Translate

Senin, 22 Februari 2016

KEKEKALAN: KAYA Vs. MISKIN


KEKEKALAN: KAYA Vs. MISKIN
LUKAS 16 : 19 - 31
Saor R.S.S.S. Panjaitan

PENDAHULUAN

Kitab Lukas banyak mencatat perumpamaan (Parabole, Yun.) yang disampaikan Kristus dalam pelayanannya. Begitu efektifnya suatu perumpamaan dalam menguraikan suatu pokok bahasan sampai-sampai lebih dari 50 perumpamaan yang Kristus sampaikan selama pelayanannya dalam rupa manusia di tengah-tengah dunia ini.
Mulai dari perumpamaan tentang orang yang hendak membangun rumah (Matius 7:24-27), benih yang tumbuh (Markus 4: 26-29), Gembala yang baik (Yohanes 10: 1-6) dan demikian juga dengan perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang diuraikan dalam Lukas 16: 19-31, menunjukkan bahwa keempat kitab Injil semuanya mencantumkan tentang perumpamaan.

MAKSUD DAN TUJUAN PERUMPAMAAN

Perumpamaan orang kaya dan Lazarus, saat itu Yesus sampaikan dengan maksud untuk mengingatkan mereka para pengejek dan pencari kesalahan supaya berhati-hati karena mereka mengolok-olok pengajaran Kristus yang menentang hal-hal duniawi yang menjadi gaya hidup dan menyelewengkan nilai nilai rohaniah dalam Firman Tuhan untuk kepentingan duniawi mereka. Para pengejek itu terdiri dari para imam, rabbi, kalangan Farisi dan Saduki, tua-tua, orang-orang Herodian yang merupakan anggota-anggota dari suatu partai Yahudi yang kukuh menghendaki agar keturunan Herodes Agung saja yang memerintah atas kaum mereka dan bukan gubernur Romawi. Dalam konteks kontemporer, perumpamaan ini juga dimaksudkan mengingatkan para pecinta dunia, kaum Hedonis, penggila jabatan, para ambisius yang menghalalkan segala cara dan mereka yang mengabaikan atau bahkan tidak mempercayai adanya kehidupan kekal setelah kematian.

Tujuan yang hendak dicapai dari perumpamaan ini adalah untuk membantu tiap orang agar siap menerima kemiskinan dan penderitaan apapun bentuknya serta menjadi tameng bahkan senjata untuk melawan godaan duniawi dan berbagai kesenangan atau kenikmatan jasmani yang bersifat sementara namun melemahkan bahkan mematikan kehidupan rohani.
Dari maksud dan tujuan di atas menunjukkan betapa pentingnya perumpamaan ini dihayati oleh tiap orang karena imbasnya adalah penderitaan atau kebahagiaan kekal.

Jika dibandingkan dengan perumpamaan-perumpamaan lainnya seperti penabur dan benih gandum, anak yang hilang dll., jelas yang hendak disampaikan adalah hal-hal rohani digambarkan melalui kemiripan dengan hal-hal duniawi. Sebaliknya dalam perumpamaan ini penggambaran hal-hal rohani dalam bentuk cerita atau uraian yang memperbandingkan keadaan baik dan buruk baik di dunia ini dan di dunia lainnya.
Dalam realita kehidupan sehari-hari, jelas kita melihat bahkan merasakan sendiri bahwa biasanya yang miskin namun saleh sering kali diabaikan, diperlakukan tidak adil, disakiti bahkan mati sengsara, sementara bagi yang kaya, begitu dimuliakan, disanjung, ditakuti bahkan dijilat sedemikian rupa dan ketika mati dilakukan prosesi yang menampilkan kemewahan walaupun di dalam kekekalan pada akhirnya adalah kebalikannya.
ORANG KAYA DAN LAZARUS

Perumpamaan ini diawali dengan pengisahan subyek yang dinyatakan tegas sebagai orang kaya dengan tampilan diri dan kehidupan kesehariannya.
Orang kaya (Dives, Lat; Plousios, Yun) dalam ayat 19 digambarkan selalu berpenampilan dengan pakaian jubah ungu dan kain halus dan hari-harinya adalah kesuka-riaan karena mampu menyajikan kemewahan yang hanya sedikit orang mampu melakukannya.
Bagi orang kaya selain berpakaian mahal tentunya tubuh dan lingkungannya bersih, harum dan indah. Selain itu di rumahnya tentu tersedia banyak makanan yang dikelola dan dilayani oleh banyak pelayan. Tidak hanya di rumah, dimanapun tempat yang dikehendaki untuk mendapatkan makanan enak dan mahal tentunya mudah didapatkannya. Seringkali orang kaya mengadakan jamuan makan di rumahnya bukan karena kemurahan hatinya namun sebenarnya untuk menunjukkan eksistensi diri demi mendapatkan penghormatan dan kemuliaan dari  yang diundang.
Jika kita menghadiri undangan makan dari orang kaya, dari begitu banyaknya makanan biasanya banyak yang tersisa karena tentunya prestise pengundang akan jatuh jika makanan yang disajikan pas-pasan atau bahkan kurang. Saat penyajian sampai pemberesan jamuan makan tentunya tidak dikerjakan sendiri oleh si kaya, melainkan menggunakan pelayan. Semakin banyak pelayan yang melayani semakin jelas bagi para undangan betapa kayanya dia.

Sekali waktu saya diundang jamuan makan di rumah seorang teman yang kaya raya di kawasan Tangerang. Undangan dalam rangka ulang tahun anaknya itu dihadiri banyak orang. Makanan yang disajikan dipesan melalui perusahaan penyedia jasa katering dan dilayani oleh beberapa petugasnya. Berbagai jenis makanan baik sekedar kudapan sampai makanan berat seperti steak dengan daging sapi impor langsung dari Australia tersedia saat itu. Minuman dan buahpun beraneka macam. Saking banyaknya saya bingung memilih mana yang harus dimakan karena seandainya satu-satupun dicicipi tentunya akan sangat mengenyangkan dan tidak semua bisa dinikmati. Selesai jamuan makan, para tamupun masih dibekali makanan untuk dibawa pulang karena memang masih banyak yang tersisa.
Dilain waktu sayapun pernah diundang ikut makan di sebuah restoran besar di kawasan Serpong Tangerang. Saat itu yang diajak makan siang lebih dari 40 orang. Semua makan dengan kenyang bahkan ada yang membawa makanan untuk dibawa pulang. Saya perkirakan saat itu sekali makan, pengundang menghabiskan dana lebih dari tujuh juta rupiah! Kekayaan memang membuat seseorang lebih leluasa menentukan pilihannya.

Perjanjian lama dan baru menegaskan bahwa kekayaan merupakan berkat atau berasal dari Tuhan (Ulangan 8 : 17-18; 1 Tawarikh 29:12). Tokoh Perjanjian Lama yaitu Abraham digambarkan kaya raya. Kejadian 24:35 merinci kekayaannya terdiri dari kambing, domba, lembu, sapi, unta dan keledai dalam jumlah besar juga memiliki emas dan perak serta budak-budak baik lelaki maupun perempuan. Tentunya di luar itu masih ada kepemilikan atas tanah yang luas.
Berkat kekayaan yang diyakini dari ALLAH diberikan agar dapat membantu yang miskin dan menghidupi keluarga besar serta abdi-abdinya. Ada suatu tanggung jawab yang berupa penyaluran berkat bagi orang orang disekelilingnya.

Perjanjian barupun menegaskan bahwa kekayaan diberikan untuk membantu yang miskin, namun demikian tentang kekayaan banyak diulas negatif karena dapat menjadi pameran kesombongan, menimbulkan ketidak adilan, dan menjauhkan manusia dari tujuan dasar kehidupannya yaitu memuliakan Allah.

Mari kita perhatikan dengan detil ayat demi ayat dalam perumpamaan ini khususnya tentang si kaya.
Ayat 19 tidak memberitahukan bagaimana orang kaya tersebut mendapatkan kekayaannya. Apakah dari menipu, memeras ataupun merampas. Tidak dicantumkan juga apa pekerjaan dari orang kaya tersebut. Di bagian akhir ayat 19 sekalipun digambarkan dia selalu bersukaria dalam kemewahannya setiap hari namun tidak ada disebutkan dalam kesukariaan tersebut dia mabuk-mabukan atau membuat orang lain mabuk.
Ayat 20 memperlihatkan sekalipun kaya raya namun dia tidak mengusir ataupun menyuruh mengusir bahkan melakukan kekerasan kepada pengemis yang berbaring dekat pintu rumahnya. Tentunya dia mengetahui jika ada pengemis di dekat pintu rumahnya. Kita bisa menduga bahwa orang kaya ini mungkin mengenal Lazarus atau sering melihatnya di depan rumahnya sehingga dia tidak mengusir Lazarus apalagi kondisinya yang menjijikan itu.

Pada ayat 21 disebutkan ada anjing-anjing datang dan menjilati borok Lazarus. Jika anjing-anjing tersebut bukan milik si kaya, tentunya dia akan segera menyuruh pelayan pelayannya untuk mengusir anjing-anjing tersebut karena selain mengganggu juga merupakan binatang yang najis bagi orang Israel. Anjing-anjing ini tentunya hewan peliharaan si kaya demi memperlihatkan prestisenya ataupun juga digunakan sebagai binatang pemburu untuk menyalurkan hobi atau kesenangannya.
Bayangkan, anjing yang adalah hewan najis, diberi makan dan dirawat dengan baik namun ironinya adalah anjing sendiri masih bisa meringankan borok Lazarus yang berdarah dan bernanah dengan menjilatinya!

Hal lain yang dapat kita lihat dari si kaya ini adalah bahwa tentunya dia bukanlah seorang ateis yang tidak percaya sama sekali akan adanya Allah karena pada ayat 24 dia memanggil Abraham dengan panggilan Bapa. Bagi orang Israel Abraham adalah Bapa leluhur bangsa Yahudi (Kejadian 11 – 25). Melalui Abrahamlah diturunkan bangsa Israel dan lewat Musa hukum Taurat diturunkan. Artinya si kaya mengetahui, mengakui dan besar kemungkinan juga mempelajari hukum taurat atau Firman Allah.
Selain itu, tentunya si kaya ini bukanlah dari kalangan Saduki, karena dalam pengisahan perumpamaan ini disebutkan kehidupan setelah kematian, sesuatu yang sangat ditentang oleh kaum ini. Orang Saduki tidak mengakui adanya kebangkitan dan keadaan yang akan datang setelah kematian.

Rincian tentang si kaya tentunya menimbulkan polemik bagi kita. Apakah Kekristenan melarang seseorang menjadi kaya?
Kaya bukanlah dosa karena Tuhan sendiri yang menyatakan bahwa kekayaan adalah berkat yang berasal dariNYA. Jika memang berasal dari Tuhan tentunya bukanlah dosa.
Berpenampilan kaya karena memang kaya seperti memakai baju mahal, perhiasan, memiliki rumah mewah atau beberapa rumah, menggunakan mobil mahal bahkan mungkin pesawat pribadi, deposito gemuk di beberapa bank, liburan ke luar negeri dan bentuk aktifitas yang mampu dilakukan karena memiliki kekayaan yang melimpah juga bukanlah dosa. Demikian pula bila kita bisa makan enak setiap hari baik di rumah maupun di restoran mahal bahkan sambil mengajak teman dan saudara juga bukanlah dosa. Jangan apriori terhadap kekayaan sebelum kita tahu darimana dan untuk apa kekayaan tersebut dimanfaatkan.
Bukankah jika kita kaya maka akan lebih mudah untuk bisa menjadi saluran berkat bagi orang lain? Pelayanan gereja juga akan lebih variatif dan leluasa jika tersedia dana yang dikumpulkan dari anggota-anggota jemaatnya yang kaya dan mengerti dengan baik bahwa kekayaannya didapatkan untuk kemudian menjadi alat kemuliaan Tuhan?

Sekarang mari kita lihat tentang si miskin Lazarus. Subyek dalam perikop ini bukanlah Lazarus saudara dari Maria dan Marta yang dibangkitkan oleh Yesus dalam Yohanes 11 dan 12. Tidak ada kaitan sama sekali antara kedua orang tersebut.
Nama Lazarus berasal dari kata Ibrani El Azar yang artinya God  has helped atau Allah telah menolong. Suatu nama yang tepat sekali jika kita merenungkan kisah perumpamaan ini secara utuh sampai akhirnya.

Lazarus dikisahkan adalah seorang pengemis (Beggar). Saking miskinnya, dia tidak memiliki apapun sehingga harus meminta-minta demi mempertahankan hidupnya dari hari ke hari.
Kata miskin dalam perikop ini menggunakan kata Yunani: Ptochos yaitu miskin yang sama sekali tidak memiliki apapun. Jika kita bandingkan dengan janda miskin pada Lukas 21 : 1-4, maka pada ayat 2 kata miskin yang digunakan adalah Penes karena dia masih memiliki 2 peser, namun ketika kedua peser tersebut sudah diserahkan maka pada ayat 3 digunakan kata Ptochos artinya miskin yang sudah tidak punya apa-apa lagi.

Miskinnya Lazarus adalah miskin yang sangat menderita karena selain tidak memiliki apapun, tubuhnya sakit bahkan disebutkan penuh borok terbuka yang bernanah. Jangankan untuk berobat, menyediakan perban untuk membalut boroknya saja dia tidak mampu, sedangkan untuk makan saja, dia mengandalkan remah-remah yang jatuh dari meja makan si kaya. Kelihatan di sini Yesus menggambarkan suatu penderitaan yang luarbiasa dalam kehidupan fana Lazarus. Tapi kisah tidak berhenti disini (ayat 23a)

Ayat 19 sampai 23a adalah pengisahan dalam kehidupan di dunia yang fana. Mulai ayat 23b kisah dilanjutkan pada kehidupan sesudah kematian. Proses memang penting namun hasil akhir adalah segalanya. Jauh lebih banyak ayat yang mengisahkan dalam kehidupan kekekalan dibandingkan saat di dunia. Begitu pentingnya untuk kita perhatikan, agar hidup ini diarahkan dan dijalani dengan fokus pada kehidupan abadi.

DIALOG DI ALAM SANA

Kisah di alam sana dimulai dari ayat 23b. Kristus menegaskan pada ayat ini bahwa ketika si kaya itu mati, maka serta merta atau langsung tanpa ada prosesi lainnya dia mengalami penderitaan yang luarbiasa sebagai akibat dari pilihan hidup semasa di dunia.
Bagian ini harus dicermati karena mengandung konsekuensi dogmatika yang sensitif berkaitan dengan dunia orang mati. Kristus menyatakan bahwa mereka yang mati dalam dosa segera langsung dihukum, tidak istirahat sejenak di alam kubur ataupun menunggu di suatu tempat tanpa terjadi apapun. Bagian ini tentunya merontokkan argumen para ateis yang tidak mempercayai adanya Tuhan, kaum Saduki yang menyatakan tidak ada kehidupan setelah kematian ataupun dogma yang mengajarkan bahwa karena Allah itu kasih maka tidak ada penghukuman kekal di alam sana. 2 Petrus 2:4 memang menyebutkan adanya hari penghakiman, dan malaikat-malaikat yang berdosa serta para pendosa akan dilemparkan ke dalam gua-gua yang gelap untuk disimpan sampai hari penghakiman. Perhatikan, penyimpanan ini bukan berarti belum dilakukannya penghukuman. Penyiksaan sudah langsung dilakukan saat pendosa mati dan hidup dalam penderitaan kekal. Demikian juga mereka yang diselamatkan, ketika mati langsung dibawa oleh para malaikat ke sorga. Artinya langsung mendapatkan penghiburan dan kebahagiaan kekal.

Matius 5:22, 29, 30; 8:12; 10:28; 18:9; 23:15, 33; Lukas 12:5; Yakobus 3:6 menyatakan bahwa tempat penghukuman tersebut adalah neraka (Hades), berada di bawah, sangat gelap, penuh dengan ratapan dan kertakan gigi dan tidak terseberangi/terhubung dengan tempat dimana Abraham digambarkan memangku Lazarus dan tempat tersebut adalah tempat penghiburan yang membahagiakan (sorga).

Menariknya adalah bahwa dari tempat penghukuman kekal tersebut, si kaya bisa melihat Lazarus dari kejauhan namun ditegaskan tidak terseberangi sehingga tidak mungkin yang berada di neraka untuk mendatangi sorga demikian pula sebaliknya. Bahkan Abraham sendiripun tidak dapat menyeberangi atau mendatangi tempat si kaya.

Dialog di alam sana dibuka dengan panggilan Bapa kepada Abraham oleh si kaya. Dari panggilan ini jelas membuktikan bahwa si kaya adalah dari keturunan Abraham walaupn tidak disebutkan dari suku apa. Sebagai keturungan Abraham tentunya dia pernah mendapatkan firman Tuhan. Abraham pun memanggil dia dengan sebutan Anak. Jika dia adalah anak Abraham, suatu ironi yang menyakitkan ketika seorang Bapa pun tidak bisa sama sekali untuk menolong anaknya yang sedang menderita kesakitan, bahkan hanya untuk sekedar memberikan setetes air!

Abraham melanjutkan, bahwa si kaya sudah menerima segala yang baik. Artinya segala yang enak, menyenangkan, membahagiakan, membanggakan dalam versi dunia. Tidak ada disebutkan secara signifikan tentang perbuatan jahat atau perlakuan jahat kepada sesamanya. Bagian dialog ini seharusnya membuat kita waspada dan instropeksi diri khususnya dalam hal menikmati dan mengelola segala berkat yang telah Tuhan berikan.
Bagian ini juga mengingatkan kita pada Matius 25:31-46 tentang penghakiman terakhir. Kristus memposisikan dirinya sebagai seorang lapar, haus, asing, telanjang, sakit dan dipenjara. Respon atau perlakuan terhadap orang-orang yang demikian menentukan kita sebagai domba atau kambing, ke sebelah kiri atau kanan, ke sorga atau neraka.

Dialog berikutnya adalah permintaan dalam rangka penyelamatan anggota keluarga si kaya yang masih hidup di dunia. Setelah gagal meminta tetesan air, disampaikan apa masalahnya sehingga ada di neraka, penegasan tidak adanya kemungkinan untuk menyeberang dari neraka ke sorga maka si kaya mencoba upaya terakhir yaitu meminta Abraham menyuruh Lazarus kembali ke dunia untuk mengingatkan saudara-saudaranya yang lain agar jangan dihukum seperti dirinya. Ini mengesankan suatu kebaikan dalam rangka penyelamatan. Sayangnya, niat baik inipun juga ternyata hanyalah kesia-siaan.

Dari dialog terakhir ini (ayat 27-31), ada beberapa hal yang sangat menarik dan perlu kita renungkan dengan mendalam karena merupakan pengajaran langsung oleh Kristus tentang dunia orang mati yaitu:

1.         Pengharapan atau permintaan apapun dari seorang terhukum tidak mungkin lagi akan dikabulkan. Ketika gerbang kematian datang, maka segala sesuatu yang menjadi permintaan dan pengharapan manusia baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain tidak dapat lagi dilakukan. Sekaya apapun seseorang, pilihan bebasnya akan segala sesuatu yang sebelumnya dapat dilakukan karena kekayaannya, akan sia-sia dan lenyap (Lihat Yakobus 1:11).
2.          Tidak ada lagi hubungan apapun bentuknya antara yang hidup dengan yang mati. Dunia dipenuhi dengan berbagai agama dan aliran kepercayaan bahkan sinkretisme antara keduanya. Kebanyakan dari agama dan kepercayaan tersebut meyakini bahwa masih ada hubungan aktif maupun pasif antara yang hidup dan mati. Implementasi atas hal tersebut dilakukan berupa pengiriman doa bagi yang sudah mati, berbuat saleh agar orang tua yang sudah mati bisa terimbas atas pahala-pahala yang didapatkan oleh keturunannya yang masih hidup dan saleh, meminta berkat dari orang tua maupun nenek moyang yang sudah mati, menyediakan bangku khusus bagi orang tua yang sudah mati saat perjamuan makan, bahkan sampai ritual pemanggilan arwah dari keluarga yang sudah mati. Perikop ini telah tegas mengajarkan bahwa tidak ada lagi hubungan apapun bentuknya antara yang hidup dan yang mati, waspadalah, jangan tersesat dan disesatkan!
3.         Peringatan akan hukuman kekal, pekabaran Injil, penobatan seseorang tidak dapat dilakukan oleh mereka yang sudah mati. Siapapun yang menyatakan bahwa dia dibangkitkan dan diutus dari neraka atau sorga untuk mengingatkan yang hidup adalah kebohongan belaka. Hanya Tuhan sendiri yang karena kasihNYA datang dalam rupa manusia, disiksa, mati dan dikuburkan lalu bangkit pada hari ketiga dan berinteraksi dengan orang-orang yang dikehendakiNYA untuk menggenapkan kasih Allah bagi manusia dengan pengorbanan Kristus yang telah bangkit mengalahkan maut. Karena DIA Tuhan maka hanya DIA yang bisa melakukan ini, dan bagi yang percaya dan bertobat dan hidup sesuai dengan Firman Tuhan, maka dia akan mendapatkan keselamatan yang kekal.
4.         Klaim seseorang yang menyatakan dia pernah mati dan hidup kembali atau bahkan bolak-balik dari dunia ke alam sana, haruslah diwaspadai dan meminta hikmat dari Roh Kudus apakan hal semacam itu sesuai atau tidak dengan Firman Tuhan. Otoritas kebenaran sejati hanyalah milik Tuhan, termasuk juga dalam menilai pengajaran yang berkaitan dengan orang yang mati hidup kembali atau mengisahkan tentang perjalanannya ke alam sana. Ayat 29 menyatakan bahwa kesaksian Musa dan para Nabi serta Firman Tuhan dalam Alkitab serta tuntunan Roh Kudus sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk mengingatkan yang hidup akan adanya hukuman kekal.

Begitu penting dan sensitifnya tentang kehidupan setelah kematian, maka mari kita belajar kebenaran Firman Tuhan dan hidup didalam kebenaran itu.

APA MASALAHNYA DENGAN KEKAYAAN?
Sudah ditandaskan bahwa menjadi kaya bukanlah dosa. Namun bagaimana menikmati dan mengelola kekayaan itulah yang menjadi masalahnya. Masalah dengan kekayaan biasanya menimbulkan hal-hal berikut ini:

Kekayaan memberikan godaan yang kuat dan besar kepada yang memilikinya karena kehidupan si kaya yang dalam kemewahan dan kenikmatan jasmaniah sering membuat lupa akan Allah dan kehidupan setelah kematian. Kekayaan membuat upaya peningkatan gaya hidup yang sehat ataupun penyembuhan atas sakit lebih leluasa untuk dilakukan. Sejatinya memang kesembuhan itu berasal dari Tuhan. Tiap kesembuhan ataupun umur panjang adalah dari Tuhan, namun logika sering pada akhirnya menjerat manusia pada cara pandang bahwa karena kemampuan menyediakan segala sesuatu demi menunjang kesehatan dan penyembuhan medis yang terbaik karena keleluasaan memilih pengobatan yang berbayar membuat manusia lupa akan Allah. Kekayaan membuat si kaya meletakkan kepercayaannya pada usaha sendiri maupun manusia lainnya (Amsal 11:28).

Kekayaanpun dapat menjadi sumber kesombongan. Bukankah ketika kita mempertontonkan kesuksesan hidup atau gaya hidup dengan benda-benda yang melambangkan kekayaan dan kemewahan merupakan kesombongan? Disaat disekeliling kita banyak orang miskin atau sederhana namun kita mempertontonkan kemewahan, sebenarnya kita sudah melakukan  pemisahan atau pembedaan terhadap manusia berdasarkan kekayaan dan  ini adalah kesombongan. Tuhan mengingatkan dalam Yeremia 9:23 agar orang kaya jangan bermegah karena kekayaannya, sedangkan Yehezkiel 28 : 1 – 10 mengingatkan bahwa kesombongan karena kekayaan akan berakhir dengan kematian.

Kekayaan identik dengan pesta pora. Berpesta berarti merayakan sesuatu dengan sukaria dan makan minum, sedang kan berpesta pora adalah suatu pesta yang besar dan meriah. Dalam pesta yang seperti ini yang diundang adalah kalangan tertentu yang memenuhi kriteria dan biasanya dikategorikan sama atau lebih statusnya dari pengundang. Pesta pora adalah prestise. Segala hal yang disiapkan, dirayakan dan dinikmati dalam pesta tersebut diupayakan menunjukkan status sosial si pengundang. Hanya orang-orang kaya atau yang berlagak kaya lah yang dapat melakukan pesta pora. Ketika pesta berlangsung biasanya segala sesuatu akan berlimpah-limpah. Jarang sekali mereka yang sedang berpesta pora ingat pada yang miskin dan menderita, sehingga tidak mungkin saat suatu pesta pora dilakukan, didalamnya juga diundang para gembel, anak jalanan, penyakitan, penghuni panti jompo dan panti asuhan bahkan pembantu rumah tangga pun mungkin hanya bisa di belakang dan tidak boleh nampak di hadapan para tamu. Kekayaan mengakomodir pesta pora dan anti pada keprihatinan, kemiskinan dan penderitaan! Lukas 21:34 mengingatkan supaya kita menjaga diri supaya hati ini jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas kita seperti suatu jerat.

Kekayaan memperbesar peluang seseorang melakukan percabulan, kecemaran, penyembahan berhala, perseteruan, perselisihan, roh pemecah, kedengkian, pembunuhan, menghalalkan segala cara, suap, dan perilaku manipulatif lainnya (Galatia 5 : 19 – 21).

Kekayaan pada akhirnya dapat menghimpit dan mengecilkan peluang manusia untuk berbuah bagi Tuhan. Perumpamaan tentang seorang penabur dalam Lukas 8 : 14 menyatakan bahwa kekuatiran, kekayaan dan kenikmatan hidup bagaikan semak duri yang menghimpit benih yang jatuh di dalamnya. Si kaya sudah mendapatkan benih dan benih itu tumbuh tapi tidak berbuah karena kekayaannya itu. Bagaimana akan memasuki kerajaan sorga ketika kekayaan itu tidak menjadi berkat atau tidak berbuah dalam kehidupannya di dunia ini.

Setelah diuraikan apa yang menjadi masalah dari kekayaan itu, maka pelajaran dan peringatan yang Tuhan Yesus ajarkan dari perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus adalah:

1.         Si kaya TIDAK PEDULI pada Lazarus. Ayat demi ayat tidak ada secara rinci dan tegas menyatakan jenis kejahatan yang dilakukan oleh si kaya. Persoalan utamanya hanyalah ketidakpeduliannya kepada si miskin.
2.         Si kaya TIDAK PERNAH SERIUS terhadap Firman Tuhan. Dia pernah mendengar, mempelajari bahkan hidup beragama namun dia melakukannya dengan serius dan benar.

Hal lainnya yang bisa kita dapatkan dari perumpamaan ini adalah:

1.         Kekayaan atau kemakmuran bukanlah tanda atau jaminan bahwa kita sudah diberkati dan berkenan di hadapan Tuhan, demikian pula kemiskinan bukanlah indikator yang membuktikan bahwa si miskin ditolak atau tidak diberkati Allah.
2.         Bagi yang kaya, akan kaya atau merasa kaya harus lebih waspada karena hidupnya dipenuhi oleh godaan yang mematikan.
3.         Jalanilah kehidupan ini dengan apapun kondisinya baik kaya atau miskin, sehat atau sakit, dengan berpegang teguh pada Firman Tuhan dan iman yang kokoh karena keselamatan kekal tidak ada di luar Tuhan Yesus Kristus.
Tuhan Yesus Memberkati, Amin.

*SP*