Translate

Kamis, 09 Agustus 2018

SORAK-SORAI DI KEHENINGAN Oleh: Saor R.S.S.S. Panjaitan


SORAK-SORAI DI KEHENINGAN
Oleh: Saor R.S.S.S. Panjaitan

Lebih baik sorak-sorai jiwa dalam keheningan daripada sorak sorai ragawi dalam kepongahan   #SP#26418#
 
 


Nyeleneh lagi! Itu pasti yang anda pikirkan saat membaca judul tulisan ketiga yang saya kupas dari quote yang terposting pada dua puluh enam April lalu itu. Bagaimana mungkin sorak-sorai bisa dilakukan dalam keheningan?  Bukankah keheningan sama sekali jauh dari sorak-sorai? Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri menegaskan bahwa sorak-sorai adalah suara teriakan dan pekik yang dilakukan beramai-ramai. Jika ada suara dan berteriak pula, tentunya ada gelombang keras namun tidak kelihatan yang mampu menabuh keras gendang telinga, ditambah lagi adanya berbagai gerakan tubuh saat teriakan tersebut dilakukan yang juga menambah kehebohan dan tentunya jauh dari keheningan.

Sorak-sorai di keheningan rasanya bagaikan menikmati sejuknya curahan sinar matahari pada siang bolong di gurun pasir Danakil di Ethiopia yang suhunya bisa mencapai 500C atau tawa terbahak-bahak di prosesi pemakaman Agnes Gonxha Bojaxhiu atau yang lebih dikenal dunia sebagai Mother Theresa, ibu kaum papa yang meninggal pada 5 September 1997 di Kalkuta India. Suatu polarisasi yang rasanya tak mungkin bertitik taut.

Keheningan adalah kesunyian dalam diam yang bertafakur (merenung) mendalam sampai dasar yang terdalam. Dibutuhkan pertimbangan yang sungguh-sungguh melalui penguasaan diri demi mendapatkan hakiki terdalam dari kesunyian itu sendiri. Keheningan dibutuhkan untuk menarik kuat-kuat hikmat dari lumbung kearifan Illahi bagi para bijak dan aulia melalui prosesi meditasi dan doa-doa yang mengapalkan lutut dan sela-sela jemari sebelum mereka dipakai sebagai lidah ataupun pena Illahi yang tak terkontaminasi kepentingan duniawi. Indikasi utama para figur saleh yang orisinal membawa suara hikmat dari surga dapat dicermati saat dia mendapatkan hikmat tersebut dan cara serta tempat penyampaian yang biasanya dalam tudung keteduhan dan kesantunan yang memikat jiwa. Dari sini kita mestinya hakulyakin bahwa mereka yang mengklaim membawa kebenaran dari langit namun diprosesikan dalam sorak-sorai bising yang tak beraturan dan ditingkahi dengan caci maki, hujatan dan ancaman pastilah bukan agen-agen Illahi tapi para jongos recok dari penguasa kegelapan.

Keheningan membutuhkan wadah. Dia bisa berupa hamparan lembah yang sunyi tak berpenghuni dikala hembusan angin sedang tidak melawatnya. Wadah itu juga bisa berupa Arlington National Cemetery, taman makam pahlawan Amerika Serikat yang sekalipun berisi 400.000 lebih nisan dari berbagai ras dan agama, namun hening mencekam terlebih di saat purnama menggayut di langitnya. Di Arlington, Kapten  Angkatan Darat Humayun Khan tentara pahlawan Amerika yang muslim peraih Bintang Perunggu dan Purple Heart yang tewas di medan tempur negara Islam Irak, tidak lagi bersitegang urat leher tentang agama yang paling benar dengan Kopral Murray F. Smith si Kristen pemegang Purple Heart yang hanya menikmati 20 tahun kehidupan didunia dan si Yahudi Letnan Kolonel Harold T. Bartell, sehingga dapat mengoyak-ngoyak keheningan Arlington yang mencekam.

Keheningan juga bisa didapatkan di dalam ruangan paling sunyi di dunia dengan tingkat suara latar di dalamnya sebesar -20,6 decibel (suara napas manusia sekitar 10 decibel) yang dibangun di dalam Building 87 pada markas Microsoft di Redmond, Washington. Ruang Anechoic yang berbentuk kubus berukuran 6,36 m disetiap arah dan berdinding beton setebal 30 cm ini mampu menahan suara jet tempur sekelas F 22 Raptor yang menggelegar dan mampir singgah di samping temboknya dan hanya terdengar bagai bisikan halus di dalamnya. Di ruangan ini, suara ragawi dari tubuh anda yang tidak terdengar seperti detak jantung, gerakan bola mata, desiran darah bahkan suara lambung terdengar hiruk pikuk di dalamnya. Teknologi tertentu mampu membuktikan betapa bisingnya dunia yang kita tinggali ini sekalipun tanpa teriakan dan gerakan.

Jika sorak sorai yang mampu dideteksi oleh panca indera dan teknologi begitu bisingnya di dunia nyata, betapa ledakan sorak-sorai lebih berdentum jika dihayati dengan sepenuh hati dan jiwa. Sorak-sorai adalah ekspresi atas kegembiraan yang luar biasa. Kegembiraan yang terjadi karena kemenangan, kemerdekaan, keberhasilan dan sejenis lainnya. Sorak-sorai ini bisa berlangsung singkat namun juga berlarut-larut sebagai euforia bermotivasi mempertontonkannya di hadapan teman terlebih lawan. Sorak-sorai yang telah meng-euforia biasanya cepat atau lambat berubah menjadi kepongahan. Saat ragawi mempertontonkan kepongahan dalam bentuk sorak-sorai ini maka kebahagiaan sejati karena kemenangan, keberhasilan, kemerdekaan dan sejenis lainnya itu mengalami degradasi makna yang hakiki. Sayangnya sorak-sorai dalam kepongahan mewabah hebat dalam sejarah kontemporer karena manusia post modernisme senantiasa haus pengakuan dan penghormatan. Mari kita coba telusuri bukti-buktinya.

Ketika Messi pada akhirnya berhasil membawa Argentina masuk ke-16 besar dengan menaklukan Nigeria pada laga terakhir babak penyisihan grup D, para ‘penggila’ team Tanggo mulai dari penonton Argentina yang hadir di Saint Petersburg Stadium sampai ke Leandro Diego Guillermo si penjaga mercusuar yang menonton dengan TV JVC lama keluaran awal 70 an di Ushuaia, Tierra del Fuego Argentina yang dianggap sebagai ujung dunia, bahkan fans fanatik yang sama sekali tidak mempunyai ikatan apapun dengan Argentina yang berdomisili di lembah Baliem Papua ataupun penduduk kampung di seputar perumahan Legok Permai di Tangerang, larut dalam euforia yang dimanifestasikan dengan teriakan menggelegar sampai mengacungkan tinju ke langit tanpa mempedulikan aroma ketiaknya yang membuncahkan bau menyengat karena takut mandi pasca begadang semalaman dan lontaran kata-kata ditingkahi meme yang membludak di media sosial sebagai pelampiasan sorak-sorai yang tak berbunyi. Para penggila Messi ini lupa diri bahwa sejak babak pra Piala Dunia 2018 Argentina sudah tertatih-tatih demi dapat tampil di Rusia. Team ini memang berlimpah dengan pemain bertalenta di lini tengah dan depan seperti Paulo Dybala, Gonzalo Higuain, Angel Di Maria, Ever Banega, Giovani Lo Celso dan tentunya Sergio Aguero, namun kehebatan squad ini pada realitanya nyaris menanggung malu karena hampir tidak lolos ke Piala Dunia 2018. Mereka bisa lolos pun ditentukan pada pertandingan terakhir melawan Ekuador yang untungnya mereka menangi dengan skor 3 – 1. kemenangan yang hanya mampu memposisikan mereka di peringkat ketiga di zona Amerika Latin atau CONMEBOL di bawah Brazil dan Uruguay. Hadirnya Argentina di Rusia tetap dipandang sebagai raksasa penakluk dengan mengabaikan prosesnya. Sorak-sorai over confidence menjadi karpet terbang ajaib ala dongeng seribu satu malam yang membawa team ini ke Rusia. Kesadaran untuk menurunkan volume sorak-sorai dan kebanggaan yang melampaui langit ketujuh tidak juga dilakukan para ‘penggilanya’ ketika fakta di babak penyisihan Grup D memberikan deskripsi akurat bahwa sebenarnya team Eva Peron ini adalah team yang lemah. Di laga pembuka mereka Cuma mampu bermain imbang 1 : 1 dengan debutan baru Islandia, negara yang berpenduduk hanya 430.000 jiwa yang karena bersalju hampir sepanjang tahun, untuk berlatihpun harus di dalam stadion tertutup. Berikutnya lebih parah karena dilumat 3 : 0 oleh Kroasia! Beruntung, Nigeria mengalah dengan 1 : 2 sehingga walaupun dengan compang-camping Argentina lolos ke 16 besar . Maka sorak-sorai gagah dan gegap gempita yang membusungkan dada menggema dari semua ‘penggila’nya. Ada jangka waktu 3 hari para penggemar Argentina melampiaskan kegembiraannya dengan sorak sorai yang makin mempongah. Sorak sorai bising itu terus membesar sampai dimulainya pertandingan Argentina melawan Perancis. Kenyataan pahit harus ditelan ‘penggila’ Argentina saat Perancis menghempaskan sorak-sorai pongah mereka dengan hujan gol yang berakhir 4 – 2 di Kazan Arena. Kekalahan yang membisu totalkan seluruh pendukungnya di muka bumi sampai ke tahap keheningan yang memilukan namun hingar-bingar dalam ledakan kesedihan dan kekecewaan di dalam jiwa. Nama besar mantan juara dunia dua kali saja yang membius ‘penggila’nya sehingga jauh dari eling dan menganggap Argentina adalah raksasa bola yang datang untuk melumat para liliput.  Dibutuhkan masa 4 tahun untuk membangkitkan kembali sorak-sorai pongah itu dari liang kuburnya. Kelak dibutuhkan jersey baru demi menyambut kebangkitan baru pada 4 tahun di depan karena jersey lama di 2018 sudah lapuk di makan deterjen dan besi panas setrika.

Sorak-sorai dalam kepongahan juga dipertontonkan dengan berlebihan bahkan kebiadaban saat ISIS merebut sebagian wilayah Irak termasuk Mosul kota terbesar kedua dan menguras ratusan juta dana dari bank-bank yang mereka kuasai sehingga membuat ISIS menjadi kelompok teroris terkaya di dunia. Sorak-sorai gempita mereka lampiaskan dengan pekikan bernada religi ditingkahi rentetan tembakan ke udara dan untuk selanjutnya bersorak-sorai saat membantai ribuan manusia yang berbeda ideologi religi dengan mereka. Sorak-sorai juga menjadi kenikmatan utama saat mereka menggorok leher-leher musuhnya bahkan ketika menendang-nendang bagaikan bola kaki serta menginjak-injak bayi-bayi yang orang tuanya berbeda keyakinan dengan mereka. Sorak-sorai ragawi dalam kepongahan yang menjijikkan dalam sejarah peradaban kemanusiaan. Demikianpun tingkah barbar mereka lakukan justru mendapat banyak simpati bahkan keinginan untuk bergabung dari banyak anak muda dan keluarga muda dari seluruh dunia yang terperdaya dengan propaganda memutar balikkan ayat-ayat agama sesuka hati mereka. Sorak-sorai ragawi dalam kepongahan memang tak bertahan lama. Saat ini kita ketahui bahwa kekuatan ISIS hampir habis dan hanya menyisakan ratusan teroris yang eksistensinya tidak mampu lagi dipertontonkan dengan leluasa karena sudah menjadi buronan.

Sorak-sorai ragawi bertendesi kepongahan juga bisa kita temukan pada laga akbar demokrasi saat pilkada yang mencoba mencari sosok gubernur terbaik bagi Jawa Barat. Saat debat publik yang dilakukan di Balairung Univeristas Indonesia pada 14 Mei 2018, pasangan calon gubernur nomor urut tiga yaitu Sudrajat – Ahmad Syaikhu (Asyik) dengan norak dan arogannya membentangkan kaos yang tidak tepat waktu dan sasaran yaitu bertuliskan #2019GantiPresiden. Pasangan yang merasa pasti menang ini karena memang Jawa Barat adalah basis utama konstituen dari partai politik yang mengusung mereka tanpa etika dan urat malu membentangkan kaos tersebut saat closing statement yang direspon dengan sorak sorai dahsyat dari para pendukungnya. Sorak-sorai yang berisi kepercayaan diri yang  terlalu besar dan meledak dalam kepongahan sampai pada akhirnya lima lembaga survei yang kredibel seperti Litbang Kompas, Lingkaran Survei Indonesia, Saiful Mujani Research, Charta Politika dan Populi Center memaparkan hasil quick count-nya pada 27 Juni 2018 yang menyatakan bahwa pasangan Asyik kalah dari pasangan Ridwan Kamil – Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) dan dipertegas secara final oleh KPU Jawa Barat pada 24 Juli 2018. Kekalahan yang menyakitkan dengan selisih suara lebih dari 4% ini bukan hanya menyakitkan namun merontokkan kepongahan sampai tataran ideologis!

Berbeda dengan sorak-sorai jiwa yang diperdengarkan dalam keheningan. Sorak-sorai ini benar-benar menggelegar dahsyat tidak dibatasi ruang, waktu dan besarnya slot memori untuk menampung datanya. Sorak-sorai ini laksana luar angkasa yang terkesan gelap dan senyap, namun jika digunakan teleskop ilmu pengetahuan dan teknologi, suaranya luar biasa dahsyat dimana manusia pasti tidak sanggup menampungnya dengan gendang telinga. Ledakan supernova yang bisa berlangsung selama bertahun-tahun dan diperkirakan terjadi setiap 30 tahun khusus hanya di galaksi Bimasakti saja yang menimbulkan cahaya terang di atas sana yang bergema dan berulang diberbagai galaksi lainnya sepanjang sejarah alam semesta, tiada pernah terdengar sampai bumi, namun tidak dapat dibantah bahwa kedahsyatannnya mampu membuat bumi menyerpih laksana butiran pasir di padang gurun sahara nan luas!

Sorak-sorai jiwa dalam keheningan memberi akses langsung pada Sang Pemberi suara pada dunia melalui jembatan syukur dan takjub yang dihantarkan dengan letupan-letupan dahsyat rasa terimakasih yang tak terhingga. Sorak-sorai yang tidak membutuhkan kepalan tangan yang dihentakkan ke atas kepala dan pekikan dari pita suara sembari ditingkahi berbagai gerakan tubuh yang dilontarkan kesana kemari.
Sorak-sorai jiwa inipun tersimpan rapat dari liputan berbagai mata dan pikiran yang siap menafsirkannya sehingga kepongahan terantai kuat tak mampu menggelinjang penuh gairah untuk dipertontonkan kepada sesama.

Sorak-sorai jiwa dalam keheningan ini adalah laksana sepasang suami isteri yang mendengar kabar sukacita dari bidan di klinik kampung jauh di pedalaman Kalimantan bahwa mereka akan mendapatkan anak setelah menunggu 12 tahun dalam pernikahan yang dipenuhi dengan cinta dan kesetiaan. Mereka mengekspresikan gegap-gempita dalam jiwanya hanya dalam bentuk senyum namun berteteskan air mata dan mengakhir dengan lipatan tangan sembari bersimpuh berdua menaikkan kalimat-kalimat tak berbunyi kepada Sang Khalik melalui doa syukur dan terimakasih. Suatu kebahagiaan yang disertai kesadaran bahwa janin berusia satu setengah bulan tersebut akan mengulah menjadi rasa nyaman yang tak terperi sepanjang empat bulan pertama untuk kemudian dilanjutkan dengan kontraksi menyakitkan yang bagaikan mengaduk-aduk rahim si calon ibu dengan body yang bersegera membesar jauh dari kerampingan seperti masa gadisnya. Bentuk body yang justru makin memikat si calon ayah yang makin bergairah membanting tulang karena konsekuensi logis di hari depan menuntutnya menyediakan berbagai kebutuhan si calon buah hati mulai dari kain popok sampai susu formula yang bakal rakus disedot sang buah hati. Semua proses yang melelahkan jasmani rohani namun justru menimbulkan sensasi kebahagiaan yang justru ditakuti oleh anak-anak muda yang takut menikah baik di Jepang, Singapura maupun Eropa utara karena tak ingin berlelah ria memikul tanggung jawab yang menyita tubuh, pikiran, dan penghasilan bulanannya.

Sorak-sorai jiwa dalam keheningan juga terlihat dan terdengar riuh ketika disebuah warung tegal (warteg) seorang pria dan wanita yang nampaknya adalah pasangan suami isteri terlihat banyak tersenyum tanpa sedikitpun terdengar tawa. Saat itu, saya yang juga makan disebelah mereka baru tersadar beberapa menit kemudian bahwa si pria ternyata tuna wicara (bisu), namun cerita ceria mereka yang hanya menggunakan bahasa isyarat yang dipertegas dengan gerakan bibir menghasilkan kegembiraan bagi keduanya. Suatu kegembiraan yang menyorak-nyorai dalam keheningan yang hanya diketahui oleh mereka dan memburatkan rona-rona merah muda di wajah, tanda adanya keintiman yang menggelut mesra jiwa keduanya.

Sorak-sorai jiwa yang membuncah dalam keheningan ketika Gabriel, sang malaikat, tiba-tiba sudah berada di dalam rumah Maria dan mengabarkan berita yang menggoncang dunia sampai ke akhir jaman bahwa ia yang sama sekali belum pernah disentuh laki-laki diberi kepercayaan untuk mengandungkan dan melahirkan anak laki-laki yang kelak akan membawa keselamatan kepada manusia dalam kontroversialitas yang diimani sekaligus ditolak oleh makhluk yang beragama maupun tidak. Suatu kegembiraan luar biasa dalam jiwa Maria yang berisikokan hukuman rajam sampai mati karena hamil tanpa pernikahan walau sudah bertunangan dengan Yusuf, situlus hati yang atas petunjuk Illahi kemudian bersedia menikahinya namun menahan diri untuk tidak bersetubuh sampai bayi Immanuel itu dilahirkan. Sorak-sorai dalam jiwa ini menimbulkan kebahagiaan sekaligus kesediaan untuk disalah mengerti dengan ancaman kematian dari masyarakat yang paling keras menerapkan legalitas yang super rigid dari hukum-hukum keagamaannya sepanjang sejarah umat manusia.

Sorak-sorai jiwa dalam keheningan adalah sebuah kebaikan dan kemurahan hati Al-Khalik langit dan bumi yang terus menerus kurasakan semenjak pembuktian dari layar USG yang memperlihatkan bahwa janin berusia enam bulan dikandungan bundanya itu berjenis kelamin laki-laki pada awal Maret 2016. Suatu gegap gempita sukacita yang tak terperikan saat saya mendokumentasikan melalui handycam ber-tripod di ruangan bedah bersalin Rumah Sakit Asshobirin Tangerang pada Kamis pagi 16 Juni 2016 pukul 06.00 WIB. Bayi itu ditarik dari kandungan dan dikenalkan dengan dunia nyata oleh Dr. Jusran, Sp.OG., dan team lalu kemudian dengan serta merta si bayi harus mengusahakan sendiri pasokan oksigen bagi paru-parunya dengan menggunakan hidup mancung nan indah pemberian Sang Maha Baik.

Dialah Elgio Hezron Bradley Panjaitan yang lahir disaat Papa dan Bunda nya telah memasuki paruh baya kehidupan di dunia ini. Bayi tampan yang terus menerus memberikan sorak-sorai kebahagiaan ke dalam jiwa kami sekeluarga. Terlalu sering saya menyaksikan betapa baiknya Yang Maha Rahim melalui wajah dan seluruh tubuh indahnya. Sering terpikir bagaimana mungkin laki-laki paruh baya yang jelek ini dipercaya untuk mendapatkan ‘pangeran’ dalam keluarga besarnya. Dikeheningan malam nan gelap, sering lampu kamar sengaja dihidupkan demi untuk melihat dan mengagumi karya indah dan mulia dari Jehovah Bore (Tuhan Sang Pencipta) yang meledakkan rasa syukur dan doa yang tak henti-hentinya memuji dan memuja Sang Maha Baik. Lebih banyak sorak-sorai jiwa dalam keheningan kulakukan daripada sorak-sorai ragawi yang ekspresif dan dipertontonkan kepada banyak orang atas betapa bahagianya memiliki anak laki-laki yang luarbiasa. Suatu sorak-sorai yang selalu mengingatkanku akan keberadaan Allah dan karena itulah kuberi dia nama Elgio yang bermakna Kebaikan atau Kemurahan Hati Allah. Siapapun anda mungkin pernah melakukan dan merasakan sorak sorai jiwa dalam keheningan ini ketika dipercaya sebagai orang tua dengan hadirnya anak-anak dalam kehidupan berumah tangga.

Bersorak-sorailah tanpa kepongahan dengan penuh ekspresif melalui ragawi terlebih dalam keheningan yang penuh kedamaian sekalipun menggelegarkan jiwa.

Tangerang, 2 Agustus 2018


Kamis, 26 Juli 2018

RESPONDEO ERGO SUM RASA LEGOK PERMAI Oleh: Saor R.S.S.S. Panjaitan


RESPONDEO ERGO SUM RASA LEGOK PERMAI
Oleh: Saor R.S.S.S. Panjaitan


Pada 22 Juli 2018, seorang sahabat memposting satu quote menarik yang dikutip dari seorang filsuf fenomenal di belantara sejarah filsafat dunia. Quote-nya berbunyi: Respondeo Ergo Sum (Karena tanggung jawab maka saya ada). Saya tergelitik dengan quote tersebut karena memang gemar menjelajati literatur filsafat sejak muda terlebih disaat membacanya saya sedang siaga satu menjaga buah hati saya si bungsu yang ramai melontarkan isi perutnya sepanjang malam, satu hari setelah quote tersebut diposting.

Dalil yang meng-adagium tersebut diujarkan oleh salah satu filsuf terbesar abad dua puluh yang lahir pada 1906 di Kaunas, Lithuania. Dialah Emmanuel Levinas yang lahir dari keluarga Yahudi dimana pada saat dimulainya Perang Dunia Kedua ia masuk dinas militer Perancis namun sejak 1940 dan sampai lima tahun berikutnya menjadi tawanan Jerman. Suatu keadaan yang sangat tidak menyenangkan sebagai anggota militer karena tidak dapat mengangkat senjata. Demikianpun keadaannya, ia masih beruntung karena NAZI Jerman sama sekali tidak tahu bahwa ia adalah Yahudi tulen sementara seluruh keluarganya di Lithuania dibantai karena darah Yahudinya. Saya katakan beruntung dan tentunya menguntungkan dunia filsafat karena jika ia tewas sebagai tahanan militer karena keyahudiannya, maka dunia tidak akan pernah dapat menikmati hasil karya berpikirnya seperti:  Totalité et Infini (Totalitas dan Yang-Tak-Terhingga) yang adalah disertasi yang mengantarkannya menjadi guru besar filsafat di kota Poitiers, untuk kemudian menjadi guru besar di Paris-Nanterre dan Sorbonne. Karya kedua yang fenomenal adalah Autrement qu'ètre ou au-delà de l'essence (Lain Daripada Ada atau di Seberang Esensi), juga berbagai tulisan lainnya seperti Humanisme Manusia Lain (1972), Tentang Allah Yang Sampai Pada Pikiran (1982), dan Etika & Tak Berhingga (1982) yang impresif dan penting sebelum meninggal pada 25 Desember 1995.

Levinas adalah filsuf dan juga teolog. Hal menarik darinya adalah konsistensi dalam menuangkan pikiran menjadi tulisan yang terpisah yaitu filsafat dan religi. Kedua bidang ilmu tersebut benar-benar dipisahkannya walaupun sebenarnya tak dapat terpisahkan. Setiap tulisan yang mengkaji filsafat benar-benar dilakukannya sebagai filsuf bukan teolog, demikian pula sebaliknya. Saat berfilsafat secara gamblang ia menjauhkan Taurat dan Talmud sebagai sumber otoritas, namun sedikit pengecualian adalah ketika menjelaskan eksistensi manusia secara filosofis, ia ‘meminjam’ simbol-simbol dan gagasan Yahudi hanya agar dapat membuka dimensi-dimensi baru demi pemahaman dan penghayatan yang lebih mudah. Suatu strategi yang eksplisit tidak menggunakan/mengutip dalil dogmatika maupun etika religi Yahudi. Karenanya, siapapun yang ingin menimba lebih banyak lagi ilmu filsafat dari Levinas tentunya tidak perlu khawatir terkontaminasi kenikmatannya dalam bertuhan apalagi apriori karena berbeda keyakinan dengannya. Para Yahudi biarlah berpuas ria dalam bertuhan, dan bagi kebanyakan orang yang ‘jijik’ atau anti Yahudipun silahkan berpuas ria dengan keberagamaannya, lakum dinukum waliyadin!.

Yahudi bagi sebagian kalangan tentunya serta merta menimbulkan alergitas yang merantai logika dan hati nurani. Bagi mereka yang berseberangan, apapun dan siapapun yang terhubung dengan Yahudi harus sesegera mungkin dicampakkan ke dalam ‘tong sampah’ logikanya. Karena telah terbuang dan terkemaskan kenajisan, membuat logika haram untuk menyentuhnya. Ketika ini dilakukan oleh manusia maka matilah tanggung jawabnya untuk memikirkan eksistensi dan melakukan kebaikan bagi sesama secara universal, suatu bentuk pembunuhan karakter berdasarkan cara pandang identitas yang saat ini sedang panen raya di dunia politik dan religi Indonesia yang gemar ber-SARA ria. Inilah ironi peradaban dari Homo Religious (manusia beragama) yang gemar berkomparasi agama dari sudut eksklusifitas kaumnya demi mendapatkan bahkan memaksakan pengakuan absolut atas kebenarannya sendiri sementara di luar kaumnya adalah serba salah bahkan mutlak kafir sehingga sekedar dialog sederhana untuk menemukan jembatan toleransipun sudah tertutup rapat-rapat dan karenanya tidak mungkin untuk memikirkan dan mengusahakan keselamatan sesama di luar kaumnya!

Respondeo ergo sum Levinas menampik perbedaan yang menyebabkan hilangnya tanggung jawab pada diri tiap orang untuk mengusahakan keselamatan sesama. Tidak dapat dipungkiri bahwa sumber utama yang menjadi acuan dari berfilsafat dan berteologinya Levinas memang terambil dari tiga hal yang membuka peluang kecurigaan penentang Yudaisme untuk memeluk mesra dalil-dalil filsafatisnya. Ketiga sumber itu adalah: Tradisi Yahudi, Sejarah Filsafat Barat dan Pendekatan Fenomenologis (Aliran yang membicarakan fenomena (gejala) dari segala sesuatu yang menampakkan diri dan terlihat secara indrawi). Levinas juga penuh dengan kegairahan dalam cinta saat menggali lebih dalam tafsir Talmud yang merupakan kiblat referensi dari keyahudian. Namun dari semua sumber sahih yang digunakannya tersebut justru melahirkan dalil respondeo ergo sum!, dengan dalil tersebut Levinas ingin mengajarkan pada dunia bahwa teramat sangat penting untuk memikirkan dan mengambil tindakan yang nyata untuk menyelamatkan sesama karena melalui laku tersebut sebenarnya manusia itu sendiri sedang berproses menjadi dirinya sendiri.

Fenomenologisnya menguatkan bahwa saat berelasi dengan seseorang kita semestinya mendapatkan kesadaran diri terpanggil untuk bertanggung jawab atas keselamatannya. Ini adalah jenis panggilan yang semestinya disadari oleh setiap orang sebagai panggilan yang diistilahkan oleh Levinas dari ‘Yang-Baik-Tak-Terhingga’ sehingga siapapun juga seharusnya memenuhi panggilan tersebut tanpa pandang bulu. Baginya, setiap orang adalah titipan dari Yang Tak Terhingga sehingga menjadi kewajiban yang harus dipertanggung jawabkan secara total yang otomatis muncul saat berhadapan muka dengan muka dan bertindak aktif (jemput bola) tanpa menunggu orang tersebut menyapa/meminta terlebih dahulu. Panggilan tersebut terimplementasikan melalui bentuk nyata perbuatan baik atau tidak melakukan kejahatan kepada siapapun, suatu pengejawantahan dari relasi etis yang non teoritis! Melalui respondeo ergo sum, Levina meneriakkan pada dunia bahwa ia menemukan Allah dan tanggung jawab manusiawinya di dalam setiap wajah sesama yang ditemuinya sehari-hari.

Jelaslah bagi kita saat respondeo ergo sum disuarakan oleh Levinas, ia sedang bicara tentang kebaikan, keadilan dan keselamatan untuk sesama. Ini adalah bentuk tanggung jawab yang bukan saja bermuara kepada kekekalan namun mesti dilakukan saat manusia menjalani kesehariannya dan tentunya harmonisasi kehidupan bisa tercipta diantara sesama keturunan Adam. Hal ini penting dipahami dengan baik oleh ‘pecinta’ dalil tersebut karena mungkin saja kalimat tersebut ditafsirkan lain untuk kemudian digunakan sesuai selera masing-masing pada segala kasus.

Respondeo ergo sum bukan bicara tentang eksistensi si Butet sang sekretaris yang harus menanggung-jawabi korespondensi dari perusahaan berbentuk Commanditaire Vennootschap (Persekutuan Komanditer/CV) yang menampung dan mendistribusikan telur ayam tempatnya bekerja ataupun juga bukan tentang si Poltak yang bertanggung jawab untuk membereskan kursi-kursi gereja sebelum digunakan untuk ibadah rutin mingguan. Dalil tersebut juga bukan hendak menegaskan tanggung jawab gubernur yang diduga smart namun gagap saat menangani penggalan jalan ataupun sungai yang mengumuh di wilayah kerjanya lalu kemudian bersilat kata dan membelai-belai kambing hitam tanpa solusi berintegritas. Bukan juga tentang tanggung jawab Letnan Kolonel (CBA) Jonrey Sitanggang yang harus melaksanakan perintah komando dari Panglima Divisi Infanteri 1 Kostrad tentang pergeseran pasukan (Serpas) dari tiga kompi gabungan dari Brigade Infanteri 1 Kostrad yaitu Yonif Para Raider 328/Dirgahayu, Yonif Para Raider 305/Tengkorak dan Yonif Para Raider 330/Tri Dharma yang melaksanakan latihan gabungan di bukit Sanggabuana Karawang.

Dalil tersebut menegaskan peran seorang ayah yang mengorbankan waktu dan karirnya demi menjaga si buah hati yang terbaring lemah karena apa yang ada di lambung dan ususnya disemprotkan melalui mulut dan anus diluar metabolisme tubuh yang normal.
Dalil itu juga bicara tentang si Lakkos yang karena keterbatasan waktu dan kesehatannya mengalihkan skala prioritas pada pemenuhan waktu dan perhatian bagi keluarganya yang bertahun-tahun mengalah pada aktivitas kerohaniannya yang membabi buta demi menyenangkan komunitas yang rajin mengelu-elukan kerajinan, inovasi, kreatifitas bahkan sampai keberaniaannya namun disaat lain mengendor bahkan bertransformasi menjadi celaan, hujatan bahkan fitnah ketika kontribusinya dianggap berkurang bahkan melemah. Bagi si Lakkos, implementasi dari teori keselamatan yang dipahaminya dengan baik sesuai dengan panggilan dari Yang Baik Tak Terhingga mesti dialihkan terlebih dahulu bagi orang-orang terdekat di keluarga inti dan lingkungannya, namun bagi para pencemooh yang tak terpuaskan semua kemauannya, dalil tersebut justru berseberangan dengan mereka.

Dalil tersebut adalah bentuk kebaikan sederhana berupa sepotong roti dan segelas air yang diberikan si Polan saat melihat si Julkifli pucat pasi kelaparan di sebelahnya pada deretan bangku di gerbong commuter line. Ini adalah tindakan langsung kepada satu subyek yang dapat menyelamatkan terlebih dahulu jasmaninya untuk kemudian merefleksi ke dalam jiwa Julkifli tanpa mesti mengumbar kalimat-kalimat indah dari kitab suci dan memamerkan tindakan kebajikan tersebut kepada banyak orang demi popularitas ataupun suksesnya suatu program kerja yang dapat mendongkrak keharuman performa yang kelak diharapkan mempengaruhi karir berikutnya si Polan di masa depan.

Dalil itu juga bicara tentang berbagi kata-kata Illahi kepada siapapun dan dimanapun tanpa pamrih, tanpa pujian dan tanpa merindukan rupiah sebagaimana yang sering dirindu dendamkan oleh mereka yang mestinya melakukannya sebagai profesi dan berbayar. Respondeo ergo sum berteriak lantang fokus kepada subyek-subyek yang harus diselamatkan dengan nilai-nilai Illahi tanpa kemudian menjadi merasa lebih hebat, pintar ataupun dibutuhkan bahkan memposisikan diri sebagai tuan yang kemudian blunder dalam kata-kata dan tindakan yang mengecewakan subyek-subyek yang sebelumnya dijadikan sasaran untuk proyek keselamatan.

Dalil Levinas adalah dalil sederhana yang menarik jiwa kepada belas kasihan dan empati pada wajah-wajah lugu, menderita, ceria, murung, putus asa, pucat pasi, bahkan beringas untuk sesegera mungkin menjadi sasaran kebaikan yang konkrit dan berkesinambungan sekalipun tanpa berbalas atau bahkan sebaliknya berbalaskan tuba.

Levinas memberikan kepada kita bagaimana melakukan kebaikan sebagai wujud kedewasaan rohaniah tanpa tedeng aling dan siap untuk ditolak ataupun disalah mengerti karena memang nilai-nilai Illahi yang membumi lebih sering menjengkelkan bumi yang makin buram menuju kegelapan pekat karena ulah makhluk-makhluk Homo Religious yang lebih gemar memamerkan aksesoris dan mengejar-ngejar keuntungan yang diklaimnya sebagai konsekuensi logis dari semua jerih payahnya. Keberanian Levinas menyuarakan pentingnya keselamatan bagi sesama adalah keberanian yang menabrak monumen-monumen teori relasi sosial yang sudah ditancapkan terlebih dahulu oleh para gurunya sendiri seperti Martin Heidegger yang minim akan dimensi etis ketika berbicara tentang filsafat ‘Yang Ada’ (Subyek yang diakui maha ada namun anonim) ataupun Edmund Husserl (Bapak Fenomenologi) yang terlalu mengedepankan intelektualitas terhadap intuisi atau sederhananya terlalu mementingkan referensi teoritis sebagai suatu yang sangat penting sebelum melakukan perbuatan baik yang sungguh-sungguh nyata dilakukan.

Keberanian Levinas ini adalah keberanian seorang mahasiswa on the job training kepada supervisor nya yang melenceng dari standard operating procedure yang sudah baku berlaku di di Room Division Department hotel sekelas Alila Villas Uluwatu di Bali, ataupun keberanian seorang siswa SMP yang mengingatkan guru fisikanya yang silap menggunakan formula V = X/T pada pencarian percepatan suatu benda yang bergerak. Keberanian yang bahkan super tabu dilakukan saat seorang anggota komunitas rohani mengingatkan ‘boss’ perkumpulan tersebut yang mendewakan tata laksana organisasi namun bertendensi menghantam kebenaran ayat-ayat suci yang menjadi pegangan tertinggi dari perkumpulan tersebut.

Penting untuk diketahui bahwa sejak dimulainya Levinas berstudi filsafat di usia 17 tahun (1923), pada 1928 – 1929 selama 2 semester ia berguru pada Edmund Husserl dan Martin Heidegger di Freiburg, Jerman. Atas kritik (perlawanan argumentasi logika) dari muridnya tersebut Husserl maupun Heidegger tidak pernah menyatakan bahwa Levinas adalah Malin Kundang atau Si Mardan versi Jerman dan Perancis. Sebaliknya para maha guru ini justru bangga karena muridnya dapat menyaingi bahkan melebihi kepandaian mereka sekalipun kepandaian tersebut ditunjukkan justru dengan mengkritisi karya terbaik mereka. Rasa-rasanya Husserl dan Heidegger terpesona dan haqulyakin akan kebenaran simalang penyair berbakat yang gemar menyuarakan kebenaran, keadilan, dan Hak Asasi Manusia namun hilang mati tak bernisan tanpa harta dan kejayaan yaitu Wiji Thukul yang pernah menyairkan: “Bila rakyat tidak berani mengeluh itu artinya sudah gawat, dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah, kebenaran pasti terancam”. Rakyat yang dimaksud bisa bermakna orang-orang dalam satu negara, dan secara analogis bisa juga orang-orang yang berada dalam organisasi formal dan non formal sampai jamaah dari suatu komunitas rohaniah.

Respondeo ergo sum ada untuk dinikmati, dilakukan dan diutak-atik sebagai suatu kajian etis praktis dalam berelasi sosial. Pengkajian tentunya boleh dilakukan oleh siapapun termasuk para pintar dan bijak yang mencoba menyuarakan dalam bentuk lisan maupun tertulis dalil Levinas baik yang berada di Universitas Oxford di negeri Three Lions maupun di ruang kelas  saat Nelson Goodman sang penulis buku Fact, Fiction, and Forecast berceloteh tentang filsafat di Universitas Harvard sampai diskusi ‘Politik Bermartabat’ yang menampilkan bang Rocky Gerung sebagai aktor utama berdasarkan pesanan, bahkan oleh si bodoh yang masih terus bersiaga satu memelototi bungsu kesayangannya sembari mencoba menjelajahi makna keselamatan bagi sesama sementara kantuk lebih merajai raganya disepanjang malam yang hangat dimakan kemarau tahunan. Si bodoh yang bagaikan chef lulusan program studi perhotelan bidang food production di sebuah Akademi Pariwisata dipinggiran Jakarta yang belum juga terakreditasi, berusaha meramu rasa respondeo ergo sum sesuai selera dan pengalamannya di rumah kecilnya di kampung yang teralienasi oleh Mbah Google Map yang bernama Legok Permai. Saat respondeo ergo sum ini telah masak dan siap dihidangkan, ia cuma berusaha membagi hasil olah pikir dan rasa yang mungkin tak menarik dari sudut tampilan apalagi rasa bahkan mungkin juga memberikan getaran kontraksi menyebalkan di perut dan otak para penikmatnya. Ia tak peduli yang penting janjinya untuk menguraikan ‘Respondeo Ergo Sum Rasa Legok Permai’ pada sahabatnya sudah terealisasi meskipun butuh tiga hari yang penuh perjuangan untuk mempertahankan laptop yang terus menerus diperebutkan antara si bodoh dengan bungsu kebanggaannya.

Legok Permai - Tangerang
26 Juli 2018

Senin, 16 Juli 2018

KETIKA BABI DAN ANJING EKSIS DI LIDAH Oleh: Saor R.S.S.S. Panjaitan


KETIKA BABI DAN ANJING EKSIS DI LIDAH

Begitu indahnya Tuhan menciptakan babi dan anjing. Biarkan mereka eksis sebagai binatang, jangan eksis di lidah sebagai hardikan  #SP#24217#

 
 





Ini adalah tulisan kedua yang saya comot dari quotes yang diposting di Facebook pada 24 Februari 2017. Judulnya cukup nyeleneh karena memang quote nya sendiri cukup kontroversial di benak minimal tiga kalangan: theolog, animal lovers, dan pakar etika.
Bayangkan, Tuhan yang maha kuasa, suci dan indah itu harus dikait-kaitkan dengan babi dan anjing yang bagi segolongan kaum adalah binatang haram. Rasanya jarak antara kedua pihak yang disebut terlalu berdekatan dimana dalam quote hanya dipisahkan oleh satu kata yaitu menciptakan! Jangan apriori dulu, bukankah babi dan anjing toh memang ciptaanNYA?

Saat Musa menggoreskan kata-kata Illahi pada kitab Kejadian (Beresyit/Genesis) yang pertama di ayat 25 lebih kurang tiga ribu lima ratus tahun yang lalu, bukankah ditegaskan bahwa babi dan anjing kun fayakun (Bara/diciptakan dari tidak ada menjadi ada) pada waktu yang sama yaitu hari keenam namun lebih dulu dari manusia? Kehadiran babi dan anjing dari awal hingga kini yang tidak membutuhkan embel-embel Akte Kelahiran itu bukan sekedar ada, namun manusia juga diserahi tanggung jawab untuk memberi nama (Kejadian 2 : 20) dan memeliharanya demi kebaikan bumi. Kalau kemudian keduanya menjadi figur yang haram untuk beberapa agama dan kepercayaan, tentunya itu bukan kesalahan mereka tapi peraturan yang tercantum dari kitab suci masing-masinglah yang mengaturnya demikian, dan ini tentunya harus kita hormati. 
Demikianpun, mungkin lebih banyak manusia yang menghalalkannya bahkan begitu cintanya mereka bukan hanya dipelihara tapi diijinkan mengarungi lidah, kerongkongan, lambung, usus besar bahkan sampai anus untuk kemudian mengampas karena sari-sarinya sudah disedot tuntas oleh usus dan sekalipun telah mengampas ternyata masih bermanfaat jika diterjun bebaskan di kolam ikan tradisional bahkan menjadi biogas potensial yang dapat menerangi kegelapan malam dalam rupa energi listrik. Ampas itupun sorga bagi jasad renik yang hobi berpesta pora di dalamnya.

Tuhan dalam persepsi saya adalah Sang Maha Indah. Tidak heran jika apapun yang Dia ciptakan semua indah dan baik adanya. Termasuk babi dan anjing. Dia tidak pernah salah merancang dan menjadikan segala sesuatu. Semua sesuai dengan tugas dan panggilannya masing-masing sekalipun mungkin tugas si babi adalah makan sebanyak-banyaknya agar tak merugikan pemiliknya ketika akan diperdagangkan untuk kemudian dieksekusi buat si lidah. Demikian pula dengan anjing yang adalah hewan yang sangat setia menjaga tuannya, tak luput menjadi konsumsi lidah manusia yang menyukainya. Fakta tak terbantahkan ternyata keduanya bermanfaat bagi manusia sekalipun diterakan kenamanya sebagai binatang haram.

Eksistensi babi dan anjing yang diharamkan dan dihalalkan sebenarnya bergantung dimana keberadaan keduanya. Sekalipun cap keharaman itu sudah final, namun bila masih sepanjang dipandangan mata tentunya mereka tidaklah haram. Siapapun tentunya tidak serta merta kabur ataupun naik pitam membabi buta untuk membunuh jika berpapasan dengan keduanya. Keharaman keduanya adalah jika sudah berada di lidah. Namun di sini saya bukan hendak menyatakan keharaman karena mengonsumsi keduanya, karena toh hal itu tetap saja akan debatable sampai dunia kiamat jika ditanya kepada seluruh manusia baik yang mengharamkan maupun menghalalkannya.

Quote di atas hanya ingin mengingatkan bahwa babi dan anjing adalah memang ciptaanNYA yang sekalipun indah dan baik namun mereka berubah menjadi haram di lidah sekalipun sosoknya tidak berada dilidah. Hanya nama mereka yang diujarkan oleh lidah manusia yang jelas bukanlah makhluk haram namun mengharamkan lidahnya dengan menghardikkan kedua nama tersebut kepada manusia lainnya yang juga tidak haram dan pastinya tidak menjadi haram sekalipun dibombardir dengan nama kedua binatang tersebut.

Anjing jauh lebih beruntung dibandingkan babi jika dilihat dari performa mereka saat berinteraksi dengan manusia. Anjing masih bisa menunjukkan eksistensi yang terkesan high level karena ruangan demi ruangan sekelas White House di 1600 Pennsylvania Avenue Washington DC., tempat Presiden USA mangkal, mungkin sudah dijelajahinya dalam kemanjaan sembari mengeluarkan lidah dan menggoyang-goyangkan ekornya. Setidaknya itulah yang dialami oleh Bo dan si teradopsi Sunny, dua ekor anjing kesayangan Barrack Obama Presiden kulit hitam pertama dan ke empat puluh empat Amerika Serikat. Tidak sembarang orang dapat menjelajahi White House yang berlantai 6 dan memiliki 132 ruangan belum termasuk 35 kamar mandi itu. Saking sayangnya Obama dia sampai melibatkan Secret Service Pasukan Pengamanan Presiden terbaik sedunia untuk membekuk orang yang berupaya menculik anjingnya tersebut pada 9 Januari 2016.

Di negeri Beruang Merah Koni si Labrador hitam anjing kesayangan Vladimir Putin  yang didapatnya dari seorang Jenderal di militer Rusia pada tahun 2000, menjelajah lebih leluasa dan berani di ruang kerja Putin di Grand Kremlin Palace Moscow yang terletak di bukit Borovitsky. Koni mungkin dapat dengan leluasa menjilati muka salah satu manusia paling berpengaruh di dunia ini tanpa berharap mendapatkan posisi empuk di pemerintahannya dan Putin sendiri terkekeh-kekeh dengan kemanjaannya. Kekeh yang hampir tidak pernah dibagikan kepada orang-orang terdekatnya sekalipun.

Sementara di kampungnya The Beatles, penguasa monarki terlama di dunia si Opung Boru Her Majesty The Queen Elizabeth penghuni sekaligus pemilik Buckingham Palace, suatu istana yang bagaikan balai kota dengan 775 kamar mewah yang selesai dibangun pada 1703, dengan 19 ruangan-ruangan paling istimewanya seperti The State Rooms yang digunakan untuk menyambut tamu negara lain, The Throne Room ruangan untuk foto-foto pernikahan para Duke dan Duchess dimana di ruangan ini juga bertengger dengan anggun dua kursi tahta berwarna merah bernama Chairs of Estate yang selalu digunakan untuk penobatan raja atau ratu Inggris yang baru, herder mini kesayangan sang ratu mungkin dengan dagu yang sedikit terangkat agar terkesan sebagai anjing berkebangsawanan rajin wara-wiri di ruangan-ruangan elegan tersebut. Sang herder yang mestinya terkesan ganas dan galak namun karena juga wajib ikut mengikuti tata karma tingkah laku keluarga kerajaan sering juga melintasi sekalian mengamati The White Drawing Room, ruangan Picture Gallery berbentuk lorong sepanjang 47 meter yang berisikan koleksi lukisan keluarga kerajaan yang tak ternilai harganya. Dari sana si herder mungkin membuat iri semua pengguna dunia maya karena sebagai anjing justru dia lebih beruntung dapat melenggang dengan anggun di ruangan Staircase, suatu ruangan yang didaulat sebagai icon paling populer dari Buckingham Palace yang menghubungkan pintu masuk istana dengan 19 state rooms yang beberapa sudah disebutkan di atas. Anjing yang beruntung ini tentunya mungkin akan menghamburkan air liur kita saat dia mendeskripsikan ruangan melalui kedua bola mata nakalnya di The State Dining Room yang adalah tempat jamuan makan tamu negara dan keluarga kerajaan. Saya berani bertaruh bahwa William, Harry dan para istrinya serta ketiga cicit Elizabeth tidak lebih leluasa mengekspresikan nikmatnya kuliner khas Inggris seperti: Full English Breakfast (untuk sarapan), Pie dan Bir Peterseli (asli London), Black Pudding, Bubble & Squeak, Yorkshire Pudding, dan Lancashire Hotpot yang bukan hanya mampu menggoyang lidah rakyat ‘The Black Country  di seantero  Britania Raya namun sampai ke negara-negara eks jajahan Inggris yang tergabung dalam Commonwealth, bahkan seandainyapun tersaji di gedung-gedung untuk pernikahan orang-orang Batak seperti Gedung Sejahtera di Pondok Gede, Gorga I di Tanjung Duren, Hermina di Mampang, Mangaradja yang sewanya di atas 50 juta di Perintis Kemerdekaan serta untuk hajatan anak sekelas pengusaha Raja DL. Sitorus di Dhanapala, Gedung D Departemen Keuangan, yang sewanya di atas Rp. 100 juta, saya yakin para inang peserta prosesi pernikahan adat Batak baik di posisi Boru (pihak anak perempuan), Dongantubu (teman semarga), Dongan Sahuta (sekampung/sewilayah perumahan) bahkan Hula-hula (pihak keluarga dari mempelai wanita maupun ibu dari kedua mempelai) sekalipun, akan lebih dahulu ‘menyikat’ dan mengamankan kuliner khas Inggris tersebut dan mungkin mengabaikan ayam margota (olahan ayam dengan campuran darah ayam) dan Saksang (makanan khas Batak berupa cincangan daging babi dengan campuran darahnya) ke dalam kantong kresek yang biasanya berwarna hitam, lalu ‘dibenamkan’ ke tas seratus lima puluh ribuan ber volume 3 liter beras dan biasanya berwarna menyolok. Gerakan tangan para inang (ibu) yang sangat mengingat wajah anak-anaknya di rumah saat berpesta adat ini jauh lebih cepat dari lemparan pisau anggota Special Air Service (SAS) satuan elite Inggris berperingkat nomor 1 terbaik di dunia ataupun lemparan Kapak Geni dari Wiro Sableng sang pendekar 212 ori.

Kedigdayaan anjing dalam memikat manusia juga terbukti dengan kisah Thong Daeng, anjing terlantar, kurus dan hampir mati di jalanan Bangkok yang kemudian bagaikan tokoh-tokoh dongeng indah Hans Christian Andersen berubah menjadi anjing penghuni istana. Thong Daeng diselamatkan oleh seorang raja kharismatis yang sangat dicintai rakyatnya dan menjadi raja yang terlama bertakhta di abad post modernisme. Dia adalah Bhumibol Adulyadej bergelar Raja Rama IX dari dinasti Chakri yang uniknya lahir di Cambridge Massachusetts pada 5 Desember 1927, lama bersekolah di Swiss dan memerintah Thailand sejak 9 Juni 1946 disaat usianya masih 18 tahun sampai 70 tahun kemudian saat beliau wafat pada 13 Oktober 2016.
Betapa beruntungnya Thong Daeng mampu memikat raja yang pelit senyum itu. Anda bisa bayangkan betapa hebatnya dia bisa seenaknya kapanpun untuk mendekati dan menyentuh sang raja dimana para Perdana Menteri yang pernah berkuasa dan sebagian besar adalah para Jenderal ketika bertemu dengan raja saja harus berjalan dengan lutut dan menunduk.

Anjing memang jauh lebih beruntung dan populer dibandingkan babi. Di timur tengah, para raja dan pangeran dari negara-negara Arab seperti Aljazair, Bahrain, Kuwait, Libanon, Maroko, Qatar dan Uni Emirat Arab yang doyan memelihara anjing sekelas Lowchens yang berjuluk si singa kecil, Samoyed dari Siberia, Tibetan Mastiff, Akita dari negeri Kaisar Akihito yang yang mirip Siberian Husky dan si ‘botak sejati’ Peruvian Inca Orchid dari Peru sampai yang berkelas seganas Debt Collector di Indonesia seperti American Pit Bull Terrier, Neapolitan Mastiff si anjing gladiator, Rottweiler sampai favoritnya para mafia Italia yaitu American Bandogge hasil persilangan American Pit Bull Terrier dengan Neapolitan Mastiff. Untuk para pemuda Arab yang doyan dengan balapan anjing ada jenis Saluki yang bertubuh tinggi ramping yang tangguh menjelajahi gurun pasir, Jack Russel Terrier si kecil yang bisa berlari 60,8 km/jam dan pesaing utama Saluki yaitu Greyhound yang mampu mengalahkan Valentino Rossi dengan Yamaha 125 cc nya di jalan tak rata dengan kecepatan 68,8 km/jam!. Para raja itu antara lain: mantan Raja Iran Mohammad Reza Pahlevi, Hussein sang raja Jordan, Farouk mantan raja Mesir, juga Kaisar Halle Selassie dari Ethiopia Afrika. Dikalangan anak raja ada Pangeran Dubai Sheikh Hamdan yang juga senang memelihara anjing dan memperlakukannya seperti anggota keluarganya sendiri. Pemimpin besar Indonesia sang Proklamator yang haji Mabrur Ir. Soekarno juga pernah punya 2 anjing kesayangan berjenis Dachshund yang  ia beri nama ‘Ketuk’, sementara adik ipar saya yang juga hobi memelihara anjing namun tak mau keluar modal untuk membelikan makanannya di pet shop dengan bangganya memberi nama Mario untuk anjing kampungnya yang doyan menyalaki warga batalyon di Cibinong dan hilir mudik penuh percaya diri mengalahkan komandan batalyon memeriksa setiap meter area markas militer bagian dari Divisi Infanteri I KOSTRAD tersebut. Pernah tersiar kabar melalui adik-adik saya bahwa jika level Panglima Divisi Infanteri I KOSTRAD yang inspeksi ke Batalyon, barulah si Mario merondok tak berani menampakkan diri. Nampaknya dia sadar diri jika sekali Panglima mengacungkan tongkat komando ke arahnya, bisa dipastikan nasibnya berakhir di lapo tuak ataupun rumah makan Manado!

Eksistensi anjing bahkan sudah sampai tahap fenomenal yang dibuktikan dengan banyaknya monumen anjing di manca negara untuk menghormati dan mengenang mereka karena kesetiaan, keberanian, dan pengorbanannya.

Di Jepang ada monumen anjing bernama Hachiko yang dilahirkan 1923 dan dipelihara sejak kecil oleh Profesor Hidesaburo Ueno, guru besar ilmu pertanian Universitas Tokyo, yang berdomisili di kawasan Shibuya Tokyo. Hachiko senantiasa mengantar sang professor naik kereta di Stasiun Shibuya pada pagi hari dan menjemputnya dengan menunggu di stasiun tersebut pada jam 15.00 selama bertahun-tahun. Ketika Hidesaburo Ueno mendadak meninggal karena serangan jantung di kampus dan dimakamkan di daerah asalnya yang tidak melewati Shibuya, Hachiko tetap menunggu sang tuan kembali di jam yang sama dengan posisi menatap kearah stasiun. Ini dilakukannya selama 9 tahun berturut-turut!. Untuk mempertahankan hidup ia berkeliling memakan apa saja seperti plastik, kayu, kerikil, tusuk sate, dll untuk mengganjal perutnya hingga akhirnya mati dalam penantian pada tahun  1935 . Patung Hachiko yang menggambarkan kesetiaan terbuat dari perunggu dan diletakkan ditempat dia mati dimana didepannya juga dipasang gerbong kereta api kuno untuk menguatkan penggambaran penantian Hachiko. Pada 2009, sutradara Hollywood Lasse Halstrom mengangkatnya ke layar lebar dengan judul The Dog’s Tale yang dibintangi Richard Gere. Tubuh Hachiko disimpan di Museum Natural Science, Ueno Tokyo. Sampai sekarang tempat perjumpaan Hachiko dengan Hidesaburo Ueno menjadi titik pertemuan para anak muda untuk bertemu dengan orang yang dicintainya.

Ada lagi Old Shep anjing milik gembala di Fort Benton, Montana USA yang hidup pada 1930-an. Dibuatkan patung monumen karena setia menunggu di stasiun kereta yang  membawa peti mati tuannya yang tidak pernah balik lagi selama 6 tahun sampai akhirnya mati tertabrak kereta. Juga si Balto, anjing kereta luncur berjenis Siberian Husky yang berani menghadapi cuaca ekstrim untuk mengirimkan antitoxin demi menyelamatkan banyak nyawa manusia dari epidemi difteri. Patung Balto didesain oleh pematung ternama Frederick Roth dan terletak di New York City. Sementara di selatan New York tepatnya di sebuah museum pos di negara bagian Washington DC juga ada patung Owney anjing pengirim pos yang berjasa besar mengirim surat ke seluruh Amerika,Kanada dan Meksiko di tahun 1800-an. Ada lagi Skye Terrier bernama Greyfriars Bobby yang setia dan berani menjaga kuburan pemiliknya yaitu John Gray seorang polisi penjaga malam selama 14 tahun. Kesetiaan yang berganjarkan sebuah monumen dengan namanya sendiri yaitu Greyfriars Monument yang didirikan di Edinburgh Skotlandia.

Dari tadi kita melanglang buana dengan kehebatan anjing dalam berelasi dengan manusia dan patung-patungnya yang menginspirasi banyak orang. Bagaimana dengan babi?

Tidak kalah populer dengan temannya yang tercap haram itu, babi juga cukup spektakuler eksistensinya. Bahkan secara spiritualis mungkin babi lebih keren karena performanya ada disebut berkaitan dengan nirwana, satu tempat yang suci dan tentunya bersih, berlawanan dengan image babi yang selama ini kenal.

Sebelum beranjangsana ke nirwana kita bahas dulu sepak terjang babi dalam relasinya dengan manusia.
Sebagai sumber makanan bagi yang tidak mengharamkannya babi adalah ternak yang ramah lingkungan. Sebagai perbandingan, untuk mendapatkan daging babi dan sapi dalam jumlah yg sama, sapi membutuhkan lahan 28 kali lebih luas dan air 11 kali lebih banyak dari babi. Dari perbandingan ini bolehlah babi saling bertepuk moncong sesama mereka karena selain lebih produktif dalam melanjutkan keturunannya, nilai jualnya pun lebih menguntungkan daripada si sapi. Dari dunia para penggila kekuasaanpun belum pernah si babi haram ini mencemarkan nama baik para politikus, sementara sapi sudah pernah menelan korban yaitu presiden tanpa negara dari sebuah parpol beberapa tahun lalu. Sapi yang tidak haram, mengharamkan sepak terjang manusia yang merasa suci ini. Tingkat keharaman dari sepak terjang tersebut mungkin lebih haram dari babi itu sendiri karena keharaman si babi hanya terbatas sentuhan air liur dan jika dimakan, sementara si petinggi merampas hak rakyat banyak dengan perbuatan haramnya. Untunglah keharaman itu sudah berlabuh di bui. Memang membuat yang bersangkutan terkenal, tapi rasanya sampai dunia kiamat tidak akan ada pihak maupun negara yang akan membuatkannya patung untuk dijadikan monumen yang dapat menginspirasi banyak orang.

Sekarang mari kita lihat dari sudut organ si haram ini. Fakta ilmiah membuktikan bahwa Deoxyribonucleic acid (DNA) babi sangat mirip dengan DNA manusia! Secara umum DNA berfungsi untuk menyimpan dan menentukan karakteristik biologis semua makhluk hidup yang sesuai dengan pengaturan koneksi pada molekul yang sangat spesifik. Dari DNA juga bisa didapatkan informasi genetik, penduplikasian dan pewarisan sifat sampai pembuatan protein. Sederhananya, jika anda dan pasangan akan menikah, maka jauh sebelum anda punya anak sudah dapat diprediksi secara ilmiah seperti apa kelak anak-anak anda. Jadi jika DNA kita sangat mirip dengan babi maka ijinkan saya sedikit nyeleneh bahwa anak-anak kitapun sangat mirip dengan babi. Tenang, bukan fisiknya tapi DNA nya. Sistem organ babi juga ternyata punya kemiripan sampai 90% dengan manusia baik dalam hal fungsi maupun anatominya! Kenyataan ini menghasilkan konklusi empiris yaitu bahwa apa yang bekerja  pada babi besar kemungkinan akan bekerja juga pada manusia. Contohnya: Heparin (obat yang diberikan melalui jalur intravena untuk mengencerkan darah) dari usus babi dapat dipakai untuk menghentikan pembentukan gumpalan darah. Bagi penderita diabetes, insulin dapat dibuat dari pankreas babi karena struktur kimia babi paling serupa dengan manusia. Kemudian vaksin Meningitis dapat dibuat dari enzim pankreas babi. Yang lebih spektakuler lagi, jantung babi ternyata dapat di-implant (dipasangkan) untuk katup jantung manusia!. Jadi hati-hati kalau anda bicara tentang si jantung hati anda. Pastikan dia adalah manusia, bukan si babi haram kaumnya Miss Piggy, soul mate-nya Kermit di Muppet Show! Ada lagi soal organ ini: Kulit babi yang enak digoreng itu ternyata dapat digunakan untuk operasi cangkok kulit manusia pada luka bakar bahkan kornea mata babi yang terbiasa melihat makanan kotor bisa mengganti kornea mata anda dan saya!

Baiklah, anda mungkin menyatakan ketenaran babi hanya di level medis. Jangan salah, jika anda mungkin mengagumi nama-nama pemimpin dunia sebagaimana yang sudah saya sebutkan di atas mulai dari Ratu Elizabeth sampai Vladimir Putin, rasanya para pemimpin tersebut masih kalah tenar dan hebat dibandingkan si orator ulung dari negerinya Margareth Thatcher ‘The Iron Lady’-nya Inggris. Jasa beliau merambah keseluruh bumi saat The Fuhrer Adolf Hitler, kopral kavaleri veteran Perang Dunia I menjadi penguasa tunggal yang absolut dari Jerman pada Perang Dunia II 1939 – 1945. Hitler dengan pongahnya  memproklamirkan Deutschland Uber Alles (Jerman di atas segala-galanya) dan menegaskan bahwa bangsa Aria adalah ras terunggul di muka bumi. Kepongahan Jerman membutuhkan koalisi karena sulit untuk menguasai semua front perang di seluruh permukaan bumi, karenanya bersama Perdana Menteri Italia Benito Mussolini dia menghentak Eropa mulai dari Stalingrad di Uni Soviet sampai Libya di Afrika Utara. Sementara untuk Asia Pasifik dia bermain mata dan mesiu perang dengan negerinya Hirohito, kaisar pendiam yang dalam kebijakan militernya sepenuhnya dikendalikan oleh militer.. Kehebatan Jepang sebagai negara pertama yang mampu mengalahkan negara dari ras Eropa yaitu Rusia membuat kepercayaan diri bangsa ini menggelembung mulai dari China daratan di utara sampai nyaris ke benua Australia di selatan hampir dilahapnya. Semboyan Hakko Icchiu (Delapan penjuru bumi di bawah kaisar Jepang) mampu memompa semangat Jepang sebagai negara agresor sebelum akhirnya bom atom Little Boy meluluh lantakkan Hiroshima dan Fat Man di Nagasaki yang akhirnya membungkam negara ini menjadi pecundang dengan resmi menyatakan takluk perang kepada sekutu pada 2 September 1945 di atas USS. Missouri.

Kekalahan Jerman, Italia dan Jepang adalah atas jasa dari pimpinan negara-negara sekutu. Dari Amerika Serikat ada Franklin D. Roosevelt yang kemudian digantikan oleh Harry Truman, Rusia di bawah Joseph Stalin dan siperaih nobel bidang literatur yang juga adalah politikus paling berpengaruh di dunia yang jadi orang nomor satu di pemerintahan parlementer Inggris. Dialah Sir Winston Leonard Spencer Churchill yang lahir di Oxfordshire, 30 November 1874. Churchil berkantor di Downing Street 10 yang terletak di sebuah gang di Jalan Raya Whitehall, City of Westminster London, dekat dengan gedung parlemen Inggris dengan icon Big Ben-nya dan Istana Buckingham. Pria paling terkenal di abad 20 ini menjadi pujaan semua babi di bumi karena melaluinya harga diri babi meroket tinggi. Churchill punya hobi memelihara babi, begitu sayangnya dia pada si babi sampai-sampai tak kuat untuk berpisah dengannya. Babi yang tidak diketahui namanya ini mungkin dengan kuik-an elegannya sudah menjelajahi ruang demi ruang dari kantor Perdana Menteri yang sudah digunakan selama 200 tahun tersebut. Bukan hanya kantor yang berada di lantai 1 tapi tentunya juga rumah dinas untuk keluarga Churchill yang terletak di lantai 2 leluasa dilaluinya dengan gerakan bokong menggemaskan ditingkahi dengan suara khas yang mungkin kemerduannya tak kalah dengan simphoni klasik karya Sebastian Bach di telinga Churchill. Saya duga, si babi mungkin saja juga sudah menyambangi dan mengacak-acak rumah dinas Menteri Keuangan Inggris yang letaknya tepat di sebelah kantor Perdana Menteri yaitu di Downing Street 11. Saya pikir anda akan setuju jika ternyata babi pernah mempunyai reputasi terhormat dalam peradaban dunia. Jangan-jangan kemenangan Inggris atas Jerman dan Italia dalam Perang Dunia II di Eropa salah satunya terinspirasi dari tingkah laku si babi saat bergaya manja dihadapan Churchill.

Di abad 21 ternyata kiprah babi di Inggris juga mendapat pengakuan dan penghormatan yang luar biasa karena keakuratannya dalam meramal. Saking dianggap hebat babi tersebut mungkin bisa disejajarkan kemampuannya dengan Nostradamus sang peramal hebat Perancis yang berdarah Yahudi dari suku Isakhar, dengan catatan si babi hebat untuk kalangan babi. Babi Inggris yang dianggap hebat itu bernama Mystic Marcus milik Juliette Stevens dari Derbyshire Inggris. Kehebatan Marcus dalam meramal antara lain: keakuratannya yang 100% berhasil meramal pemenang Piala Dunia 2014 yaitu Jerman. Yang lainnya seperti Final Wimbledon, Brexit (keluarnya Inggris dari Masyarakat Ekonomi Eropa) serta ramalan yang terbukti tepat yaitu menangnya Donal Trump jadi presiden AS atas Hillary Clinton sekalipun hampir semua penghuni bumi saat itu yakin Trump mustahil menang. Babi Marcus ‘The Nostradamus’ ini, belakangan meredup reputasinya saat sehari sebelum perhelatan Piala Dunia 2018 tepatnya pada 14 Juni 1918 memprediksi Inggris tak bakal masuk ke 16 besar Piala Dunia 2018 di Rusia. Faktanya ramalan Marcus tak terbukti karena ternyata Inggris berhasil menembus ke 16 besar bahkan mencapai semi final sebelum akhirnya kandas di kaki para pesohor bola Croatia, sebuah negara yang masih berusia seumur jagung dari Eropa. Demikianpun para babi di muka bumi dan manusia mestinya tidak memandang remeh Marcus karena di dalam kekerabatannya dia adalah ayah dan kakek dari 30 anak dan cucu! Suatu jumlah yang mungkin 80% penduduk bumi tidak mampu untuk meraihnya.
.
Di atas tadi saya menuliskan bahwa reputasi babi bahkan sampai menirwana. Ini bukan guyonan, tapi fakta spiritualisme dari agama, keyakinan dan mitologi tertentu.
Ijinkan saya buktikan dengan memperkenalkan Tie Pat Kay si Dewa babi. Ya, Dewa sekalipun babi! Sekali waktu murid dari Pendeta Tong ini meradang hebat atas mewabahnya (pandemi) galur virus influenza yang melanda kaumnya di bumi. Virus influenza itu bernama Flu Babi yang teridentifikasi sejak April 2009. Influenza A ber subtype H1N1 yang juga endemik pada manusia, burung dan tentunya babi itu sendiri, kasus pertamanya ditemukan di Amerika Serikat dan kemudian di Meksiko. WHO resmi menyatakan sebagai wabah pandemik pada 11 Juni 2009. Bagaimana Tie Pat Kay tidak uring-uringan, manusia yang pola hidupnya tidak sehat tapi kaumnya disalahkan. Indonesia sendiri kebagian pandemik-nya dengan 86 kasus terdiri dari 52 laki-laki dan 34 perempuan. Sementara korban dari pihak babi tidak diketahui bahkan tidak dipedulikan. Melalui flu babi ternyata kehebohan level dunia mampu mengangkat nama babi setinggi-tingginya walaupun buruk.

Pada mitologi Yunani, Oineus raja Kalidon yang rajin memberi kurban berupa hasil panen kepada para dewa sekali waktu silap karena mengabaikan dewi Artemis, putri dari Zeus dan Leto yang juga saudara kembar dewa Apollo. Dewi perburuan, alam liar, hewan liar, keperawanan, dan perbukitan serta penolong kelahiran wanita ini tersinggung berat atas pengabaian yang dilakukan Oineus. Sebagai pembalasan atas kekesalannya dia mengirim babi yang sangat besar bernama Babi Kalidon yang membuat semua pahlawan hebat Yunani kewalahan sebelum akhirnya justru pahlawan wanita bernama Atalanta yang berhasil pertama kali melukai si babi sebelum akhirnya dibunuh oleh Meleagros. Ternyata babipun dapat membuat kewalahan semua para pahlawan gagah perkasa Yunani, apalagi saya dan anda!

Kiprah babi menirwana lebih klimaks lagi sebagaimana yang dikisahkan dalam Upanisad (bagian dari Veda yang berisikan filsafat, meditasi serta konsep ketuhanan). Dikisahkan bahwa Indra sang raja nirwana pernah menjadi babi karena kutukan Brihaspatideva guru kerohanian para dewa. Celakanya, setelah menjadi babi dan memiliki istri dan anak-anak yang asli babi, Indra tidak menyadari lagi keadaannya yang adalah raja nirwana. Dia asyik dengan wujudnya sebagai keluarga babi dengan makanan harian berupa kotoran manusia. Bahkan saat Brahma yang prihatin dengan kondisi ini dan lalu berkali-kali mengingatkan akan jati dirinya yang sebenarnya, Indra sama sekali tidak ingat bahkan tidak peduli. Brahma lalu mengambil tindakan drastis dengan membunuh istri dan anak-anaknya yang semua babi itu. Setelah keluarganya dibunuh mulai terbit kesadaran pada Indra dan bertanya pada Brahma apakah di nirwana ada babi seperti istrinya dan kotoran yang biasa dia makan.
Kisah ini mau mengajarkan bahwa saat manusia sudah larut dalam kondisi keberdosaannya dengan kehidupan yang menjijikkan,akan sangat sulit untuk keluar dari belenggu tersebut. Namun hal penting yang ingin saya ingatkan berkaitan dengan judul tulisan ini adalah bahwa raja nirwana ternyata pernah jadi babi walaupun bukan pilihannya namun karena kutukan.

Pembaca yang super sabar, saya yakin sampai bagian paragraf ini, anda pasti ora mudeng (kagak paham) dengan nama-nama dan jenis anjing dan babi yang digoreskan di atas. Kalaupun paham cuma dua kemungkinannya: pertama anda senang memelihara keduanya dan belum tentu senang memakannya dan kedua mungkin anda pelatih anjing tapi pasti bukan pelatih babi! Tak apalah, yang penting anda sudi membacanya sampai di sini karena dibutuhkan kekuatan mata dan paket data yang signifikan untuk membuka dan membacanya. Inilah alasan utama mengapa saya tidak menyertakan gambar-gambar mereka yang tertera di atas. Hal terpenting  yang paling saya harapkan adalah bahwa anda bukan kaum yang doyan menempatkan kedua pemeran utama tulisan ini dilidah dan lalu menyemburkannya dalam sumpah serapah kepada siapapun, terutama istri atau suami karena jika itu yang anda suka lakukan niscaya anjing jauh lebih beruntung dan populer dari anda karena selain memiliki bukti berupa monumen diri diberbagai belahan bumi juga bisa kawin di sembarang tempat terlebih lagi babi yang sekali beranak bisa 7 – 14 ekor dan itu berulang kali seumur hidupnya.

Terakhir, saya berharap anda tak doyan buka-buka kamus khususnya kamus besar bahasa Indonesia dan tolong pertahankan itu tanpa rasa penasaran. Kenapa? Biar anda tahu, tidak ada kata eksis dalam kamus bahasa Indonesia, yang ada eksistensi (keberadaan). Namun karena lapak untuk quote yang berlatar belakang warna di Facebook sangat terbatas, terpaksa saya harus menyingkat, memenggal, memberi tanda angka 2 untuk pengulangan kata agar kalimat yang dicantumkan muat. Karena saya sudah jujur maka anda tak perlu mencibir. Biarkan saya yang berurusan dengan YS. Badudu dan Poerwadarminta untuk urusan bahasa ini. Please…. jangan mencibir dan memaki ya, apalagi mengeluarkan kedua kata pemeran utama tulisan ini dari lidah anda. Mereka memang haram bagi sebagian kalangan, namun harum bagi kalangan yang lainnya dan mungkin lebih ngetop dari anda dan apalagi saya.

Tangerang, 12 – 16 Juli 2018
Legok Permai – Lawson Ruko Viena

Selasa, 10 Juli 2018

PENJARA ITU BERNAMA KELUH KESAH Oleh: SAOR R.S.S.S. PANJAITAN


PENJARA ITU BERNAMA KELUH KESAH

Saor R.S.S.S. Panjaitan

Keluh kesah adalah penjara bagi pikiran yang bebas dan kreatif  #SP#101017#

 







Sudah lama saya berniat untuk membuat berbagai tulisan yang didasarkan atas berbagai quotes yang selama ini saya posting di media Facebook. Sudah ribuan quotes sejak 4 Januari 2017, namun belum satupun yang sempat untuk dijadikan tulisan meskipun niat dan semangat sudah membara sejak setahun lalu bahkan diawal mengalirnya berbagai quotes dari samudera pikiran ke dunia nyata.

Saya tidak ingin berdalih terlalu sibuk sehingga belum juga mengejawantahkan quote-quote tersebut ataupun kehabisan kata-kata tertulis untuk menguraikannya. Yang pasti malas memulai atau hobi menunda-nunda lebih pantas saya ungkapkan sebagai alasan obyektif belum juga terealisasinya tulisan-tulisan tersebut, ataupun juga sebagaimana judul tulisan pertama ini yaitu penjara keluh kesah mungkin menjadi sipir penahan kebebasan dan kreatifitas diri dalam mengalirkan berbagai tulisan untuk dinikmati dan dikritisi oleh khalayak pecinta hikmat.

Tulisan pertama saya mulai dengan menelusuri quote mana kira-kira yang dapat menuntun saya dengan sabar untuk berkarya melalui tulisan meskipun harus tertatih-tatih di padang gurun referensi.

Akhirnya terpilih quote yang diposting pada 10 Oktober 2017 tentang keluh kesah. Di tanggal itu sendiri sebenarnya ada 8 quotes tentang keluh kesah, namun saya memilih quote ini untuk menggambarkan sekaligus menegaskan bahwa keluh kesah memang rawan menjadi penjara bagi kebebasan berpikir dan berkreatifitas.

Keluh kesah adalah suatu perasaan susah, gelisah atapun tidak senang yang diwujudkan dengan suara mengaduh, menarik napas dan bentuk lainnya yang sejenis.

Penyebab dari perasaan tersebut bisa saja karena sakitnya raga ataupun jiwa secara medis maupun spiritual ataupun hal-hal lainnya yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Ada segolongan orang yang hanya karena tidak mempunyai mobil dia terus berkeluh kesah padahal memiliki motor. Ada juga yang mengeluhkan mahalnya uang sekolah anak di bangku SMA padahal kenyataannya berhasil menyekolahkan anak melewati TK, SD dan SMP.

Ada lagi segolongan lainnya yang mengeluhkan kenaikan harga telur dan menceritakannya kemana-mana termasuk di media sosial sementara di rumahnya lebih sering memakan ikan sekelas Salmon, fillet Tuna ataupun Beef Teriyaki, Beef Bacon bahkan sampai olahan Mr. Krabs dan Squidward Tentacles teman-teman bercandanya SpongeBob! atau kalaupun lagi malas masak biasanya ‘jajan’ baik untuk lunch maupun dinner dengan Donburi Chicken Mayo Rice atau ‘dada montok’ fried Chicken di outlet-outlet Kolonel Sanders dimana saat prosesinya tidak melupakan gadget mulai dari Xiaomi Redmi 5A sampai Huawei Mate 9 Porsche Design 256 GB Black yang memakai kamera Leica generasi kedua berlisensi dengan resolusi kamera 12 MP dan kamera monochrome 20 MP f/2.2, autofocus dan dilengkapi LED flash yang dibandrol seharga dua puluh lima juta rupiah! untuk mendokumentasikan dan sesegera mungkin di-share mulai dari Facebook, Line sampai Instagram.

Ada lagi golongan yang mengeluhkan sampai mengutuki tanpa logika dan hati nurani pemimpin bangsanya sendiri yang terpilih secara demokratis. Mereka mengklaim diri paling benar dan suci yang membuktikan diri dengan kegemaran berputih ria, mencatut ayat-ayat langit dan unjuk gigi berderet-deret di jalanan dengan speaker, dan menggagahkan diri dengan bambu berbendera yang seakan-akan senapan S2 varian 4, padahal yang diteriakkannya patut diduga melulu adalah titipan yang bersayapkan uang dan pengisi perut aneka bungkus nasi dengan menu khas dari rumah makan kelas pinggiran jalan dari para oknum penggila kekuasaan yang tak rela lapak-lapak sekelas milyaran dollar mereka digusur tanpa kompromi. Keluh kesah golongan ini begitu hitam, pahit dan membusukkan peradaban dan urat malu bangsa ini di tengah-tengah komunitas internasional maupun jalannya sejarah peradaban kemanusiaan.

