak dari awal saya masuk sampai berdiri di belakang mereka kurang lebih tujuh menit (diluar perkiraan waktu sebelum saya masuk), suatu rentang waktu yang cukup lama karena satupun belum ada yang tuntas diselesaikan.


Saya melihat ke arah karyawan yang masih sibuk mengetik di komputer kasir (si B) dan serta merta menanyakan apakah anjungan kasir di sebelah kasir wanita (si A) tadi bisa dipakai atau tidak. Dia merespon dengan meminta karyawan wanita (si D) yang sedang menggunting label harga tadi untuk melayani permintaan saya.

Sesampainya di anjungan kasir, saya yang sudah berdiri di depannya tiba-tiba mendengar kasir wanita (si A) yang sedang melayani tadi langsung mengatakan kepada rekannya bahwa pria muda yang mengantri di belakang pelanggan yang belum juga selesai dilayaninya lebih dulu mengantri. Memang benar pria tadi lebih dulu mengantri di anjungannya dan tampaknya cukup sabar tanpa ekspresi apapun menunggu untuk dilayani. Karena diberitahu bahwa dialah yang duluan mengantri maka kasir kedua tersebut (si D) mempersilahkan si pria (yang segera pindah antrian) untuk menyerahkan belanjaannya untuk dihitung dan mengabaikan saya yang sudah di depannya dan berdiri di sana karena berinisiatif menanyakan apakah anjungan kasir yang sekarang dipakai bisa digunakan atau tidak.


Demi kebaikan bersama saya mengalah, namun tumbuh pertanyaan dalam benak manakah yang lebih etis, saya atau kedua kasir tersebut? Ada dua hal tindakan tidak profesional dan non etis yang berkembang dipikiran saya


Pertama, jika kita amati secara umum kepada semua pihak dengan mengasumsikan tidak adanya inisiatif saya untuk bertanya kepada si B maka kondisi yang akan terjadi adalah saya akan mengantri di belakang pria muda (si E) tersebut dan transaksi akan berjalan cukup lama. Terlihat dari cara melayani si kasir (si A) kurang cekatan dan profesional melayani pelanggan pertama sehingga terkesan lamban, sementara baik si B yang mungkin supervisor mereka dan si D yang terus sibuk dengan pekerjaan internalnya mungkin juga terkesan sebagai pekerja yang baik namun saya pikir mereka juga tidak etis karena membiarkan pelanggan menunggu lama padahal masih ada dua anjungan kasir yang kosong dan bisa digunakan.

Lambannya pelayanan pelanggan bukan hanya memberi kesan mini market tersebut lemah dalam memberikan kepuasan pelanggan namun juga membiarkan tindakan tidak professional dan non etis dibiarkan yang pada akhirnya akan merugikan nama baik perusahaan.


Kedua, inisiatif yang saya lakukan yaitu dengan bertanya pada si B tentang apakah anjungan kasir bisa digunakan atau tidak.

Pada kenyataannya memang anjungan tersebut tidak rusak dan ada kasir (si D) yang siap untuk bekerja walaupun masih mengerjakan hal remeh yaitu mengunting label harga. Adalah hak pelanggan untuk minta dilayani ketika memang perlengkapan dan personil yang ada memungkinkan. Inisiatif tersebut selain untuk mengakomodir efisiensi waktu juga mengingatkan tugas utama karyawan dalam melayani pelanggan karena bisnis seperti mini market tentunya membutuhkan nama baik dan kepuasan pelanggan demi majunya usaha tersebut.


Namun inisiatif pelanggan direspon negatif oleh semua karyawan mini market tersebut yaitu si A, B, dan D.


Si B yang kemungkinan supervisor tadi tidak responsif dengan kebutuhan pelanggan untuk cepat dilayani dan membiarkan si A maupun D melayani terlebih dahulu pelanggan yang tidak punya inisiatif sama sekali yaitu si E.


Si A yang kasir pertama selain lamban dalam melayani pelanggan, juga dengan seenaknya memerintahkan si D untuk melayani si E tanpa menghiraukan saya yang memang mempunyai inisiatif, sudah berada di depan anjungan kasir dan sangat menghargai waktu. Tindakan si A adalah untuk menutupi kelemahannya dan tidak mengherankan jika diapun mengakomodir orang yang tidak punya inisiatif (si E) untuk dilayani lebih dulu. Tindakan si A jelas tidak etis dan mengabaikan tindakan positif yang justru dilakukan untuk mengurangi beban kerjanya.


Si D juga tidak etis karena menunggu lebih dahulu perintah dari si B untuk melayani pelanggan. Tindakan tanpa inisiatif untuk segera melayani pelanggan dan mengakomodir keinginan si A yang memerintahkan melayani terlebih dahulu si E tanpa bertanya atau meminta persetujuan kepada saya juga adalah tindakan tidak etis yang tidak menghargai inisiatif yang saya lakukan. Sebenarnya baik si D maupun A seharusnya dapat menduga bahwa tidak akan ada komplain dari si E jika saya yang lebih dahulu dilayani karena memang si E bersikap tanpa inisiatif dan apatis dan kemungkinan besar juga tidak terburu-buru.


Sayapun tentunya bisa dikategorikan tidak etis juga walaupun memiliki inisiatif jika saya meresepon negatif dengan protes atau bahkan kemarahan karena justru si E yang lebih dahulu dilayani. Bagi si A dan D mungkin saya akan dinilai tidak etis jika memaksa untuk dilayani terlebih dahulu. Saya yang memiliki inisiatif dipaksa mereka untuk bersikap etis atas sikap dan tindakan mereka yang tidak etis. Beruntung saya masih menggunakan akal sehat dan kesabaran untuk mempraktekkan nilai-nilai etis dalam berinteraksi dengan orang-orang yang kurang menyadari makna inisiatif dan etika.

Sikap mengalah saya hari itu tanpa protes dan kemarahan menunjukkan jati diri saya yang bukan hanya menghargai inisiatif dan etika, namun juga berusaha mengerti kondisi orang lain sekalipun orang tersebut tidak menghargai kondisi saya.

Kerugian saya cuma satu yaitu waktu yang terbuang percuma, namun kerugian mini market tersebut saya rasa cukup besar karena menghentikan peluang keuntungan yang didapat dari pelanggan dikemudian hari yaitu minimal saya dan tentunya pelanggan-pelanggan lainnya yang mengalami hal sama dengan saya.


Tidak heran jika saya sering heran ketika melewati mini market yang cukup besar dengan posisi yang sangat strategis tersebut terlihat sepi pengunjung saat saya melewatinya. Mungkin saya cuma melewatinya, namun saya melewatinya minimal dua kali dalam sehari. Semoga bermanfaat bagi yang menghargai inisiatif dan etika dan bagi mereka yang belum menyadari manfaat dari keduanya.


Tunggu dulu …., Bagaimana dengan si E?

Saya lihat dia keluar sembari cengar-cengir dan rasanya saya bisa mendengar suara aneh dari hatinya yang membahana keluar menghantam otak saya, katanya: “Emangnya gua pikirin…!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar