AITEO
Yesaya 38 : 1 – 8
Saor R.S.S.S. Panjaitan
Selasa pagi seperti biasanya saya
memposting sebuah quote di Facebook.
Kebiasaan yang sudah saya lakukan sejak 4 Januari 2017 dan seharipun tidak
pernah alpa. Terkadang hanya satu quotes namun ada juga yang dalam satu hari
sampai sepuluh quotes. Kebiasaan ini sangat saya syukuri karena selain
menyampaikan apa yang “diinspirasikan dalam pikiran” juga diharapkan dapat
menjadi berkat atau bahkan sebagai pembawa “tulisan kebenaran” bagi siapapun
yang sudi membacanya. Dari keseluruhan quotes
tidak ada satupun yang mengutip ataupun menggunakan kata-kata dari orang lain.
Semua mengalir begitu saja dengan mudahnya dan oleh karena itu saya percaya
bahwa ada Penginspirasi dibalik semuanya itu.
Untuk memudahkan melacak tanggal pemostingan,
dibagian paling bawah setiap quotes selalu saya cantumkan tanggal berupa angka
dalam empat sampai enam digit. Sebelum tanggal saya cantumkan inisial SP yang
merupakan kepanjangan dari Saor Panjaitan. Pencantuman insial lebih ditujukan
kepada pernyataan bahwa saya bertanggung jawab atas semua quotes yang saya tuliskan dan andaikanpun ada yang hendak men-share atau mengutip quotes tersebut, maka saya selalu menghimbau untuk mencantumkan
inisial pembuat atau nama saya demi mempertanggung jawabkannya jika ada yang
keberatan atau merasa tersinggung dengan salah satu quotes yang saya buat. Jika dihitung, mungkin lebih kurang sudah
seribu quotes yang pernah saya
posting. Betapa hebatnya Tuhan yang mengijinkan saya sebagai saluran quotes-NYA.
Setelah berbulan-bulan memposting
quotes campuran dari berbagai thema berdasarkan apa yang muncul dalam pikiran
ataupun situasi kondisi baik sosial, politik dan lainnya, belakangan saya
memposting dengan menetapkan thema harian. Ada yang tentang Keluarga, Kematian,
Nasionalisme, Toleransi, Peran Ayah, Kebenaran, Peradaban, Sorga, Neraka,
Anarkisme, Kerendahan Hati, Kesabaran, Kasih, Kekuasaan, Pikiran dan berbagai
thema lainnya.
Pada Selasa pagi, 12 September
2017 yang lalu, saya memposting quote
dengan thema harian tentang kematian. Salah satu quotes berbunyi: “DOA BISA MENUNDA KEMATIAN”.
Quotes tersebut sebenarnya
terinspirasi dari saat saya membawakan renungan pada ibadah doa pagi yang
dilaksanakan rutin setiap Sabtu pagi yang dimulai pada pukul 05.30 WIB di
Gereja Methodist Indonesia
Efrata yang berada di dalam perumahan Griya Parung Panjang Kabupaten Bogor.
Renungan yang saya bawakan saat
itu berjudul “SEPERTI APA DOAMU” dan dimulai dengan menjabarkan 5 Jenis Doa
yaitu Parakaleo, Deomai, Aiteo, Erotao dan Euchomai. Kelimanya berasal dari
bahasa Yunani.
Kata doa yang akan saya uraikan
berikut ini adalah tentang AITEO, –
untuk keempat jenis doa lainnya semoga saya dapat uraikan juga dilain waktu dan
tentunya akan saya kaitkan dengan quotes
yang berkaitan dengannya – yang artinya mengajukan permohonan.
Setiap dari kita yang meyakini
adanya Sang Adi Kodrati tentunya menyadari bahwa doa adalah media utama dan
terutama dalam berkomunikasi dengan Sang Pencipta.
Dalam agama apapun, doa menjadi
ritual utama mulai dari saat pewahyuan diturunkan sampai pada permohonan
pengampunan atas jeratan dosa yang begitu merantai kehidupan seseorang. Doa
bisa dilakukan sendiri dalam kamar kosong sembari bertelut ataupun yang
diujarkan di dalam hati dengan atau tanpa mata yang terpejam dan jemari yang
terangkai dalam suatu perjalanan, entah menuju kantor atau ketika pulang
kampung. Doa juga bisa dilakukan bersama-sama, baik yang disuarakan secara
serempak bersamaan maupun yang dipimpin oleh seseorang sebagai pendoa syafaat.
Doa juga sering dilakukan sembari
menaikkan pujian penyembahan maupun yang dinaikkan bersamaan dengan deraian air
mata. Dengan berdoa sebenarnya harus timbul suatu keyakinan yaitu betapa
rapuhnya kita tanpa Tuhan dan betapa dekatnya Tuhan itu karena jaraknya hanya
sebatas doa. Oleh karena itu setiap pendoa adalah mereka yang berusaha
mendekatkan diri dengan Tuhannya karena adanya suatu kebutuhan maupun timbulnya
perasaan syukur dan terima kasih karena kehidupan yang begitu indah yang
dirasakannya.
Mereka yang terbiasa berdoa
biasanya memiliki kerendahan hati dan empati yang besar karena ketekunan
tersebut membawanya kepada kerinduan untuk mendahulukan mendoakan orang lain
dibandingkan pemenuhan atas kebutuhannya sendiri.
Doa adalah keharusan bahkan
perintah langsung dari Sang Penerima Doa agar setiap ciptaanNYA senantiasa
tetaplah berdoa (1 Tesalonika 5 : 17). Tuhan juga mengajarkan suatu strategi
doa yang efektif yang berkenan dan menyenangkan hatiNYA. Perhatikan Matius 6 :
9 – 10 yang adalah doa pembukaan dari Doa Bapa Kami. Kristus mengajarkan untuk
memulai doa dengan mengakui kekudusan dan kebesaranNYA. Ayat 9 dimulai dengan
kalimat imperatif: “Karena itu berdoalah demikian” lalu dilanjutkan dengan
“Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah namaMU, datanglah kerajaanMU, jadilah
kehendakMU di bumi seperti di sorga. Kalimat awal dari DOA BAPA KAMI ini adalah
suatu kelumrahan yang harus diucapkan dan diakui oleh para pendoa. Setelah
kalimat pengakuan akan kebesaranNYA maka kita bebas mengajukan permohonan
kepada BAPA.
Kitab 2 Raja-raja, 1 dan 2
Tawarikh mengisahkan tentang eksistensi Hizkia bin Ahas sebagai Raja Yehuda
ke-13 (725 – 697 SM). Dia raja yang kuat dan percaturan politik
kerajaan-kerajaan saat itu mengakui dia sebagai pemimpin yang bijaksana. Hizkia
memulihkan tempat dan prosesi peribadatan, mencari pertolongan Tuhan saat
melawan Asyer, merayakan kembali paskah yang tidak pernah lagi dilakukan sejak
pecahnya kerajaan kesatuan, membuat
kolam dan saluran air ke dalam kota Yerusalem namun ‘over dosis sukacita’ saat bakal penawan bangsa Israel di kemudian
hari yaitu kerajaan Babel saat dipimpin oleh Merodakh Baladan bin Baladan
mengiriminya surat dan pemberian pasca kesembuhannya dari sakit lalu memamerkan
segenap harta benda kerajaannya kepada utusan Babel tersebut. Suatu keteledoran
yang akhirnya ditegur Tuhan melalui Yesaya dimana kelak bangsa Israel mengalami masa pembuangannya yang pertama
pasca ditaklukkan oleh Babel
dimasa pemerintahan raja Nebukadnezar.
Prestasi tertinggi dari Hizkia di
mata Allah sebenarnya adalah tentang kebijakannya menutup bukit-bukit
pengorbanan kepada ilah-ilah lain dan pemusatan peribadahan di Bait Allah.
Suatu kebijakan yang bisa disimpulkan bahwa Hizkia adalah Raja Yehuda yang saleh
dan mau merendahkan dirinya melalui doa-doa yang dinaikkannya kepada Allah.
Quote DOA BISA MENUNDA KEMATIAN sebagaimana yang telah saya
sampaikan di atas sebenarnya diharapkan bisa memancing berbagai komentar kritis
dari teman-teman di media sosial. Bagi mereka yang percaya bahwa Tuhan yang
menentukan umur manusia mungkin bisa berkomentar seperti: Bagaimana mungkin
jika umur sudah ditentukan waktunya masih bisa lagi dimintakan perpanjangan,
atau bagi mereka yang meyakini filsafat Fatalisme yang percaya bahwa manusia
sudah ditentukan takdir atau nasibnya sehingga tidak bisa lagi mengubah jalan
hidup atau cita-citanya karena sudah ditentukan dari sejak dilahirkan. Saya
juga menantikan pernyataan lain seperti kritikan yang menyatakan saya sok tahu
atau bertindak seperti Tuhan atau bahkan menyesatkan. Tapi tidak ada komentar
yang bisa memanaskan lapak FB saya. Quote tersebut bahkan sepi komentar dan
jempol tanda like. Cuma 3 like dan
satu comment berupa animasi anjing yang berjingkrak kesenangan atasnya. Cukup
aneh, karena biasanya quotes yang
saya posting rata-rata mendapat lebih dari 10 like di luar comment.
Tapi sudahlah, mungkin di lain hari ada yang melihat lagi quote yang saya harapkan kontroversial ini.
Pernyataan DOA BISA MENUNDA KEMATIAN bukan sekadar asal tulis. Yesaya 38 : 1 – 8 adalah dasar teologis yang melatar belakangi keberanian saya mempostingnya.
Mari kita lihat apa yang
dikatakan ayat-ayat tersebut. Dikisahkan suatu kali Hizkia jatuh sakit dan
hampir mati. Ayat paralel dengan kisah ini terdapat juga di dalam 2 Raja-raja
20 : 1 – 11 dan 2 Tawarikh 32 : 24 – 26. Pada 2 Raja-raja 20 : 7 ada tertulis
bahwa penyakit yang diderita oleh Hizkia adalah Barah, sejenis penyakit kulit
yang membengkak dan bernanah (bisul). Mungkin bukan bisul biasa karena dengan sakit
tersebut dia akan segera mati. Yesaya sebagai utusan Tuhan menyampaikan bahwa
Hizkia harus menyampaikan pesan terakhir kepada keluarganya akan kematian ini.
Begitu Yesaya menyampaikan pesan
Tuhan ini serta merta Hizkia memalingkan mukanya kearah dinding dan langsung
berdoa. Kesalehan hidupnya menuntun reaksi spontan yang tepat atas pesan ini.
Isi doanya adalah jenis doa Aiteo
yaitu permohonan untuk disembuhkan dan dengan demikian tidak segera mati.
Hizkia mengawali doanya dengan
mengingatkan kepada Tuhan akan apa yang telah dilakukannya (Ayat 3) : “Ah
TUHAN, ingatlah kiranya, bahwa aku telah hidup di hadapanMU dengan setia dan
dengan tulus hati apa yang baik di mataMU. Setelah mengatakan itu dia menangis
dengan sangat. Raja bijaksana dan saleh itu merendahkan dirinya dihadapan Allah
dengan menangis yang saya percaya mungkin lebih dari tangisan anak-anak secara
ekspresif.
Setelah mengingatkan Tuhan dengan
kalimat tersebut tentunya dia mengajukan permohonan dalam tangisannya atas
keputusan yang telah ditetapkan kepadanya. Pada ayat 16 yang berisikan karangan
Hizkia sesudah ia sakit dan sembuh dari penyakitnya menegaskan permohonannya:
Ya Tuhan, karena inilah hatiku mengharapkan Engkau; tenangkanlah rohku, BUATLAH
AKU SEHAT, BUATLAH AKU SEMBUH! Ini jelas sebuah permohonan.
Maka tak terbantahkan bahwa DOA
BISA MENUNDA KEMATIAN adalah sesuatu yang possible,
sesuatu yang benar secara teologis. Tidak ada keraguan dan kesesatan di
dalamnya.
Untuk dikabulkannya suatu
permohonan bahkan atas kasus yang sudah final
diperlukan argumen kuat yang faktual. Mari kita kembali ke ayat 3. Di situ kita
melihat ada 2 hal yang saya percaya menjadi perhitungan bagi Allah untuk
mengabulkan doa Hizkia.
Kedua hal itu adalah SETIA dan
TULUS HATI. Kesetiaan adalah kepercayaan yang dilakukan dengan tekun, taat dan
teguh. Dibutuhkan iman yang kokoh dan keyakinan total untuk dapat berlaku
setia. Kesetiaan bukan hanya dilakukan atau diperlihatkan dihadapan kepada
siapa seseorang setia, namun saat tidak dihadapannya pun kesetiaan tetap
konsisten dilakukan bahkan Wahyu 2 : 10 menyatakan harus dilakukan sampai mati.
Untuk itu dibutuhkan ketulusan hati yang bergandengan tangan erat dengan
kesetiaan sehingga berkenan kepada siapa seseorang menunjukkan kesetiaan dan
ketulusan hatinya. Kesetiaan dan ketulusan adalah sifat dari orang-orang kudus.
Kesetiaan dan ketulusan hati
Hizkia dibenarkan oleh Allah karena setelah dia menaikkan doa permohonan, serta
merta Allah langsung mengabulkan permohonannya. 2 Raja-raja 20 : 4 – 6 membuktikan hal ini. Belum lagi Yesaya keluar
dari pelataran tengah istana, Allah langsung berfirman untuk disampaikan kepada
Hizkia bahwa IA telah mendengar doanya dan mengindahkan air matanya. Bukan
hanya perpanjangan usia lima
belas tahun lagi bahkan Allah memberikan ‘bonus’ bagi kerajaan yang dipimpinnya
akan dilepaskan dari tangan raja Asyur bahkan memagari Yerusalem dari bahaya
apapun!
Apakah Aiteo-mu? Apapun itu naikkanlah dengan
keyakinan, sementara itu hiduplah dalam Kesetiaan dan Ketulusan Hati, maka
Tuhan berkenan akan doa-doamu. Tuhan Yesus Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar