MEMAKSA ETIKA TANPA
INISIATIF
Saor R.S.S.S. Panjaitan
Hari
itu saya masuk ke sebuah mini market yang berada di pinggiran kawasan Gading
Serpong yang tidak jauh dari akses masuk ke perumahan Medang Lestari Tangerang.
Di dalam tampak sepi, hanya ada dua pelanggan yang mengantri dilayani kasir
wanita (Si A) dan tiga karyawan lainnya: dua pria, dimana yang satu sibuk
mengutak-atik komputer (si B) dan satunya lagi (si C) sedang memotong-motong
buah naga untuk dimasukkan ke dalam kemasan plastik, sementara yang wanita (si
D) terlihat sedang menggunting-gunting label harga.
Niat
saya belanja adalah untuk membeli jeruk bayi Pacitan yang memang terkadang
dijajakan di mini market ini. Beruntung hari itu ada stok di meja display buah-buahan. Saat sedang memilih
jeruk, masuk tiga anak muda yang nampaknya adalah mahasiswa yang ingin membeli
minuman ringan dan makanan cemilan.
Setelah
mendapatkan tujuh buah yang lumayan baik, saya segera menuju karyawan (si C)
yang sibuk memotong-motong buah tadi untuk ditimbang dan diberi label harga.
Setelah
ditempel label harga saya bergegas menuju kasir wanita (si A) yang melayani
kedua pelanggan yang masih juga mengantri tadi. Nampaknya pelanggan yang
pertama cukup banyak belanjaannya sehingga sampai saya hendak membayar belum
juga selesai. Sementara pelanggan kedua seorang pria muda (si E) yang hanya
membeli beberapa minuman ringan dan makanan kecil. Saya perkirakan transaksi
pembayaran yang belum juga selesai sejak dari awal saya masuk sampai berdiri di
belakang mereka kurang lebih tujuh menit (diluar perkiraan waktu sebelum saya
masuk), suatu rentang waktu yang cukup lama karena satupun belum ada yang
tuntas diselesaikan.
Saya
melihat ke arah karyawan yang masih sibuk mengetik di komputer kasir (si B) dan
serta merta menanyakan apakah anjungan kasir di sebelah kasir wanita (si A) tadi
bisa dipakai atau tidak. Dia merespon dengan meminta karyawan wanita (si D) yang
sedang menggunting label harga tadi untuk melayani permintaan saya.
Sesampainya
di anjungan kasir, saya yang sudah berdiri di depannya tiba-tiba mendengar
kasir wanita (si A) yang sedang melayani tadi langsung mengatakan kepada
rekannya bahwa pria muda yang mengantri di belakang pelanggan yang belum juga
selesai dilayaninya lebih dulu mengantri. Memang benar pria tadi lebih dulu
mengantri di anjungannya dan tampaknya cukup sabar tanpa ekspresi apapun menunggu
untuk dilayani. Karena diberitahu bahwa dialah yang duluan mengantri maka kasir
kedua tersebut (si D) mempersilahkan si pria (yang segera pindah antrian) untuk
menyerahkan belanjaannya untuk dihitung dan mengabaikan saya yang sudah di
depannya dan berdiri di sana
karena berinisiatif menanyakan apakah anjungan kasir yang sekarang dipakai bisa
digunakan atau tidak.
Demi
kebaikan bersama saya mengalah, namun tumbuh pertanyaan dalam benak manakah
yang lebih etis, saya atau kedua kasir tersebut? Ada dua hal tindakan tidak profesional dan
non etis yang berkembang dipikiran saya
Pertama,
jika kita amati secara umum kepada semua pihak dengan mengasumsikan tidak
adanya inisiatif saya untuk bertanya kepada si B maka kondisi yang akan terjadi
adalah saya akan mengantri di belakang pria muda (si E) tersebut dan transaksi
akan berjalan cukup lama. Terlihat dari cara melayani si kasir (si A) kurang
cekatan dan profesional melayani pelanggan pertama sehingga terkesan lamban,
sementara baik si B yang mungkin supervisor mereka dan si D yang terus sibuk
dengan pekerjaan internalnya mungkin juga terkesan sebagai pekerja yang baik
namun saya pikir mereka juga tidak etis karena membiarkan pelanggan menunggu
lama padahal masih ada dua anjungan kasir yang kosong dan bisa digunakan.
Lambannya
pelayanan pelanggan bukan hanya memberi kesan mini market tersebut lemah dalam
memberikan kepuasan pelanggan namun juga membiarkan tindakan tidak professional
dan non etis dibiarkan yang pada akhirnya akan merugikan nama baik perusahaan.
Kedua,
inisiatif yang saya lakukan yaitu dengan bertanya pada si B tentang apakah
anjungan kasir bisa digunakan atau tidak.
Pada
kenyataannya memang anjungan tersebut tidak rusak dan ada kasir (si D) yang
siap untuk bekerja walaupun masih mengerjakan hal remeh yaitu mengunting label
harga. Adalah hak pelanggan untuk minta dilayani ketika memang perlengkapan dan
personil yang ada memungkinkan. Inisiatif tersebut selain untuk mengakomodir
efisiensi waktu juga mengingatkan tugas utama karyawan dalam melayani pelanggan
karena bisnis seperti mini market tentunya membutuhkan nama baik dan kepuasan
pelanggan demi majunya usaha tersebut.
Namun inisiatif pelanggan direspon negatif oleh semua karyawan mini market tersebut yaitu si A, B, dan D.
Si
B yang kemungkinan supervisor tadi tidak responsif dengan kebutuhan pelanggan
untuk cepat dilayani dan membiarkan si A maupun D melayani terlebih dahulu
pelanggan yang tidak punya inisiatif sama sekali yaitu si E.
Si
A yang kasir pertama selain lamban dalam melayani pelanggan, juga dengan
seenaknya memerintahkan si D untuk melayani si E tanpa menghiraukan saya yang
memang mempunyai inisiatif, sudah berada di depan anjungan kasir dan sangat menghargai
waktu. Tindakan si A adalah untuk menutupi kelemahannya dan tidak mengherankan
jika diapun mengakomodir orang yang tidak punya inisiatif (si E) untuk dilayani
lebih dulu. Tindakan si A jelas tidak etis dan mengabaikan tindakan positif
yang justru dilakukan untuk mengurangi beban kerjanya.
Si
D juga tidak etis karena menunggu lebih dahulu perintah dari si B untuk
melayani pelanggan. Tindakan tanpa inisiatif untuk segera melayani pelanggan
dan mengakomodir keinginan si A yang memerintahkan melayani terlebih dahulu si
E tanpa bertanya atau meminta persetujuan kepada saya juga adalah tindakan
tidak etis yang tidak menghargai inisiatif yang saya lakukan. Sebenarnya baik
si D maupun A seharusnya dapat menduga bahwa tidak akan ada komplain dari si E
jika saya yang lebih dahulu dilayani karena memang si E bersikap tanpa
inisiatif dan apatis dan kemungkinan besar juga tidak terburu-buru.
Sayapun
tentunya bisa dikategorikan tidak etis juga walaupun memiliki inisiatif jika
saya meresepon negatif dengan protes atau bahkan kemarahan karena justru si E
yang lebih dahulu dilayani. Bagi si A dan D mungkin saya akan dinilai tidak
etis jika memaksa untuk dilayani terlebih dahulu. Saya yang memiliki inisiatif
dipaksa mereka untuk bersikap etis atas sikap dan tindakan mereka yang tidak
etis. Beruntung saya masih menggunakan akal sehat dan kesabaran untuk
mempraktekkan nilai-nilai etis dalam berinteraksi dengan orang-orang yang
kurang menyadari makna inisiatif dan etika.
Sikap
mengalah saya hari itu tanpa protes dan kemarahan menunjukkan jati diri saya
yang bukan hanya menghargai inisiatif dan etika, namun juga berusaha mengerti
kondisi orang lain sekalipun orang tersebut tidak menghargai kondisi saya.
Kerugian
saya cuma satu yaitu waktu yang terbuang percuma, namun kerugian mini market
tersebut saya rasa cukup besar karena menghentikan peluang keuntungan yang
didapat dari pelanggan dikemudian hari yaitu minimal saya dan tentunya
pelanggan-pelanggan lainnya yang mengalami hal sama dengan saya.
Tidak
heran jika saya sering heran ketika melewati mini market yang cukup besar
dengan posisi yang sangat strategis tersebut terlihat sepi pengunjung saat saya
melewatinya. Mungkin saya cuma melewatinya, namun saya melewatinya minimal dua
kali dalam sehari. Semoga bermanfaat bagi yang menghargai inisiatif dan etika
dan bagi mereka yang belum menyadari manfaat dari keduanya.
Tunggu
dulu …., Bagaimana dengan si E?
Saya
lihat dia keluar sembari cengar-cengir dan rasanya saya bisa mendengar suara
aneh dari hatinya yang membahana keluar menghantam otak saya, katanya:
“Emangnya gua pikirin…!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar