Translate

Selasa, 10 Juli 2018

PENJARA ITU BERNAMA KELUH KESAH Oleh: SAOR R.S.S.S. PANJAITAN


PENJARA ITU BERNAMA KELUH KESAH

Saor R.S.S.S. Panjaitan

Keluh kesah adalah penjara bagi pikiran yang bebas dan kreatif  #SP#101017#

 







Sudah lama saya berniat untuk membuat berbagai tulisan yang didasarkan atas berbagai quotes yang selama ini saya posting di media Facebook. Sudah ribuan quotes sejak 4 Januari 2017, namun belum satupun yang sempat untuk dijadikan tulisan meskipun niat dan semangat sudah membara sejak setahun lalu bahkan diawal mengalirnya berbagai quotes dari samudera pikiran ke dunia nyata.

Saya tidak ingin berdalih terlalu sibuk sehingga belum juga mengejawantahkan quote-quote tersebut ataupun kehabisan kata-kata tertulis untuk menguraikannya. Yang pasti malas memulai atau hobi menunda-nunda lebih pantas saya ungkapkan sebagai alasan obyektif belum juga terealisasinya tulisan-tulisan tersebut, ataupun juga sebagaimana judul tulisan pertama ini yaitu penjara keluh kesah mungkin menjadi sipir penahan kebebasan dan kreatifitas diri dalam mengalirkan berbagai tulisan untuk dinikmati dan dikritisi oleh khalayak pecinta hikmat.

Tulisan pertama saya mulai dengan menelusuri quote mana kira-kira yang dapat menuntun saya dengan sabar untuk berkarya melalui tulisan meskipun harus tertatih-tatih di padang gurun referensi.

Akhirnya terpilih quote yang diposting pada 10 Oktober 2017 tentang keluh kesah. Di tanggal itu sendiri sebenarnya ada 8 quotes tentang keluh kesah, namun saya memilih quote ini untuk menggambarkan sekaligus menegaskan bahwa keluh kesah memang rawan menjadi penjara bagi kebebasan berpikir dan berkreatifitas.

Keluh kesah adalah suatu perasaan susah, gelisah atapun tidak senang yang diwujudkan dengan suara mengaduh, menarik napas dan bentuk lainnya yang sejenis.

Penyebab dari perasaan tersebut bisa saja karena sakitnya raga ataupun jiwa secara medis maupun spiritual ataupun hal-hal lainnya yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Ada segolongan orang yang hanya karena tidak mempunyai mobil dia terus berkeluh kesah padahal memiliki motor. Ada juga yang mengeluhkan mahalnya uang sekolah anak di bangku SMA padahal kenyataannya berhasil menyekolahkan anak melewati TK, SD dan SMP.

Ada lagi segolongan lainnya yang mengeluhkan kenaikan harga telur dan menceritakannya kemana-mana termasuk di media sosial sementara di rumahnya lebih sering memakan ikan sekelas Salmon, fillet Tuna ataupun Beef Teriyaki, Beef Bacon bahkan sampai olahan Mr. Krabs dan Squidward Tentacles teman-teman bercandanya SpongeBob! atau kalaupun lagi malas masak biasanya ‘jajan’ baik untuk lunch maupun dinner dengan Donburi Chicken Mayo Rice atau ‘dada montok’ fried Chicken di outlet-outlet Kolonel Sanders dimana saat prosesinya tidak melupakan gadget mulai dari Xiaomi Redmi 5A sampai Huawei Mate 9 Porsche Design 256 GB Black yang memakai kamera Leica generasi kedua berlisensi dengan resolusi kamera 12 MP dan kamera monochrome 20 MP f/2.2, autofocus dan dilengkapi LED flash yang dibandrol seharga dua puluh lima juta rupiah! untuk mendokumentasikan dan sesegera mungkin di-share mulai dari Facebook, Line sampai Instagram.

Ada lagi golongan yang mengeluhkan sampai mengutuki tanpa logika dan hati nurani pemimpin bangsanya sendiri yang terpilih secara demokratis. Mereka mengklaim diri paling benar dan suci yang membuktikan diri dengan kegemaran berputih ria, mencatut ayat-ayat langit dan unjuk gigi berderet-deret di jalanan dengan speaker, dan menggagahkan diri dengan bambu berbendera yang seakan-akan senapan S2 varian 4, padahal yang diteriakkannya patut diduga melulu adalah titipan yang bersayapkan uang dan pengisi perut aneka bungkus nasi dengan menu khas dari rumah makan kelas pinggiran jalan dari para oknum penggila kekuasaan yang tak rela lapak-lapak sekelas milyaran dollar mereka digusur tanpa kompromi. Keluh kesah golongan ini begitu hitam, pahit dan membusukkan peradaban dan urat malu bangsa ini di tengah-tengah komunitas internasional maupun jalannya sejarah peradaban kemanusiaan.

Sementara di pinggir sebuah danau nan elok dan sejuk yang jika dilihat dari jendela pesawat Qatar Airways yang melintas di atasnya laksana kepingan sorga yang jatuh ke bumi, sesosok perempuan yang sebenarnya terkategori renta baik raga maupun pemikirannya berkeluh kesah dan meledakkan keluh kesahnya dengan emosi level kaisar Nero sembari pongah sesumbar mengklaim bahwa keluh kesah dan tuntutannya adalah mewakili keluarga korban kapal Sinar Bangun di danau Toba yang penuh dengan pesona magis itu. Saya pribadi tidak rela dikatakan korban Danau Toba karena danau itu sendiri hanya menggeliatkan dirinya secara alamiah sesuai dengan tuntutan jalannya simponi alam saat itu. Keluh kesah yang dimanifestasikan dengan emosi laksana erupsi Gunung Agung kebanggaan masyarakat Hindu nan santun di pulau dewata yang ramai dengan karya dan manifestasi kebudayaannya yang bebas dan kreatif, dihadapan keluarga korban yang sedang disambangi dengan empati oleh wakil dari pemerintah. Keluh kesah wanita rapuh raga dan hati nurani ini bergayung sambut memalukan, karena justru keluarga yang diklaimnya sedang dibelanya malah mengusirnya dengan tandingan kemarahan karena merasa dijadikan tunggangan bernuansa politik kotor tanpa etika dan tentunya sarat dengan pengeluh kesah.

Keluh kesah juga bahkan membayangi rakyat jerman ketika para pahlawan bola mereka bertransformasi menjadi pecundang bola saat team juara bertahan tersebut kandas dan dipermalukan di babak pertama Piala Dunia 2018 di Rusia. Mitos kutukan juara bertahan kandas di babak pertama bersegera mengabuti pikiran waras rakyat Jerman atas kekalahan tersebut. Tragedi yang sebenarnya bukan tragedi ini (seperti kelaparan, bencana alam, wabah penyakit, dan korban kekerasan perang) juga meluaskan korban-korbannya ke babak lanjutan yang ditandai dengan ambruknya kesebelasan negara-negara dari beberapa maestro bola sekelas Lionel Messi, Ronaldo, Neymar dan Suarez. Rasanya keluh kesah rakyat dari negara yang mereka wakili pantas melangit karena mereka adalah milyuner yang kenyang pengalaman dan harta dari mengolah bola di klub-klub ternama Eropa. Keluh kesah tingkat tinggi ini bahkan menular dan mewabah bagaikan ‘Maut Hitam’ dari bakteri Yersinia Pestis yang membonceng pada kutu yang ditengarai berasal dari Asia Timur atau Tengah dan kemudian menyebar ke seluruh Asia, Eropa dan Afrika Utara dan pesisir Samudra Atlantik dimana hanya dalam tempo dua tahun membunuh 200 juta orang. Saya yakin keluh kesah sebagai multi efek yang merantai banyak penggila bola dari negara-negara yang kalah tersebut jauh lebih dahsyat menghantam para penggemarnya di lima benua dan lima samudera (penggemar yang sedang bertugas ataupun pelesiran di kapal-kapal yang melintasi samudera-samudera tersebut) bahkan sampai jauh ke utara dan selatan baik di kutub utara maupun selatan dimana suku eskimo dan para peneliti manca negara menetap sementara di dataran dingin itu untuk melakukan penelitian.

Bukti lainnya dapat ditemukan disuatu kawasan di ujung perbatasan antara Kabupaten Tangerang dan kabupaten Bogor tepatnya di sebuah pemukiman bernama Perumahan Legok Permai, para penggila bola dari negara-negara tersebut memproklamasikan bahwa Piala Dunia 2018 sudah berakhir tepat di menit pertama pasca ditiupnya pluit tanda berakhirnya pertandingan yang mengalahkan team favorit mereka. Semua kelelahan menonton bola sampai menjelang ayam bersiap berkokok memberitahukan bumi bahwa fajar segera menyingsing, sampai efek mengantuk dan terlambat mengantor dan habisnya kopi, ubi rebus, kacang yang diimpor dari Indomaret bahkan pencuekan istri yang resah mendesah di kamar tidur menanti suami yang bagaikan kesurupan berteriak-teriak sepanjang pertandingan, rasanya semua berlalu sia-sia sehingga patut dimaklumi jika mereka berani menentang FIFA dengan menyatakan bahwa piala dunia 2018 sudah selesai dengan keluh kesah panjang yang terbawa sampai kantor dan dunia mimpi. Keluh kesah jenis ini paling ringan hanya meletihkan badan ataupun cekcok rumah tangga dimana istri bersegera menyembunyikan remote TV sebagai ungkapan kekesalan hati dan bathinnya sampai yang paling berat merontokkan semangat kerja disaat pemimpin bangsa sedang kuat-kuatnya mengampanyekan revolusi mental dengan jargon andalannya: ‘Kerja – Kerja  – Kerja!’

Keluh kesah menyebar kesana-sini di Millenium Ketiga diantara generasi instan penyedot susu sapi sampai manusia-manusia sisa dari dekade terakhir abad kedua puluh. Dari Homo Sapiens dengan ciri-ciri mencampur adukkan mitos-mitos para dewa sekelas Cronus, Zeus, Hermaphrodite, Arthemis, Brahma, Syiwa, Thor, Ra, bahkan Debata Mulajadi Nabolon dan para manusia sekelas nabi seperti Musa, Daud, confusius, bahkan Diego Maradona, nabi yang diciptakan para penggila kemampuan berbolanya dan si Ratu talkshow Oprah Winfrey yang mendaulatkan diri sebagai pendiri sekaligus pemimpin agama ‘O’ yang dideklarasikannya di Chicago dengan Gayle King editor O, The Oprah Magazine menjadi uskup agungnya dan sudah diakui sebagai agama resmi di Kanada, Jepang dan Selandia Baru, dan ciri peradaban lainnya yaitu mengutamakan kekuatan uang, kesetaraan gender dan kebebasan Humanity hingga mencapai tapakan perjalanan sejarah yang sekarang menurut Yuval Noah Harari si profesor Yahudi, dosen universitas Ibrani, di Yerusalem adalah masa Homo Deus dimana kekuatan teknologi berupa kecerdasan buatan dan rekayasa genetika telah menggeser kekuatan dewa bahkan siapapun yang dianggap Tuhan oleh berbagai agama dan kepercayaan yang pernah ada dan masih ada di muka bumi ini.

Keluh kesah juga mungkin pernah menjangkiti Waljinah ‘The Queen of Sinden’ yang resah mempertahankan kualitas suara dan panjangnya nafas ditengah-tengah fakta habisnya gigi asli sehingga harus bergigikan palsu dan keriput sekujur tubuh yang tak terhalau lagi meski jamu sekelas Sido Muncul dan Nyonya Meneer dengan produk terbaiknya yang diperuntukkan untuk ekspor sudah bertumpuk-tumpuk menghujani permukaan kulitnya yang dulu bahkan sempat dikagumi Soekarno.

Aneka keluh kesah inilah yang jika terlalu sering dilantunkan dalam nada pelog selendro yang fals akan bertransformasi menjadi penjara kasat mata yang dengan kejam dapat memenjarakan berbagai pikiran sehat, cerdas bahkan berkelas hikmat Illahi serta aneka kreatifitas yang dapat memudahkan kehidupan kemanusiaan kita.

Jika pikiran yang semestinya bebas untuk dikembarakan kemanapun dia berlari telah terbelenggu, maka ancaman kepada nilai-nilai kemanusiaan yang dihasilkan oleh akal budi terancam eksistensinya. Pikiran adalah ibu kandung dari semua kebudayaan manusia. Tidak bisa dipungkiri bahwa sejatinya iman pun ada karena manusia memulainya dengan berpikir sekalipun pada prosesnya kemudian, iman senantiasa membelai pikiran agar tidak terlalu over dosis menunjukkan jati dirinya sehingga keberadaan Illahi yang supranatural pada akhirnya tergerus terabaikan.

Hasil pikiran juga melemparkan tinggi-tinggi kreatifitas manusia sehingga mampu membuat film sekelas Star Wars terbang jauh menjangkau sudut-sudut alam semesta meninggalkan realita kehidupan kontemporer.

Di dunia Superhero, bukan lagi hanya memamerkan super power Superman ataupun Spiderman yang dari ‘sononya’ memang baik, kini ada sosok Thanos big boss para penjahat di Infinity War yang bagaikan realita di depan mata dan pikiran anak-anak, remaja bahkan orang dewasa, yang menimbang-nimbang bahwa Thanos mungkin saja ada dan akan bangkit kembali menguasai seluruh alam semesta. Bukankah suatu ironi peradaban bahwa pikiran yang eksis di dunia abstrak mampu menciptakan pikiran lain secara simultan di dunia khayal manusia lainnya bahkan diwujud nyatakan melalui film, gambar, mainan, kaos bahkan komunitas fanatik yang dalam penghayatannya bisa saja mengubahnya menjadi agama atau keyakinan baru mengalahkan agama, kepercayaan bahkan ideologi yang sudah ada sebelumnya.

Penting dan urgen untuk menghalau keluh kesah berkepanjangan dan simultantif dari tiap makhluk yang berakal budi. Faktor penyebab keluh kesah mestinya segera dicarikan solusinya baik dari diri sendiri, mentor, psikiater, rahib, ustad, pendeta dan para ahli bedah otak dan syaraf bahkan para motivator ulung seperti Jansen ‘Mr. Ethos’ Sinamo, Tung Desum Waringin, Andri Wongso, dan motivator ekonomi Rheinald Khasali yang berembelkan Profesor Doktor!

Oh ya, satu lagi jangan dilupakan motivator ulung pembebas masalah yang ditengarai hasil olah kata-katanya mampu membebaskan semua manusia dari penjara-penjara bernama keluh kesah tersebut yaitu Mario Teguh yang sukses merobohkan penjara keluh kesah sesama namun tersandung dan terbelenggu ke dalam penjara pikiran masa lalu yang ketika pintunya terkuak akhirnya memenjarakan semua olahan kata-kata hikmat manusia yang menggembung di otaknya yang mestinya telah siap dibagikan diberbagai kelas atau acara motivasi. Sebaiknya kita berharap dalam doa semoga tidak ada lagi penjara masa lalu dipikirannya dan sesegera mungkin dapat bangkit dari liang kubur masa lalu yang memalukan dan kembali membawa pencerahan kepada banyak pikiran yang sulit berpikir bebas dan kreatif karena kompleksnya atau mungkin cintanya kepada keluh kesah.

Terakhir saya harus membuat pengakuan atas baru munculnya tulisan yang didasari atas ribuan quotes yang sudah saya posting di Facebook. Seringkali muncul dakwaan dari hati bahwa sebenarnya saya sendiripun telah terpenjara pikiran bebas dan kreatifitasnya karena begitu ragamnya corak dan panjangnya keluh kesah yang menggeluti hidup saya sehingga baru tulisan ini saja yang dapat saya bagikan kepada anda.

Syukurlah saya perlahan mulai lepas dari penjara bernama keluh kesah itu, mudah-mudahan masih ada banyak hari dimana saya mampu menuangkan pikiran bebas dan kreatifitas khususnya dalam menulis.

Wah .... mungkinkah saya akan mampu membuat tulisan-tulisan berikutnya sementara daftar tunggu dari quotes sudah menunggu begitu panjangnya?

Saya mohon kalimat di atas jangan anda lihat sebagai keluh kesah, please ......!


Lawson Ruko Viena
Tangerang, 10 Juli 2018




Tidak ada komentar:

Posting Komentar