Sementara di pinggir sebuah danau nan elok dan sejuk yang jika dilihat dari jendela pesawat Qatar Airways yang melintas di atasnya laksana kepingan sorga yang jatuh ke bumi, sesosok perempuan yang sebenarnya terkategori renta baik raga maupun pemikirannya berkeluh kesah dan meledakkan keluh kesahnya dengan emosi level kaisar Nero sembari pongah sesumbar mengklaim bahwa keluh kesah dan tuntutannya adalah mewakili keluarga korban kapal Sinar Bangun di danau Toba yang penuh dengan pesona magis itu. Saya pribadi tidak rela dikatakan korban Danau Toba karena danau itu sendiri hanya menggeliatkan dirinya secara alamiah sesuai dengan tuntutan jalannya simponi alam saat itu. Keluh kesah yang dimanifestasikan dengan emosi laksana erupsi Gunung Agung kebanggaan masyarakat Hindu nan santun di pulau dewata yang ramai dengan karya dan manifestasi kebudayaannya yang bebas dan kreatif, dihadapan keluarga korban yang sedang disambangi dengan empati oleh wakil dari pemerintah. Keluh kesah wanita rapuh raga dan hati nurani ini bergayung sambut memalukan, karena justru keluarga yang diklaimnya sedang dibelanya malah mengusirnya dengan tandingan kemarahan karena merasa dijadikan tunggangan bernuansa politik kotor tanpa etika dan tentunya sarat dengan pengeluh kesah.

Keluh kesah juga bahkan membayangi rakyat jerman ketika para pahlawan bola mereka bertransformasi menjadi pecundang bola saat team juara bertahan tersebut kandas dan dipermalukan di babak pertama Piala Dunia 2018 di Rusia. Mitos kutukan juara bertahan kandas di babak pertama bersegera mengabuti pikiran waras rakyat Jerman atas kekalahan tersebut. Tragedi yang sebenarnya bukan tragedi ini (seperti kelaparan, bencana alam, wabah penyakit, dan korban kekerasan perang) juga meluaskan korban-korbannya ke babak lanjutan yang ditandai dengan ambruknya kesebelasan negara-negara dari beberapa maestro bola sekelas Lionel Messi, Ronaldo, Neymar dan Suarez. Rasanya keluh kesah rakyat dari negara yang mereka wakili pantas melangit karena mereka adalah milyuner yang kenyang pengalaman dan harta dari mengolah bola di klub-klub ternama Eropa. Keluh kesah tingkat tinggi ini bahkan menular dan mewabah bagaikan ‘Maut Hitam’ dari bakteri Yersinia Pestis yang membonceng pada kutu yang ditengarai berasal dari Asia Timur atau Tengah dan kemudian menyebar ke seluruh Asia, Eropa dan Afrika Utara dan pesisir Samudra Atlantik dimana hanya dalam tempo dua tahun membunuh 200 juta orang. Saya yakin keluh kesah sebagai multi efek yang merantai banyak penggila bola dari negara-negara yang kalah tersebut jauh lebih dahsyat menghantam para penggemarnya di lima benua dan lima samudera (penggemar yang sedang bertugas ataupun pelesiran di kapal-kapal yang melintasi samudera-samudera tersebut) bahkan sampai jauh ke utara dan selatan baik di kutub utara maupun selatan dimana suku eskimo dan para peneliti manca negara menetap sementara di dataran dingin itu untuk melakukan penelitian.

Bukti lainnya dapat ditemukan disuatu kawasan di ujung perbatasan antara Kabupaten Tangerang dan kabupaten Bogor tepatnya di sebuah pemukiman bernama Perumahan Legok Permai, para penggila bola dari negara-negara tersebut memproklamasikan bahwa Piala Dunia 2018 sudah berakhir tepat di menit pertama pasca ditiupnya pluit tanda berakhirnya pertandingan yang mengalahkan team favorit mereka. Semua kelelahan menonton bola sampai menjelang ayam bersiap berkokok memberitahukan bumi bahwa fajar segera menyingsing, sampai efek mengantuk dan terlambat mengantor dan habisnya kopi, ubi rebus, kacang yang diimpor dari Indomaret bahkan pencuekan istri yang resah mendesah di kamar tidur menanti suami yang bagaikan kesurupan berteriak-teriak sepanjang pertandingan, rasanya semua berlalu sia-sia sehingga patut dimaklumi jika mereka berani menentang FIFA dengan menyatakan bahwa piala dunia 2018 sudah selesai dengan keluh kesah panjang yang terbawa sampai kantor dan dunia mimpi. Keluh kesah jenis ini paling ringan hanya meletihkan badan ataupun cekcok rumah tangga dimana istri bersegera menyembunyikan remote TV sebagai ungkapan kekesalan hati dan bathinnya sampai yang paling berat merontokkan semangat kerja disaat pemimpin bangsa sedang kuat-kuatnya mengampanyekan revolusi mental dengan jargon andalannya: ‘Kerja – Kerja  – Kerja!’

Keluh kesah menyebar kesana-sini di Millenium Ketiga diantara generasi instan penyedot susu sapi sampai manusia-manusia sisa dari dekade terakhir abad kedua puluh. Dari Homo Sapiens dengan ciri-ciri mencampur adukkan mitos-mitos para dewa sekelas Cronus, Zeus, Hermaphrodite, Arthemis, Brahma, Syiwa, Thor, Ra, bahkan Debata Mulajadi Nabolon dan para manusia sekelas nabi seperti Musa, Daud, confusius, bahkan Diego Maradona, nabi yang diciptakan para penggila kemampuan berbolanya dan si Ratu talkshow Oprah Winfrey yang mendaulatkan diri sebagai pendiri sekaligus pemimpin agama ‘O’ yang dideklarasikannya di Chicago dengan Gayle King editor O, The Oprah Magazine menjadi uskup agungnya dan sudah diakui sebagai agama resmi di Kanada, Jepang dan Selandia Baru, dan ciri peradaban lainnya yaitu mengutamakan kekuatan uang, kesetaraan gender dan kebebasan Humanity hingga mencapai tapakan perjalanan sejarah yang sekarang menurut Yuval Noah Harari si profesor Yahudi, dosen universitas Ibrani, di Yerusalem adalah masa Homo Deus dimana kekuatan teknologi berupa kecerdasan buatan dan rekayasa genetika telah menggeser kekuatan dewa bahkan siapapun yang dianggap Tuhan oleh berbagai agama dan kepercayaan yang pernah ada dan masih ada di muka bumi ini.

Keluh kesah juga mungkin pernah menjangkiti Waljinah ‘The Queen of Sinden’ yang resah mempertahankan kualitas suara dan panjangnya nafas ditengah-tengah fakta habisnya gigi asli sehingga harus bergigikan palsu dan keriput sekujur tubuh yang tak terhalau lagi meski jamu sekelas Sido Muncul dan Nyonya Meneer dengan produk terbaiknya yang diperuntukkan untuk ekspor sudah bertumpuk-tumpuk menghujani permukaan kulitnya yang dulu bahkan sempat dikagumi Soekarno.

Aneka keluh kesah inilah yang jika terlalu sering dilantunkan dalam nada pelog selendro yang fals akan bertransformasi menjadi penjara kasat mata yang dengan kejam dapat memenjarakan berbagai pikiran sehat, cerdas bahkan berkelas hikmat Illahi serta aneka kreatifitas yang dapat memudahkan kehidupan kemanusiaan kita.

Jika pikiran yang semestinya bebas untuk dikembarakan kemanapun dia berlari telah terbelenggu, maka ancaman kepada nilai-nilai kemanusiaan yang dihasilkan oleh akal budi terancam eksistensinya. Pikiran adalah ibu kandung dari semua kebudayaan manusia. Tidak bisa dipungkiri bahwa sejatinya iman pun ada karena manusia memulainya dengan berpikir sekalipun pada prosesnya kemudian, iman senantiasa membelai pikiran agar tidak terlalu over dosis menunjukkan jati dirinya sehingga keberadaan Illahi yang supranatural pada akhirnya tergerus terabaikan.

Hasil pikiran juga melemparkan tinggi-tinggi kreatifitas manusia sehingga mampu membuat film sekelas Star Wars terbang jauh menjangkau sudut-sudut alam semesta meninggalkan realita kehidupan kontemporer.

Di dunia Superhero, bukan lagi hanya memamerkan super power Superman ataupun Spiderman yang dari ‘sononya’ memang baik, kini ada sosok Thanos big boss para penjahat di Infinity War yang bagaikan realita di depan mata dan pikiran anak-anak, remaja bahkan orang dewasa, yang menimbang-nimbang bahwa Thanos mungkin saja ada dan akan bangkit kembali menguasai seluruh alam semesta. Bukankah suatu ironi peradaban bahwa pikiran yang eksis di dunia abstrak mampu menciptakan pikiran lain secara simultan di dunia khayal manusia lainnya bahkan diwujud nyatakan melalui film, gambar, mainan, kaos bahkan komunitas fanatik yang dalam penghayatannya bisa saja mengubahnya menjadi agama atau keyakinan baru mengalahkan agama, kepercayaan bahkan ideologi yang sudah ada sebelumnya.

Penting dan urgen untuk menghalau keluh kesah berkepanjangan dan simultantif dari tiap makhluk yang berakal budi. Faktor penyebab keluh kesah mestinya segera dicarikan solusinya baik dari diri sendiri, mentor, psikiater, rahib, ustad, pendeta dan para ahli bedah otak dan syaraf bahkan para motivator ulung seperti Jansen ‘Mr. Ethos’ Sinamo, Tung Desum Waringin, Andri Wongso, dan motivator ekonomi Rheinald Khasali yang berembelkan Profesor Doktor!

Oh ya, satu lagi jangan dilupakan motivator ulung pembebas masalah yang ditengarai hasil olah kata-katanya mampu membebaskan semua manusia dari penjara-penjara bernama keluh kesah tersebut yaitu Mario Teguh yang sukses merobohkan penjara keluh kesah sesama namun tersandung dan terbelenggu ke dalam penjara pikiran masa lalu yang ketika pintunya terkuak akhirnya memenjarakan semua olahan kata-kata hikmat manusia yang menggembung di otaknya yang mestinya telah siap dibagikan diberbagai kelas atau acara motivasi. Sebaiknya kita berharap dalam doa semoga tidak ada lagi penjara masa lalu dipikirannya dan sesegera mungkin dapat bangkit dari liang kubur masa lalu yang memalukan dan kembali membawa pencerahan kepada banyak pikiran yang sulit berpikir bebas dan kreatif karena kompleksnya atau mungkin cintanya kepada keluh kesah.

Terakhir saya harus membuat pengakuan atas baru munculnya tulisan yang didasari atas ribuan quotes yang sudah saya posting di Facebook. Seringkali muncul dakwaan dari hati bahwa sebenarnya saya sendiripun telah terpenjara pikiran bebas dan kreatifitasnya karena begitu ragamnya corak dan panjangnya keluh kesah yang menggeluti hidup saya sehingga baru tulisan ini saja yang dapat saya bagikan kepada anda.

Syukurlah saya perlahan mulai lepas dari penjara bernama keluh kesah itu, mudah-mudahan masih ada banyak hari dimana saya mampu menuangkan pikiran bebas dan kreatifitas khususnya dalam menulis.

Wah .... mungkinkah saya akan mampu membuat tulisan-tulisan berikutnya sementara daftar tunggu dari quotes sudah menunggu begitu panjangnya?

Saya mohon kalimat di atas jangan anda lihat sebagai keluh kesah, please ......!


Lawson Ruko Viena
Tangerang, 10 Juli 2018